Mohon tunggu...
Muhammad Yushar
Muhammad Yushar Mohon Tunggu... Akuntan - Akuntan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Dosen Prof. DR. Apollo, M.Si, Ak - NIM 55520120020 - MUHAMMAD YUSHAR - Universitas Mercu Buana

Penggiat perpajakan yang berpedoman dalam menerapkan kepatuhan perpajakan setiap perubahan aturan - Mahasiswa Magister Akuntansi - Dosen Prof. DR. Apollo, M.Si, Ak - NIM 55520120020 - MUHAMMAD YUSHAR - Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2_Cara Memahami Peraturan Perpajakan Internasional dari Aspek Teori Immanuel Kant, Perpajakan Internasional Prof Apollo, M.Si, Ak

27 Mei 2022   23:45 Diperbarui: 27 Mei 2022   23:47 148
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Artinya, Kant mencoba sintesis transendental, yang mengarah pada analisis transendental pengetahuan manusia. Kant menekankan asumsi yang harus diterima dalam pikiran manusia agar kesimpulan ilmiah dapat dibuktikan.

Apakah sintesis Kant di atas dimungkinkan melalui metafisika? Untuk menjawab pertanyaan ini, Kant mencoba kritik sistematis terhadap pemikiran dan akal manusia. Dia mencoba untuk mengeksplorasi tidak hanya semua kepercayaan ilmiah, tetapi bahkan semua kepercayaan. Targetnya adalah untuk menentukan apa yang tergambar oleh perbuatan keyakinan itu sendiri. Bertentangan dengan apa yang dilakukan para pemikir abad pertengahan, titik berangkat Kant lebih bersifat epistemologis daripada metafisik. Tujuan Kant adalah untuk mengkritik validitas sains, menguji operabilitasnya, dan menentukan batas-batas sains itu sendiri.

Objektivisme bukan hanya menyadur fakta objektif, dengan kata lain juga mengosongkan apa-apa saja dalam diri subjek sedemikian rupa sehingga menjadi fungsi objektif dan mekanis. Pada psikologi modern, yang mendasari observasi empiris, konsep seperti kecemasan, rasa bersalah, perilaku, dan pikiran, diformalisasikan dan dipermiskinkan sampai menjadi beberapa fungsi dari suatu sistem objektif yang lebih luas. Dengan demikian, pada beberapa ilmu yang membahas manusia, manusia diujicoba pada permukaan objektifnya sehingga apa yang ditemukan dalam dimensi objektif manusia digenaralisasikan ke dalam dimensi subjektifnya pula.

Yang dikatakan Kant, proses pengetahuan manusia dibagi menjadi tiga tahap. Tingkatan pertama dan terendah merupakan persepsi indrawi (sinneswahrnemung). Level selanjutnya atau kedua adalah tingkat rasio (verstand). Yang ketiga adalah level tertinggi dalam proses pengetahuan, level rasional atau intelektual (vernunft).

1. Tingkat Inderawi (sinneswahrehmung)

Menurut Kant, pengetahuan adalah sintesis dari unsur-unsur apriori dan unsur-unsur yang ada sebelum pengalaman (yaitu, unsur-unsur a posteriori). Menurut Kant, unsur transendental sudah ada pada tingkat persepsi indrawi. Sudah ada dua bentuk prior, ruang dan waktu. Pemahaman Kant tentang ruang dan waktu berbeda dengan pemahaman Newton tentang ruang dan waktu. Menurut Kant, tempat dan waktu adalah "bentuk formal" dari persepsi. Dalam persepsi indrawi, kita mengatur kesan atau pengamatan kita dalam ruang dan waktu. Ini adalah bentuk pengamatan yang dikenal dalam diri kita sebagai ruang dan waktu yang memungkinkan kita untuk melihat sesuatu. Bentuk mengatur atau membentuk kesan atau persepsi indrawi eksternal, sedangkan bentuk temporal mengatur atau membentuk kesan atau persepsi indrawi internal. Kedua indera ruang dan waktu ini mendahului indera posterior, yang mencerminkan bentuk persepsi transendental. Dampak dari pernyataan Kant di atas adalah bahwa memang ada realitas yang terlepas dari subjek. Menurut Kant, "hal-hal dalam dirinya sendiri" (das Ding an sich) memang ada, tetapi kenyataan ini tidak dapat diamati atau dipelajari. Yang dapat diamati dan dipelajari adalah fenomena atau representasi aktual (erscheinungen), yang selalu merupakan sintesis antara unsur-unsur dari luar sebagai materi dan bentuk-bentuk transendental ruang dan waktu dalam struktur pemikiran manusia.

