Mohon tunggu...
nabilamuriah
nabilamuriah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

menulis, dengarin musik, nari

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Ratusan Guru Honorer Jakarta Dipecat Menjadi Sebuah Tantangan Bagi Sistem Pendidikan Indonesia

13 Desember 2024   11:30 Diperbarui: 13 Desember 2024   09:25 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Kabar mengejutkan datang dari ibu kota, di mana lebih dari seratus guru honorer di

Jakarta diberhentikan secara sepihak oleh pemerintah daerah melalui program cleansing.

Berita ini menimbulkan kegeraman di kalangan publik, tidak terkecuali Ketua DPR RI

Puan Maharani, yang turut menyampaikan kritik keras terhadap keputusan ini. Pemecatan

ratusan guru honorer ini tidak hanya merugikan mereka secara pribadi tetapi juga

mencerminkan masalah struktural dalam sistem pendidikan Indonesia, terutama terkait

dengan nasib tenaga honorer yang seringkali berada di bawah bayang-bayang

ketidakpastian pekerjaan. Dalam opini ini saya akan mengulas masalah ini lebih dalam

serta menawarkan beberapa rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan di masa depan.

Polemik pemecatan guru honorer di Jakarta ini merupakan dampak dari program

yang disebut cleansing, dimana ratusan guru diberhentikan dengan alasan bahwa mereka

diangkat tanpa melalui prosedur yang benar, yakni tanpa rekomendasi dari Dinas

Pendidikan (Disdik) DKI Jakarta. Sebagai tindak lanjut dari hasil Badan Pemeriksa

Keuangan (BPK), pemerintah daerah merasa perlu melakukan pemutusan kerja sama

tersebut. "Namun, tindakan ini menimbulkan pertanyaan besar: 'bagaimana bisa sekolah-

sekolah di DKI Jakarta mengangkat guru honorer tanpa rekomendasi dari Disdik? Apakah

kebutuhan akan tenaga pengajar yang mendesak telah mengesampingkan prosedur

formal?' "

Keputusan ini sangat mengejutkan dan tidak sesuai dengan semangat perbaikan nasib

guru honorer yang selama ini menjadi salah satu fokus pemerintah. Kita tidak bisa

menutup mata bahwa para guru honorer ini telah memberikan kontribusi nyata bagi

pendidikan di Indonesia, terutama di wilayah-wilayah yang mengalami kekurangan

tenaga pengajar. Pemutusan kerja sama ini tidak hanya berdampak pada nasib ratusan

guru, tetapi juga berpotensi mengganggu proses belajar mengajar di sekolah-sekolah yang

terdampak.

Guru honorer sering kali disebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa, memiliki

peran penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Mereka mengisi kekosongan yang

ditinggalkan oleh kurangnya tenaga pengajar tetap di berbagai sekolah, terutama di

daerah-daerah yang terpencil dan minim akses pendidikan. Namun, kesejahteraan mereka sering kali tidak sebanding dengan pengorbanan yang diberikan. Dengan status yang tidak

tetap, gaji yang jauh di bawah standar guru PNS, dan ketidakpastian masa depan karir,

guru honorer kerap kali berada di posisi yang rentan.

Pemecatan secara sepihak ini menunjukkan bahwa pemerintah masih belum

sepenuhnya menghargai peran guru honorer dalam mendukung sistem pendidikan di

Indonesia. Di satu sisi, pemerintah berkomitmen untuk memperbaiki nasib tenaga

honorer, termasuk melalui rencana penataan tenaga non-ASN. Di sisi lain tindakan seperti

pemecatan ini menunjukkan adanya kontradiksi dalam implementasi kebijakan.

Pemutusan kerja sama dengan ratusan guru honorer ini berpotensi memberikan

dampak negatif yang signifikan terhadap kualitas pendidikan di DKI Jakarta. Pada awal

tahun ajaran baru, dimana sekolah-sekolah seharusnya memfokuskan perhatian pada

proses belajar mengajar, pemecatan ini bisa menyebabkan kekurangan tenaga pengajar.

Dalam jangka pendek sekolah-sekolah yang terdampak harus mencari pengganti guru

honorer yang diberhentikan, yang mungkin tidak mudah dilakukan dalam waktu singkat.

Ini dapat menghambat proses belajar mengajar dan merugikan para siswa yang

membutuhkan bimbingan dari guru-guru tersebut.

Selain itu pemutusan kerja ini juga berdampak pada motivasi guru-guru lainnya, baik

honorer maupun PNS, yang mungkin merasa khawatir terhadap ketidakpastian pekerjaan

mereka di masa depan. Jika kesejahteraan dan status guru terus diabaikan, bukan tidak

mungkin kita akan menghadapi krisis tenaga pengajar di masa mendatang.

Dalam situasi ini, peran pemerintah sebagai fasilitator sangatlah krusial [1].

Sebagaimana disampaikan oleh Puan Maharani, dialog antara pemerintah, sekolah, dan

para guru harus dilakukan untuk menemukan solusi terbaik. Kebijakan pemecatan secara

sepihak ini harus dievaluasi ulang, dengan mempertimbangkan kebutuhan tenaga

pengajar serta prosedur yang berlaku. Pemerintah pusat dapat menjadi mediator untuk

memastikan bahwa hak-hak para guru honorer terlindungi, sekaligus memastikan bahwa

proses belajar mengajar tidak terganggu.

Perlunya pemerintah untuk memperkuat regulasi dan prosedur pengangkatan guru

honorer agar kasus seperti ini tidak terulang di masa mendatang [2]. Jika memang ada

kesalahan administratif yang dilakukan oleh pihak sekolah, hal tersebut harus

diselesaikan melalui jalur yang adil dan transparan, tanpa harus mengorbankan nasib para

guru yang telah bekerja keras.

Untuk mengatasi masalah ini dan mencegah terulangnya kejadian serupa, ada

beberapa langkah yang dapat diambil oleh pemerintah:

Pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, harus

memfasilitasi dialog terbuka antara pihak sekolah, Disdik, dan para guru honorer

untuk mencari solusi yang adil. Audiensi ini harus dilakukan dengan transparansi

penuh, agar semua pihak dapat memahami posisi masing-masing dan mencapai

kesepakatan yang saling menguntungkan.

Pemerintah harus memperbaiki sistem pengangkatan guru honorer, termasuk dengan

menetapkan prosedur yang jelas dan mudah dipahami oleh sekolah-sekolah. Hal ini

penting untuk mencegah terjadinya kesalahan administratif di masa mendatang [3].

Selain penataan administrasi, pemerintah juga perlu memperbaiki kesejahteraan guru

honorer, baik dari segi gaji maupun status pekerjaan. Ini dapat dilakukan dengan memberikan akses yang lebih mudah bagi para guru honorer untuk menjadi ASN,

serta menjamin hak-hak mereka sebagai tenaga pendidik.

Program cleansing yang dilakukan pemerintah daerah harus dievaluasi ulang [4].

Jika memang bertujuan untuk membersihkan sistem dari ketidaksesuaian prosedural,

langkah tersebut harus dilakukan secara bijak, tanpa harus mengorbankan tenaga

kerja yang telah berkontribusi terhadap pendidikan.

Pemecatan ratusan guru honorer di DKI Jakarta merupakan masalah serius yang

mencerminkan adanya ketidakselarasan antara kebijakan pemerintah pusat dan

pelaksanaannya di daerah. Dalam situasi ini, peran pemerintah sebagai fasilitator sangat

diperlukan untuk mencari solusi yang adil bagi semua pihak. Selain itu, pemerintah perlu

segera memperbaiki sistem pengangkatan guru honorer, memperbaiki kesejahteraan

mereka, dan memastikan bahwa tindakan seperti pemecatan sepihak ini tidak akan

terulang di masa mendatang. Pendidikan adalah fondasi masa depan bangsa, dan para

guru---termasuk guru honorer---memainkan peran vital dalam membangun fondasi

tersebut. Mari kita jaga martabat mereka, demi masa depan generasi penerus yang lebih

baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun