Pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger membangun pemukiman dan kemudian memerintah di kawasan Tengger dengan sebutan Purbowasesa Mangkurat Ing Tengger, maksudnya “Penguasa Tengger yang Budiman”. Nama Tengger diambil dari akhir suku kata nama Rara Anteng dan Jaka Seger. Kata Tengger berarti juga Tenggering Budi Luhur atau pengenalan moral tinggi, simbol perdamaian abadi.
Dari waktu ke waktu masyarakat Tengger hidup damai dan sejahtera, akan tetapi sang penguasa tidaklah merasa bahagia, karena setelah beberapa lama pasangan Rara Anteng dan Jaka Tengger berumah tangga, mereka belum juga dikaruniai keturunan. Akhirnya diputuskanlah keduanya naik ke puncak Gunung Bromo untuk bersemedi dengan penuh kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa agar di karuniai keturunan.
Tiba-tiba ada suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat, bila telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo, lalu pasangan ini menyanggupinya begitu saja. Kemudian didapatkannya 25 orang putra-putri, namun sebagai orang tua, mereka tetaplah tidak tega bila kehilangan anaknya. Karena mereka ingkar janji, Dewa menjadi marah dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita sehingga kawah Gunung Bromo menyemburkan api.
Kusuma, anak bungsunya pun lenyap dari pandangan dan terjilat api, kemudian masuk ke kawah Bromo. Bersamaan dengan hilangnya Kusuma, terdengarlah suara gaib, ”Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orang tua kita dan Syah Hyang Widi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah Syah Hyang Widi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji yang berupa hasil bumi kemudian dipersembahkan kepada Hyang Widi asa di kawah Gunung Bromo."
Sampai sekarang kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap tahun diadakan upacara Kasada di Poten lautan pasir dan kawah Gunung Bromo. Begitulah Legenda Gunung Bromo. Semoga cerita ini menjadi budaya yang tak terlupakan, karena sampai sekarang, Gunung Bromo menjadi tempat yang begitu indah dan menjadi lokasi wisata Bromo meski di selimuti banyak misteri.
Nilai Moral
Dalam kasus lamaran Roro Anteng, kita bisa memetik hikmahnya, bahwa kita memang tidak boleh menolak permintaan orang dengan kasar, namun kita juga harus memikirkan konsekuensinya jika kita menerima permintaan tersebut. Apabila kita tidak bisa menyanggupinya, sebaiknya kita tolak permintaan tersebut dengan baik.
Kemudian dalam kasus pengorbanan si bungsu, itu mencerminkan bahwa saat kita menginginkan sesuatu dan kemudian dapat tercapai, kita tidak boleh lupa dengan syarat yang harus kita penuhi demi menggapai keinginan tersebut.
Nilai Budaya