Mohon tunggu...
Nabila Kleib
Nabila Kleib Mohon Tunggu... Wiraswasta -

Sometimes, we just can't be a right one, and a nice one at the same time.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Untuk Ayah yang Ditelapak Kakinya Mungkin Tak Terdapat Surga

8 Oktober 2016   06:51 Diperbarui: 8 Oktober 2016   07:49 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinar pagi melukiskan waktunya di penghujung subuh.

Mentari mengetuk lelapnya seorang lelaki.

Ia berbegas menyambut pagi, 

Walau peluh masih menyelimuti tubuh rentanya. 

Ia bergegas memompa diri, mendaki pundi-pundi terjal.

Hanya untuk menjamin kecerahan masa depan keluarga.

Hari demi hari, sang lelaki menunggangi beratnya hidup.

Menepis semua air mata hanya demi melihat sebuah senyuman pada sang buah hati.

Saat senja pulang, ia pulang dengan basuhan keringat.

Sang anak mengeluh, jua sang istri. Tapi tidak dengannya.

Ia berdiri tegak dan tersenyum, seakan-akan laranya melebur begitu saja. 

Ia hanyalah seorang ayah yang ditelapak kakinya mungkin tak terdapat surga.

Tapi tetap bersikeras membangun istana nirwana untuk sepasang mata kecil berbinar.

Tak mengindahkan derasnya hujan yang mengguyur, 

atau sengatan mentari yang merasuk tubuhnya.

Ia hanyalah seseorang dibalik layar kehidupan.

Tak pernah menaiki panggung, tak pernah mementaskan dramanya.

Cukuplah ia memeluk dan memendam lelahnya sendiri,

Hanya duduk di kursi terdepan, menonton dan menjaga senyuman keluarga. 

Tubuhnya tak lagi sekuat baja. 

Walau renta sudah menanjaki usianya.

Walau butiran lelah membanjiri tubuhnya.

Walau rabun menyelimuti matanya.

Ia lah sang ayah, yang selalu berdiri tegak. 

Terimakasih ayah, untuk surga dunia yang kau perjuangan untukku...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun