Pada 1908 van Heutsz mendirikan organisasi kepariwisataan yaitu Vereeniging Toeristenverkeer (VTV). Lembaga biro pariwisata ini terdiri dari pemerintah dan swasta seperti perusahaan perkapalan Koninklijke Paketvaart Maatschappij, perusahaan kereta api kereta api Nedelandsch-Indische Spoorweg-maatschappij, perhotelan, bank, dan biro perjalanan.
Lembaga ini sangat terlibat secara langsung dalam konsolidasi negara Hindia Belanda. Peta geografi Hindia Belanda ditempatkan sedemikian rupa di atas peta Eropa dan Amerika dan digunakan sebagai kepala surat lembaga ini -- suatu bentuk representasi cara pandang atas gemilangnya kolonialisme Belanda sebagai negeri kecil di Eropa namun menguasai wilayah kolonial yag lebih luas dari benua Eropa dan benua Amerika, dan saat yang bersamaan juga mengaktualisasikan imaji Tanah Hindia Belanda sebagai kesatuan geopolitik.Â
Oleh pemerintah kolonial pariwisata digunakan sebagai politics of seeing atau bagaimana pemerintah kolonial memandang dirinya sendiri. Hindia Belanda diberi tagline "eksotis dan indah."
Jawa adalah destinasi pertama yang ditawarkan dengan digambarkan sebagai pulau yang memiliki pesona alam yang indah, gunung-gunung berapi, situs-situs arkeologi jaman Hindu, kebun raya, dan sudah memiliki infrastruktur yang baik serta akomodasi yang modern.Â
Jawa dipromosikan dengan "branding" Come to Java. Â Pesona alam Jawa difokuskan pada gambaran pemandangan tropis dan gunung api. Gambaran Jawa yang indah dengan pemandangan persawahan dipadukan dengan ancaman gunung api yang aktif ini mengundang imajinasi "kaum plesiran" dengan romantismenya.Â
Fokus pada gambar pemandangan pegunungan tentu saja berhubungan dengan apa yang disebut dengan alpine tourism sebagai trend dalam pariwisata internasional misalnya dalam salah satu brosur VTV, menampilkan promosi daerah Preanger atau Priangan sebagai Switzerland of Java.
Sejak tahun 1920-an Bali mulai muncul sebagai destinasi pariwisata Hindia Belanda yang utama.Â
Nampaknya, orisinalitas dan  budaya Bali menjadi daya tarik tersendiri dibandingkan alam Jawa. Namun demikian ini tidak berarti Jawa hilang dari daftar destinasi melainkan sebagai awal munculnya Bali sebagai destinasi wisata.Â
Promosi tentang Bali sudah dimulai sejak 1914 dengan diterbitkannya Illustrated Guide to East Java, Bali and Lombok. Di dalamnya Bali dipromosikan sebagai destinasi "yang penuh dengan budaya dan tradisi unik dari penduduknya" dengan ajakan petualangan bahwa kunjungan ke Bali hanya untuk mereka yang tidak berkeberatan tinggal dengan fasilitas yang minimum.
Keberhasilan dalam mengelola pariwisata Hindia Belanda  dilakukan melalui aktivitas marketing communications yang menggunakan kajian-kajian Indolog dan menggunakannya sebagai materi untuk menyusun penerbitan-penerbitan paradigmatik seperti peta dan brosur-brosur.Â
Hasil proses selektif dalam aktivitas marketing communications ini masih relevan sampai saat ini khususnya untuk melihat bagaimana pariwisata dilakukan dan bagaimana proses seleksi dalam menetapkan dan menampilkan daerah wisata.Â
Pandangan "eksotik dan indah" menjadi paradigma "indah dan kaya" untuk merepresentasi Hindia Belanda -- sebuah paradigma yang terus digunakan dalam kepariwisataan Indonesia hingga jauh di masa kemudian.
Praktek kolonialisme, yang sebelumnya identik dengan penjelajahan dan petualangan, pada awal abad ke-20 bergeser menjadi lekat dengan pengayoman dan pemeliharaan sekaligus mempertontonkan keberhasilan vocation civilastrice pada wilayah koloni.Â
Pariwisata menjadi alat untuk memamerkan keberhasilan ini melalui imaji dan representasi yang pada gilirannya digunakan sebagai alat memperluas konsolidasi Indonesia yang dimulai dari Jawa, kemudian Sumatra, lalu Bali.Â
Kelak, imaji dan representasi ini menjadi identitas yang baku tentang wilayah-wilayah tersebut tidak hanya dalam kepariwisataan melainkan juga dalam ke-Indonesia-an. Â
Daerah-daerah lain di Kepulauan Nusantara juga dipromosikan seperti Maluku namun sangat sedikit sedangkan daerah-daerah seperti Sunda Ketjil (kecuali Lombok), Sulawesi dan Kalimantan sekalipun di muat dalam majalah Tourism in Netherlands Indie  namun tidak dipromosikan secara khusus oleh VTV karena terbatasnya fasilitas dan infrastruktur di sana.
Bila dilihat dari terbitan-terbitan paradigmatik itu terlihat konsep "negara kepulauan" sangat kental dalam imaji yang direpresentasikannya yang pada gilirannya semakin menjauhkan konsep maritim dari imaji "kalangan plesiran."Â
Sematan paradigma "negara kepulauan" menjadi identitas baru Indonesia. Kenangan tentang kehebatan armada kerajaan-kerajaan Nusantara serta peradaban laut yang menyertainya sudah surut ke belakang. Paradigma ini masih berlaku sampai saat ini.
Dalam  perspektif sejarah, kelahiran pariwisata modern di Eropa adalah upaya manusia Pencerahan untuk mengembangkan wawasan pendidikan, menandakan kedewasaan, dan status sosial.Â
Sebaliknya kelahiran pariwisata modern di Indonesia adalah bagian dari pembentukan pasar dan proses industrialisasi demi peningkatan pertumbuhan ekonomi Hindia Belanda. Bila pariwisata modern di Eropa terbentuk berakar pada kesadaran akan kebudayaannya sendiri maka pariwisata Indonesia modern terbentuk berakar sebagai industri dengan membentuk produknya dari serakan kepingan-kepingan kebudayaan yang pilih untuk bisa menguntungkan.
Ketika pariwisata Indonesia masih terus dijiwai oleh cara pandang neo-orientalistik dan didominasi oleh kepentingan ekonomi saja, maka lambat laun identitas nasional semakin lebih banyak ditentukan oleh poster-poster wisata, cendera mata, guidebooks, serta apa yang dianggap sebagai selera pasar yang mengakibatkan imaji tentang Indonesia hanya sebagai sebagai etalase saja ketimbang sebagai sumber nilai-nilai yang menjadikan pariwisata Indonesia orisinal dan unik. Padahal nilai-nilai keunikan dan orisinal ini justru bisa dijumpai dalam kemaritiman sebagai politic of seeing terhadap Indonesia.
Pariwisata maritim Indonesia tidak boleh hanya berhenti menjadi industri dari yang seharusnya menjadi sebuah bentuk "seni perjalanan" untuk menemukan dan melahirkan kembali nilai-nilai dari peradaban lama Nusantara serta menafsirkannya kembali untuk membangun manusia Indonesia modern yang otonom dan berakar dalam kebudayaannya.
Dan atas nama kreativitas, pariwisata Indonesia harus mencari dan membangkitkannya dari dalam kebudayaannya sendiri khususnya kebudayaan maritim. Â Bila tidak maka segala proses kreatif itu hanya akan sampai pada taraf imitasi saja, dari satu tahapan statis ke tahapan statis lainnya sehingga selalu terbelakang dan tidak pernah menjadi trend setter.Â
Akibatnya, orisinalitas dan keunikan yang seharusnya menjadi identitas nasional menjadi kabur dan memunculkan imaji dan pemujaan pariwisata yang berorientasi hanya pada hasil capaian ekonomi berupa target-target kunjungan dan nilai finansial yang diperoleh daripada yang seharusnya imaji dan representasi nilai-nilai asali yang otonom dan bebas atau dalam bahasa maritimnya "sejauh mata memandang luasnya laut."
Dalam pembangunan pariwisata Indonesia, sebagai bagian penting dari pembangunan nasional, disamping pengetahuan, ketrampilan, keahlian dan hasil finansial seharusnya tidak boleh melupakan satu dimensi yang utama, yaitu dimensi manusia yang unik secara subyektif sehingga menjadikannya orisinal, yang nampak dalam nilai-nilai dari ungkapan kebudayaanya ketimbang gemerlap ungkapan budaya yang melulu diukur secara ekonomi. Â
Dengan demikian, kegiatan pariwisata sebagai proyeksi kepribadian nasional tidak boleh semata-mata diukur oleh pertumbuhan ekonomi namun juga harus diukur dengan bagaimana kegiatan pariwisata sebagai bagian dari proses historisitas Indonesia juga memantulkan bentuk bangsa Indonesia dalam membenarkan keberadaannya.Â
Dengan kata lain, menjejak serta merumuskan kembali  paradigma "negara laut besar yang ditaburi pulau-pulau" atau Nuantara, orisinalitas dan keunikan yang menjadi faktor pembentuk bangsa menjadi penting karena akan menentukan perkembangan pariwisata Indonesia selanjutnya yaitu sebagai ungkapan identitas  nasional Indonesia.
Dipresetasikan di Politeknik Pariwisata Makassar
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H