Mohon tunggu...
Nabila Soraya
Nabila Soraya Mohon Tunggu... Jurnalis - UIN JAKARTA

Menulis

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Muslimah Feminis: Penjelajah Multi Identitas

6 Juni 2022   09:18 Diperbarui: 6 Juni 2022   09:39 240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Penulis                 : Neng Dara Affiah

Penerbit               : Nalar Jakarta 

Tahun Terbit     : April 2009

Tebal Buku         : x + 122 halaman 

Dimensi               : 13 cm x 20 cm

ISBN 10                : 979-26-9021-2 

ISBN 13                 : 978-979-26-9021-7

Buku muslimah feminis: Penjelajahan Multi Identitas merupakan salah satu karya yang ditulis oleh Neng Dara Affiah terkait ketertarikannya terhadap feminisme. Buku ini beliau tulis berdasarkan pengalaman-pengalaman pribadinya yang kemudian dikemas rapi ke dalam tulisannya melalui beberapa identitas seperti agama, etnisitas, gender, serta negara. 

Saya menulis artikel ini bertujuan untuk mereview buku muslimah feminis dari sudut pandang metode biografi, sudut pandang metode fenomenologi, dan sudut pandang berperspektif gender. Buku tersebut terdiri dari empat bab, di antaranya :

Bab pertama      : Aku dan Etnisitas

Bab kedua           : Aku Sebagai Muslim

Bab ketiga           : Aku Sebagai Perempuan

Bab keempat     : Aku Sebagai Anak Bangsa

a. Sudut Pandang Metode Biografi

Biografi merupakan penyampaian yang bersifat mendalam tentang pengalaman hidup seseorang dan mengilustrasikannya melalui tulisan sehingga orang lain bisa menilai dan mengambil sisi positif dari isi penyampaiannya. 

Dalam buku tersebut bab pertama berjudul “Aku dan Etnisitas”di mana penulis menceritakan kisah hidupnya sebagai seorang muslimah sekaligus penggerak feminis serta menjadi bagian dari Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan). 

Beliau mengatakan bahwa etnis akan selalu melekat dalam diri seseorang sebagaimana identitas agama dan Banten adalah etnisitasnya serta agama yang dianut oleh sebagian besar masyarakat Banten adalah Islam. 

Keislaman di Banten sangat kental sehingga mempunyai kedekatan emosional dengan orang Cirebon, Aceh, Padang, dan Makasar. Sedangkan Bahasa yang digunakan oleh masyarakat Banten adalah bahsa Sunda, namun sunda kasar dan sebagian orang menyebut bahasa ini sebagai bahasa egaliter.

Neng Dara Affiahmerupakan seorang perempuan multitalenta yang lahir di Pandeglang, Banten pada April 1970. Beliau adalah putri dari sepasang suami-isteri yang sangat hebat dalam mendidik anak-anaknya serta kental dengan ajaran Islam. Ayahnya adalah seorang Kyai yang memimpin pesantren sekaligus memimpin masyarakat dan ayahnya menganut paham NU (Nahdlatul Ulama) tentu saja sebagai seorang NU beliau melaksakaan ibadah berdasarkan syariat NU seperti membaca doa qunut saat salat Subuh, tahlilan, Maulidan (peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW), Rajaban (Isra Mi’raj), nujuh (peringatan tujuh hari orang me­ninggal), matang puluh (empat puluh hari meninggal), dan khaul (peringatan tahunan orang meninggal). 

Sedangkan ibunya adalah seorang guru agama yang menganut Mathlaul Anwar di mana ibu penulis mengikuti jejak nenekyang sebelumnya telah berguru kepada K.H.Abdurrahman, yakni pendiri organisasi pendidikan Mathlaul Anwar. 

Awalnya nenek penulis dinikahkan oleh salah satu murid K.H. Abdurrahman tujuannya untuk mempererat hubungan kekeluargaan. Kemudian tidak lama itu kakek beliau meninggal, neneknya menikah lagi dengan seorang guru agama yang merupakan alumni Tebu Ireng, Jombang, Jawa Timur. 

Kakek sambung penulis mengembangkan organisasi yang didirikan oleh gurunya dengan men­dirikan Madrasah Wajib Belajar (MWB) walaupun mendapatkan tantangan yang cukup kuat dari pengurus saat itu, namun kakek sambungnya tetap berusaha untuk mengutamakan NU dalam pendidikan yang ia dirikan. Dari sinilah identitas sosial keluarga penulis sebagai warga NU mulai terbentuk.  

Di masa orde baru kelompok Islam NU mulai mengalami peminggiran di mana ayah Neng Dara diintai oleh militer ketika sedang memberikan ceramah diberbagai tempat. 

Muncullah berbagai tekanan yang membuat ayah penulis terpaksa ikut bergabung ke partai golkar, namun ayahnya sangat pintar beliau memanfaatkan partai Golkar untuk tempat penyebaran dakwah melalui organisasi keagamaan dalam partai melalui Majelis Dakwah Islamiyah (MDI) yang ia pimpin se­lama lebih dari dua puluh tahun dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Di sisi lain, banyak pihak yang kecewa ketika sang ayah bergabung ke dalam partai tersebut sebab golkar adalah partai sekuler yang tidak berafiliasi ke­pada agama tertentu. 

Pihak keluarga menyangka apabila Kyai masuk partai golkar beliau bisa menjadi orang yang netral, namun pada kenyataannya tidak. Beliau berdalih bahwa ke­kuasaan akan mendapat peran yang lebih besar, misalnya mem­pe­nga­ruhi para pengambil kebijakan seperti bupati, gu­bernur dan aparat pemerintah lain sehingga banyak pihak yang menganggap Kyai mendukung negara sekuler.

b. Sudut Pandang Metode Fenomenologi

Fenomenologi merupakan studi filsafat yang mempelajari manusia sebagai sebuah fenomena dan menginterpretasikan pengalamannya dengan memberikan makna dari sesuatu yang telah dialaminya. 

Bab kedua berjudul "Aku Sebagai Muslim" yang menceritakan tentang kehidupan keluarga beliau dalam nuansa Islam.Penulis tidak pernah memilih agama yang sudah dianutnya sejak ia dilahirkan sebab telah hadir dan melekat begitu saja sebagai identitas penulis. Kakek buyut dari ayah dan ibu penulis adalah seorang ulama yang sangat berpengaruh dalam meng­ajarkan ilmu-ilmu keislaman di lingkungan sekitar. 

Selain itu, penulis juga menceritakan mengenai pengalamannya di sekolah dasar Islam yang dikelola oleh keluarganya di mana pelajaran yang dominan adalah ilmu-ilmu keislaman, seperti Ilmu Tauhid yang mempelajari sifat-sifat Tuhan, Ilmu Fiqih yang mengajarkan tata cara solat dan mandi wajib, Ilmu Akhlak yang mengajarkan agar manusia bisa berbicara dan berperilaku baik, Ilmu Hadits yang mengajarkan tentang ucapan Nabi Muhammad, dan Sejarah yang mempelajari kisah Nabi Muhammad dan para sahabat-sahabatnya.

Di usianya yang masih remaja beliau bergabung ke dalam gerakan ikhwanul muslimin, namun beliau mengikutinya secara diam-diam karena kelompok pengajian tersebut sangat eksklusif. Setelah beberapa kali mengikuti pengajian, penulis merasa ada sesuatu yang mengganjal dalam batinnya, beliau seringkali merasa takut berdosa karena selalu berbohong ketika ingin mengikuti pengajian dan tentu saja beliau sempat menyebarkan ajaran tersebut kepada teman-teman santrinya.  

Hal ini diketahui oleh ibu Nyai dan penulis mulai merasa takut sehingga ia meminta kedua orang tuanya untuk pindah ke pondok pesantren lain dengan alasan mencari kualitas pendidikan yang jauh lebih baik.Kemudian, ada teman ayahnya yang menginformasikan bahwa memiliki anak yangbersekolah di suatu pesantren di Tasikmalaya dan akhirnya penulis pun tertarik untuk bergabung di sekolah tersebut. 

Di sekolah barunya penulis merasa betah karena sudah mulai belajar latihan dakwah (muballighin), tiap malam Jumat melakukan wiridan, membacakan sejarah hidup Nabi (barjanji), kitab kuning, dan lain sebagainya. Setelah lulus dari pesantren, Neng Dara memutuskan untuk melanjutkan pendidikannya ke IAIN Jakarta. Awalnya beliau ingin mengambil jurusan Agama dan Filsafat, namun pamannya malah mendaftarkan ke jurusan Perbandingan Agama. 

Ketika dinyatakan lolos di IAIN, beliau mulai mengenal beberapa organisasi yang tentunya saling bersaing untuk menjaring mahasiswa agar dapat ikut ke dalam kelompoknya, seperti HMI, PMII, dan IMM. Penulis lebih memilih untuk bergabung ke organisasi PMII, namun ternyata di organisasi tersebut penulis mengalami kekecewaan sehingga beralih ke organisasi yang lain yaitu bergabung ke dalam Forum Mahasiswa Ciputat (FORMACI).

c. Sudut Pandang Berperspektif Gender

Pada bab ketiga buku tersebut membahas tentang Aku Sebagai Perempuanyang di mana penulis menceritakan tentang identitasnya sebagai seorang perempuan. Ia tidak pernah memilih untuk dilahirkan sebagai anak perempuan, namun hal ini sudah menjadi kodrat di mana sesuatu yang telah diciptakan dan hadir di dunia kita selaku hamba tidak bisa menawarnya. 

Sejak kecil penulis sudah dididik untuk menjadi “perempuan”. Dalam artian, ia harus terampil dalam mengerjakanpekerjaan rumah tangga seperti membersihkan rumah dan memasak. Saat beranjak aqil baligh, penulis juga diperintahkan oleh ibunya untuk mengubah pakaian di mulai dari kepala hingga kaki karena itu merupakan aurat bagi setiap wanita muslimah.

 Awalnya penulis selalu menolak dan membantah sebab anak gadis seusianya tidak memakai pakaian yang sama, namun ibunya selalu berkata kepadanya bahwa penulis adalah anak Kyai jadi ia harus menjadi contoh yang baik untuk masyarakat yang ada lingkungan sekitarnya terkhusus untuk para santri wati. 

Penulis berkata kemajuan atau emansipasi perempuan tidak hanya didapatkan dari pihak barat dan anggapan kita bahwa kita tidak memiliki nenek moyang yang menginspirasi kita ternyata salah. Neng Dara sangat terinspirasi oleh perempuan yang memiliki pengaruh kuat bagi perjalanan hidup beliau yaitu neneknya sendiri bernama Hj. Siti Masyitoh. Menurut Neng Dara, sang nenek patut menyandang sebutan feminis sebab neneknya menjadi sosok yang memotivasi dirinya dan orang-orang yang ada disekitarnya.

Pada bab terakhir yaitu bab 4, beliau menceritakan dirinya sebagai anak bangsa. Menurut penulis pemaknaan anak bangsa tidak sedekat ketiga identitas sebelumnya sebab di usia remaja penulis merasa kurang berkomunikasi dengan anak bangsa lain yang berada di luar Banten. 

Penulis bercerita bahwa beliau memperoleh wawasan kebangsaan sejak duduk di bangku sekolah dasar melalui mata pelajaran IPS. Di sisi lain, melalui kedewasaan intelektualnya beliau ikut berpartisipasi melalui gerakan reformasi, gerakan kebebasan pers serta ikut serta dalam melawan penundaan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi. 

Dalam argumentasinya beliau mengatakan bahwa isi RUU tersebut tidak sistematis, ada kekacauan logika, isinya tidak sensitif gender, serta tidak menghargai keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Beliau juga ikut berpartisipasi terkait era orde baru hingga reformasi di mana beliau merasakan pergolakan politik yang membuat penulis tidak percaya terhadap pemimpin sehingga membuat beliau turun tangan sebagai anak bangsa dengan menyuarkan berbagai aspirasinya. Beliau langsung terjun menyampaikan orasinya tanpa mengenal rasa takut, hal ini dilakukan demi tanah air tecinta yang hampir dirusak oleh rezim penguasa.

Kelebihan

Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadinya yang dituangkan dalam karya ilmiah melalui metode kualitatif. Walaupun buku tersebut merupakan sebuah karya ilmiah, namun buku ini mudah dipahami para pembacanya. Buku ini membuat para pembacanya terhayut alur cerita serta terinspirasi oleh kisah hidup Neng Dara terkhusus perempuan sehingga memberikan pencerahan terhadap perempuan-perempuan di masa milenial agar beranimenegakkan feminisme. Tentunya sebagai seorang perempuan saya merasa saya harus mengikuti jejak penulis untuk memperjuangkan hak-hak perempuan serta saya juga harus pandai dalam menyikapi persoalan yang ada di masyarakat.

Kekurangan

Terdapat beberapa kata yang kurang tepat digunakan dalam kalimat-kalimatnya, teorinya kurang banyak dalam mengkaji gender dan feminis. Saat menceritakan etnisitas kurang tajam karena hanya menceritakan latar belakang keluarganya yang dari Banten.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun