Mohon tunggu...
Nindy Prisma
Nindy Prisma Mohon Tunggu... Buruh - buruh di balik kubikel dan penikmat pertandingan olahraga

...Real Eyes Realize Real Lies...

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Waktu Hujan Turun (3)

3 Mei 2015   16:15 Diperbarui: 10 September 2015   10:54 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Hmm, aku mengerti, ya sudah kau ganti dulu seragammu. Aku tunggu di kantin sekolah. Ok.” Rhaya mengangguk saat Indah meninggalkannya didepan toilet. Rhaya merapikan dirinya didepan cermin besar yang ada disana kemudian melipat baju seragamnya yang basah. Baru saja satu langkah hendak keluar pintu toilet ketika sebuah tangan menyambar pergelangan tangan Rhaya.

“Eh... Apa yang kau lakukan?” protes Rhaya berusaha melepaskan pegangan itu, namun sama sekali tidak ditanggapi.

“Yak~ Kau ini siapa. Lepaskan tanganku?” Beberapa siswa yang melihat kejadian itu melemparkan tatapan bertanya dan heran. Rhaya masih berusaha melepaskan genggaman tangan pemuda itu, namun semakin berontak semakin kuat genggaman pemuda itu. Sesaat kemudian Rhaya terdiam ketika langkah kaki mereka akhirnya berhenti didepan sebuah ruangan.. Ruang Guru.

“Ikuti aku dan jangan pergi.” ujar pemuda  itu yang bagi Rhaya lebih terdengar sebagai perintah. Pemuda itu lebih dulu masuk kedalam ruang guru dengan Rhaya mengikuti dibelakangnya.

***

“Wow, Erlangga Pratama ada angin apa kau membawa seorang gadis ke kelas kita hah?” beberapa siswa berseru saat Elang kembali ke kelas bersama dengan seorang gadis.

“Akan ada angin topan yang akan membawamu keluar dari kelas ini.” Suara khas itu sontak membuat seluruh siswa-siswi berhamburan menuju meja mereka masing-masing.

“Hari ini kita Kuis... Jadi tidak perlu lagi aku beritahu apa yang harus kalian lakukan?”

“Iya Bu~~.” Semua siswa menyimpan buku catatan mereka dari atas meja dan menggantinya dengan selembar kertas.

“Kau bisa duduk disini Rhaya.” Rhaya mengangguk dan duduk dimeja guru lalu mulai menyiapkan kertas dan alat tulisnya.

Ada pandangan mata yang tidak berhenti menatap apa yang dilakukan Rhaya, hingga pandangan mereka bertemu dan Rhaya hanya bisa menghindari tatapan itu dengan memandang ke arah lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun