Mohon tunggu...
Nabila Virgizia
Nabila Virgizia Mohon Tunggu... -

Lulus dari Fakultas Hukum UGM pada tahun 2015 dan saat ini merupakan calon diplomat (Sekdilu 40) Kementerian Luar Negeri

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kegagalan Memahami Dinamika Perbatasan Negara

5 Oktober 2018   17:31 Diperbarui: 5 Oktober 2018   18:10 894
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apakah Presiden Yudhoyono adalah seorang presiden gagal hanya karena tidak mampu menyelesaikan perbatasan di Blok Ambalat? Tentu tidak. Tapi yang pasti adalah semua Presiden berhasil melindungi kepentingan nasionalnya, dengan atau tanpa harus menghasilkan suatu perjanjian perbatasan.

Perundingan perbatasan Indonesia dengan Negara tetangga dilakukan dengan prinsip kehati--hatian dengan mengedepankan kepentingan nasional dan akuntabilitas kepada rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. 

Oleh sebab itu, setiap titik dan garis yang dirundingkan oleh Pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kepada Rakyat. Perunding tidak hanya diharuskan memahami aspek yuridis, teknis dan politis, namun juga mumpuni berdiplomasi. Ini tugas yang sangat kompleks.

Saudara Muchtar akan lebih paham jika bersedia melakukan studi banding ke negara-negara tetangga (comparative outlook). Perhatikan di negara ASEAN saja, maka akan ditemukan bahwa Indonesia adalah negara yang paling produktif melahirkan perjanjian perbatasan, dan bahkan saat ini semua perundingan perbatasan sedang berjalan secara pararel. Di lain pihak Negara-negara tetangga masih baru memulai perundingan. 

Paramater ini justru lebih objektif untuk mengukur apakah suatu negara berhasil atau gagal dalam isu perbatasan. Sayangnya, Saudara Muchtar mengukur kegagalan Indonesia tanpa alat ukur.

Sangat disayangkan artikel seperti yang ditulis oleh Muchtar Effendi ini sangat cekak dengan pemahaman ini. Sebagai lulusan sebuah universitas yang dikenal sebagai kampus yang merakyat, Penulis sangat menyayangkan ketika seseorang yang membawa titel sebagai alumnus Universitas Gadjah Mada dalam mempublikasikan karya tulisnya justru sama sekali tidak mampu untuk menghasilkan suatu karya tulis yang berbasis data yang aktual dan akurat di suatu laman ('Opini Indonesia') yang justru bermaksud mencerdaskan para pembacanya. Tapi sudahlah, mungkin Artikel Saudara Muchtar bukan dimaksudkan untuk pencerdasan itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun