c. Sudut Pandang Berperspektif Gender
Pada bab ketiga buku tersebut membahas tentang Aku Sebagai Perempuanyang di mana penulis menceritakan tentang identitasnya sebagai seorang perempuan. Ia tidak pernah memilih untuk dilahirkan sebagai anak perempuan, namun hal ini sudah menjadi kodrat di mana sesuatu yang telah diciptakan dan hadir di dunia kita selaku hamba tidak bisa menawarnya.
Sejak kecil penulis sudah dididik untuk menjadi “perempuan”. Dalam artian, ia harus terampil dalam mengerjakanpekerjaan rumah tangga seperti membersihkan rumah dan memasak. Saat beranjak aqil baligh, penulis juga diperintahkan oleh ibunya untuk mengubah pakaian di mulai dari kepala hingga kaki karena itu merupakan aurat bagi setiap wanita muslimah.
Awalnya penulis selalu menolak dan membantah sebab anak gadis seusianya tidak memakai pakaian yang sama, namun ibunya selalu berkata kepadanya bahwa penulis adalah anak Kyai jadi ia harus menjadi contoh yang baik untuk masyarakat yang ada lingkungan sekitarnya terkhusus untuk para santri wati.
Penulis berkata kemajuan atau emansipasi perempuan tidak hanya didapatkan dari pihak barat dan anggapan kita bahwa kita tidak memiliki nenek moyang yang menginspirasi kita ternyata salah. Neng Dara sangat terinspirasi oleh perempuan yang memiliki pengaruh kuat bagi perjalanan hidup beliau yaitu neneknya sendiri bernama Hj. Siti Masyitoh. Menurut Neng Dara, sang nenek patut menyandang sebutan feminis sebab neneknya menjadi sosok yang memotivasi dirinya dan orang-orang yang ada disekitarnya.
Pada bab terakhir yaitu bab 4, beliau menceritakan dirinya sebagai anak bangsa. Menurut penulis pemaknaan anak bangsa tidak sedekat ketiga identitas sebelumnya sebab di usia remaja penulis merasa kurang berkomunikasi dengan anak bangsa lain yang berada di luar Banten.
Penulis bercerita bahwa beliau memperoleh wawasan kebangsaan sejak duduk di bangku sekolah dasar melalui mata pelajaran IPS. Di sisi lain, melalui kedewasaan intelektualnya beliau ikut berpartisipasi melalui gerakan reformasi, gerakan kebebasan pers serta ikut serta dalam melawan penundaan undang-undang anti pornografi dan pornoaksi.
Dalam argumentasinya beliau mengatakan bahwa isi RUU tersebut tidak sistematis, ada kekacauan logika, isinya tidak sensitif gender, serta tidak menghargai keragaman yang dimiliki bangsa Indonesia. Beliau juga ikut berpartisipasi terkait era orde baru hingga reformasi di mana beliau merasakan pergolakan politik yang membuat penulis tidak percaya terhadap pemimpin sehingga membuat beliau turun tangan sebagai anak bangsa dengan menyuarkan berbagai aspirasinya. Beliau langsung terjun menyampaikan orasinya tanpa mengenal rasa takut, hal ini dilakukan demi tanah air tecinta yang hampir dirusak oleh rezim penguasa.
Kelebihan
Buku ini ditulis berdasarkan pengalaman pribadinya yang dituangkan dalam karya ilmiah melalui metode kualitatif. Walaupun buku tersebut merupakan sebuah karya ilmiah, namun buku ini mudah dipahami para pembacanya. Buku ini membuat para pembacanya terhayut alur cerita serta terinspirasi oleh kisah hidup Neng Dara terkhusus perempuan sehingga memberikan pencerahan terhadap perempuan-perempuan di masa milenial agar beranimenegakkan feminisme. Tentunya sebagai seorang perempuan saya merasa saya harus mengikuti jejak penulis untuk memperjuangkan hak-hak perempuan serta saya juga harus pandai dalam menyikapi persoalan yang ada di masyarakat.
Kekurangan