Mohon tunggu...
ranny m
ranny m Mohon Tunggu... Administrasi - maroon lover

Manusia dg keberagaman minat dan harap. Menjadi penulis adalah salah satunya. Salah duanya bikin film. Salah tiganya siaran lagi. Salah empatnya? Waduh abis dong nilainya kalo salahnya banyak hehe..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Asa Telah Usai

29 Januari 2016   09:51 Diperbarui: 29 Januari 2016   15:01 5
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Seperti biasa setiap pagi aku lebih dulu datang daripada dia. Karena dua alasan penting. Satu karena dia atasanku. Dua karena aku ingin melihatnya masuk pintu itu, mengucapkan salam dan tersenyum manisss kepadaku atau sekedar menyapa sudah sarapan atau apalah. Namanya Felix Pramadya. Usianya? Humh akan 30 tahun tepatnya di bulan depan. Lima tahun lebih dewasa usianya dariku. Ia manager operasional di Kantor Cabang Pembantu Bank tempatku bekerja.

"Assalammualaikum"

Pintu itu terbuka bersamaan dengan suara salam dari si kacamata itu. Sepintas bolehkah kusamakan ia dengan Dikta vokalis Yovie and Nuno? Bedanya di barisan jenggot tipis rapihnya saja.

"Pagian,Mas?" Sasti teman akrabku sesama Back Office menyapanya.

"Oh iya. Mau ada HRD pusat dateng. Katanya ada tambahan teller baru."

Kami mengangguk.

"Belum dateng ya?" Ia bertanya pada kami

"Belum" Sasti lagi yang jawab.

Aku memang lebih banyak diam jika berhadapan dengan Mas Felix. Gerogi.

***

Ternyata teller baru yang disebut itu adalah Diana. Teman akrabku saat SD. Selepas SD ia dan keluarganya pindah ke Bandung. Termasuk sepupunya, Mahesa, juga ikut pindah.

Senang sekali rasanya bertemu kembali dengan Diana.

"Di, kok nggak ngabarin kalo balik ke Lampung?"

"Hei aku udah kirim pesan di facebook-mu"

"Oh ya? Maaf, udah lama nggak buka"

"Iya nggak apa-apa. Seneng deh sekantor sama kamu"

"Sekeluarga Di yang balik ke Lampung? Apa lo aja?"

"Iya sekeluarga. Sama keluarganya Mahesa juga tapi masih bulan depan. Mau nempatin rumahnya almarhum kakek nenek yang deket rumahmu itu"

"Oh iya ya udah setahun kosong ya?"

***

Sudah sebulan Diana bekerja di sini. Hari-hari berjalan normal seperti biasanya. Aku sedang makan siang dengan Sasti. Diana tidak ikut karena sedang puasa senin-kamis.

"Hay, gue ada info penting banget!"

"Humh" Santai aku menanggapi pembukaan percakapan Sasti

"Mas Felix mau resign"

"Uhuk!" Tersedak aku mendengar berita itu. "Apaa?"

"Iya. Gue tadi denger dia lagi ngobrol sama Pak Kacap (Kepala Cabang)."

"Lah gue dimana kok nggak denger?"

"Dimana ya? Lo tadi lagi ke atm kayaknya"

"Terus terus?"

"Katanya dia mau nikah"

"Hah?"

"Biasa aja tu expresi! Sabar yaaaaa.." Sasti menepuk-nepuk bahuku. "Lo juga sih cuma bisa ngeliatin terus nunduk senyum-senyum sendiri doang! Nyapa kek! Ni sekarang dia mau nikah, baru deh jleb!"

"Ahhhhh.." sakiiiiiittttt,Sas. "Kenapa resign?"

"Mau nikah,Hay!"

"Ya nikah, nikah aja. Kenapa resign?"

"Supaya lo nggak ngarepin suami orang! haha"

"Parah lo! Temen sedih, malah ketawa"

"Eh iya sorry. Ya nggak tau gue lebih detailnya"

"Ya kan bisa aja nikah tanpa harus resign"

"Mungkin calonnya orang luar daerah, terus dia mau nyusul istrinya"

Aku mengangguk "Ya bisa. Atauuuuu.."

"Apa?"

"Calonnya orang sini. Kan nggak boleh nikah satu bank!" Aku mulai memikirkan siapa yang mungkin jadi calon istrinya Mas Felix. Beruntung sekali gadis itu. Mas Felix yang sholeh, baik, mapan. Ahhhhh...

"Humhhhh siapa ya? Banyak sih yang single. Bukan gue sih yang jelas, Hay. Bisa diamputasi gue sama lo haha"

"Iya. Mutilasi sekalian"

"Hahahahaaa"

Sasti tertawa. Aku? Sakit jiwa memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang ada.

Seminggu yang lalu Diana sempat nanya-nanya tentang Mas Felix. Ya Allah, Diana kah pilihan Mas Felix?

***

Sore ini aku pulang bareng Diana. Dia memboncengku naik motornya.

"Di, lo denger kabar Mas Felix mau resign?"

"Ohya?"

"Iya. Kabarnya mau nikah"

"Oh"

"Lo tau sama siapa?" Setengah aku mulai menyelidiki kemungkinan bahwa Diana lah calon istri Mas Felix yang membuatnya rela resign. Diana memang

manis. Jelas. Dia kan teller. Minimal wajahnya nggak buruk. Dan dia ramah, santun, kalem dan keibuan. Wajar rasanya jika Mas Felix memilihnya. Diana masih diam, tak menjawab pertanyaanku.

Kami sudah di depan rumahku.

"Mampir, Di"

"Hay.." Diana setengah ragu untuk melanjutkan kalimatnya.

"Kenapa?" Aku makin penasaran. Makin takut dengan setengah keyakinanku bahwa dialah calon istri Mas Felix.

Diana melepas helmnya lalu mengikutiku menuju teras rumahku. Aku semakin gugup. Tanganku sudah dingin sekali. Tumben Diana sampai mampir. Biasanya dia hanya mengantarku sampai pagar, lalu segera pulang. Tapi nggak mungkin juga rasanya untuk menanyakannya, toh aku sendiri yang menawarkannya mampir meskipun hanya basa-basi.

"Duduk,Di. Gue ambilin minum dulu ya"

Diana hanya tersenyum mengangguk.

"Diminum,Di"

"Iya" Ia tersenyum dan meneguk air yang kusuguhkan. Aku bingung bagaimana membuka percakapan. Rasanya ingin langsung kuinterogasi saja Diana ini. Aku diam. Bingung. Akhirnya dia yang lebih dulu membuka pembicaraan.

"Hay, tapi jangan bilang-bilang siapa-siapa ya. Belum untuk dipublikasikan. Tapi karena kamu sahabatku, ya mungkin kamu harus tau duluan dong." Diana tersenyum membuka wacana.

"Oke" Aku mencoba menyembunyikan raungan penasaran yang hampir meledak itu.

"Mengenai Mas Felix yang mau resign, aku tau. Dia mau nikah juga aku tau."

"Dan itu sama lo? Please bukan,Di" ucapku dalam hati.

"Kok bisa?" Akhirnya itu yang terlontar dari mulutku.

"Iya. Aku sama Mas Felix itu udah lama kenal. Nggak pacaran sih, cuma akrab aja. Dia yang cariin aku kerjaan. Eh pas aku udah keterima di sini, dia ngelamar aku. Terus Mas Felix bilang siap untuk resign karena kantor kita nggak ngizinin sesama pegawai untuk nikah kan."

Aku diam. Mataku nanar menatapnya. Otakku berputar menyusun kembali tiap huruf yang ia ucapkan. Masih merasa bahwa aku salah dengar. Tapi tidak! Aku tidak salah dengar. Dan secepatnya aku memanggil kembali kesadaranku untuk menghadapi kenyataan.

***

This is real,Haya. You're not on a dream. Mas Felix sudah memilih wanitanya. Meski kau telah mengharapkannya lebih dari dua tahun ini.

"Aku ingin kau menerima seluruh hatiku..

Aku ingin kau mengerti, di jiwaku hanya kamu..

Namun bila kau tak bisa menerima aku..

Lebih baik ku hidup tanpa cinta"
(Yovie and Nuno - Tanpa Cinta)

***

Jaksel, 07082915 - 12:02pm

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun