“Apa sudah kau pikirkan?”
“Pikirkan apa?” jawabnya singkat, kembali mengalihkan padangannya pada hujan yang kini membasahi kota.
“Soal permintaanku untuk... berpisah.” Begitu lirih Raisa mengucapkan penggalan kata terakhir. Kedua bola matanya tidak bisa berpaling dari tubuh namja dihadapannya. Mata Dirga terpejam, rahangnya mengeras dan kedua tangannya mengepal didalam saku celananya.
“Aku tidak pernah mendengar permintaan itu, jadi anggap saja aku tidak pernah memikirkannya.” jawab Dirga begitu dingin, sedingin tetesan air hujan yang menerpa wajahnya saat dia menyandarkan kepalanya didekat jendela yang sedikit terbuka.
“Aku hanya tidak ingin ini lebih menyakitimu.”
“Berpisah atau tidak kau tetap akan meninggalkanku bukan.. Jadi apa bedanya?”
“Dirga.”
“Jika kau tidak ingin aku melakukan ini untukmu, setidaknya biarkan aku melakukan ini untuk diriku sendiri.”
Bulir airmata itu akhirnya terjatuh tepat di punggung tangan Raisa.
“Maafkan aku.” Lirihnya berusaha menahan laju airmatanya. Sementara Dirga hanya bisa menghela napas dan kembali membuka matanya.
“Tidak perlu meminta maaf karena tidak ada yang salah disini.. Kemarilah, kau tidak ingin melewatkan hujan ini bukan.” Dirga bergerak mendekati Raisa, membantu gadis itu bangkit dan membimbingnya ke arah jendela tempat mereka selalu menikmati hujan bersama.