Ia hanya memberi, lalu merengkuh
Kuseduh pahitnya takdir dalam cangkir
Menyeruput hingga lidahku lupa rasa manis
Namun, bukankah pahit adalah hidup?Â
Bukankah hitam adalah syair yang tak kasat mata?Â
Aku mencintai apa yang tak kupilih
Memeluk yang membentur tulang rusuk ku
Dalam keruntuhan, aku berdiri
Dan pada takdir yang tak pernah berbelok
Aku tersenyum
Sebab ia adalah aku
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!