"Selamat ya cucuku, cucuku ini memang hebat." Puji sang nenek.
"Selamat ya cu, cucunya siapa dulu dong?" Goda si kakek.
Sri tersipu malu.Â
"Nek, Kek, tadi Sri ketemu sama bapak, tapi bapak gak nyapa Sri sama sekali. Sri jadi sedih." Mimik muka Sri berubah, matanya mulai berkaca-kaca.
Neneknya segera memeluk Sri, "Sri boleh sedih, sayang. Hal yang perlu Sri ingat bagaimana pun tingkah bapak Sri, ia tetap bapakmu, Sri. Maafkan bapakmu ya, berdoalah yang baik untuk bapak. Sri jangan marah dan dendam, ya. Tetap berbuat baik kepada bapak."Â
Nasehat dari neneknya itu membuat Sri lebih tenang.Â
Broken Home Sejak Kecil
Sri tak pernah menyangka bahwa ia harus kehilangan keutuhan keluarganya semenjak ia berusia dua tahun. Ayahnya menikah kembali dengan seorang gadis menawan asli Brebes dan kini ayahnya tinggal di Desa Mrebet, Purbalingga. Sedangkan ia tinggal bersama ibu, kakek, dan neneknya di Desa Kertanegara, Purbalingga.Â
Walaupun Sri hanya tinggal bersama ibu, kakek, dan neneknya, Sri tetap merasa bahagia. Hingga suatu ketika sang ibu memutuskan untuk menikah kembali saat Sri duduk di kelas 5 SD. Mendengar ibunya yang ingin menikah lagi membuat hatinya hancur. Bayangan kesendirian berkelebat dalam benaknya.Â
Bapaknya yang menikah lagi sudah melupakannya, kini ibunya menikah lagi. Ia takut sang ibu akan melupakannya juga. Saat hari pernikahan ibunya, Sri tak henti-hentinya menangis uring-uringan. Ketakutannya benar-benar memekat.Â
Benar saja, setelah ibunya menikah. Ia tak tinggal bersama ibu dan ayah barunya. Sri tinggal bersama kakek dan neneknya. Sedangkan ibunya mengikuti suaminya di desa sebelah.Â
Sri pernah berada di satu titik merasa sendiri dan kesepian. Ia lari menuju sungai besar belakang pasar. Ia hendak mengakhiri hidupnya. Namun, niat itu ia urungkan karena keyakinan akan agama yang dianutnya bahwa bunuh diri bukanlah hal yang baik.