2. Rasio rate (pemahaman) Ditambah dengan pengamatan indrawi, rasio kekuatan (verstand) muncul secara spontan. Tugas rasio adalah untuk mengumpulkan dan menghubungkan data sensorik untuk menghasilkan keputusan. Dalam hal ini, rasio bekerja dengan bantuan kekuatan fantasinya (einbildungskraft). Dalam pandangan Kant, bagaimanapun, keputusan ini bukan merupakan pengetahuan rasional. Menurut Kant, pengetahuan tentang rasio diperoleh ketika terjadi sintesis antara data indrawi dan bentuk-bentuk apriori yang disebut Kant sebagai "kategori" (ialah ide apriori dalm bentuk "konsep pokok" yang mempunyai fungsi epistemologis pada manusia). Ilmu pengetahuan,  Menurut Kant, rasio mempunyai 12 hal. Hal dasar adalah yang menunjukkan kuantitas (kesatuan, pluralisme, keutuhan), kualitas (kenyataan, negasi, batasan), relasi (entitas dan kebetulan, sebab dan akibat, interaksi), bentuk (mungkin/tidak mungkin, keberadaan). /tidak ada, wajib/wajib). Dalam hal ini, kausalitas sangat penting. Kami hanya membedakan antara objektif dan subjektif berdasarkan perbedaan antara taat hukum dan sewenang-wenang atau tidak teratur. Pembawa objektif adalah pembawa fenomena yang teratur. Dengan demikian, Kant juga menjelaskan validitas ilmu-ilmu alam dan menggunakan unsur-unsur subjektivisme sebagai penjelasan baru atas konflik-konflik filosofis abad ini.

3. Tingkat rasional atau intelektual (vernunft)

Yang dimaksud dengan pikiran atau intelek Kant (vernunft) adalah kreativitas makna murni atau pemahaman yang mutlak diperlukan, yang tidak diperoleh dari pengalaman tetapi mengatasi pengalaman itu sendiri. Salah satunya adalah gagasan tentang Tuhan. Pikiran atau kecerdasan dengan ide-ide ini tidak terlibat dalam menyusun pengetahuan manusia dibandingkan dengan rasio kategori yang mengandung. Pikiran-pikiran ini hanyalah "tanda-tanda kabur", petunjuk untuk berpikir. Tugas pikiran atau intelek adalah untuk menarik kesimpulan dari pernyataan di bawahnya, tingkat dan tingkat persepsi sensorik. Dengan kata lain, kecerdasan berpikir menghasilkan argumen. Menurut Kant, ada tiga gagasan transendental. Yang pertama adalah ide mental (jiwa), yang merupakan ide absolut di balik semua fenomena batin. Kedua, konsep pemersatu semua fenomena eksternal, yaitu konsep alam semesta (the world). Ketiga, pribadi absolut sebagai ide teologis, yaitu Tuhan sebagai ide teologis, adalah ide di balik semua fenomena eksternal dan internal. Ketiga gagasan ini tidak termasuk pengalaman, sehingga tidak mungkin ada pengetahuan rasional, baik itu filsafat, metafisika, atau ilmu-ilmu lainnya. Kant mengatakan bahwa pengalaman hanya terjadi di dunia fenomenal, sedangkan tiga ide ada di dunia representasional, dunia ideal dan dunia batin. Gagasan tentang jiwa, dunia, dan Tuhan bukanlah konsep realitas indrawi, atau "benda dalam dirinya sendiri". Seluruh gagasan di atas adalah perumpamaan epistemologis atau aksioma di luar jangkauan ilmu pengetahuan ilmiah. Dalam filsafat Kant, ilmu alam menjadi hipotesis normatif, meskipun Kant tetap mengakui adanya bentuk-bentuk ilmu lain, seperti etika dan estetika. Namun, perlu ditekankan di sini bahwa Kant secara implisit berusaha menjadikan ilmu alam sebagai norma dan penelitian ilmiah sebagai aktivitas intelektual yang valid. Struktur pemikiran ini menjadi lebih radikal dan memuncak dalam positivisme Auguste Comte, yang menekankan bahwa pengetahuan indrawi bukan hanya norma, tetapi satu-satunya norma aktivitas intelektual. Munculnya positivisme dengan demikian merupakan respon konstruktif terhadap gagasan Kant bahwa "apa yang dapat dipelajari hanyalah fenomena", dan telah berdampak tidak hanya pada pergeseran pendulum-ke-objek dari paradigma manusia modern, tetapi juga pada akhirnya. Wacana epistemologi itu sendiri dan awal dari wacana Filsafat ilmu dengan fokus penelitian metodologis.

Bagaimana cara teori Kant dapat diimplementasikan pada praktek perpajakan internasional khususnya rasionalitas keadilan pada keadaan pemerataan ekonomi antar bangsa ?

Dari sudut padang fiskal  (Gunadi, 2007), keadilan lebih Keadilan dalam arti kesetaraan dan penerimaan pembagian tanggung jawab yang sama Suatu negara (pajak) yang harus ditanggung (dibayar) oleh seluruh warga negara. Keadilan (fairness) dalam sistem perpajakan meliputi dua aspek, yaitu horizontal dan vertikal. Keadilan Horizontal Memperhatikan Kesetaraan (Equality) Perlakuan pajak di antara orang-orang dalam suatu negara (kapasitas) pajak) adalah sama, sedangkan keadilan vertikal mengacu pada perbedaan Perpajakan antara orang-orang dengan kemampuan yang berbeda Bayar untuk itu (kemampuan untuk membayar). Namun, dalam sistem perpajakan saat ini, Keadilan pajak sangat biasa bahkan terkesan artifisial, sangat kasar. Dalam praktiknya, manfaat dan kemudahan pajak Berlaku untuk kelompok wajib pajak tertentu atau sektor ekonomi tertentu. Sekali lagi, kompleksitas peraturan modern dan tanpa pajak Secara tidak langsung menyebabkan pengumpulan pajak yang tidak memadai dan kualitas manajemen, sistem dan dukungan Sengaja (efektif) memberikan kesempatan untuk pengelakan atau ketidakpatuhan Membebani beberapa orang adalah penyebab ketidakadilan. Namun, mengingat berbagai tantangan dan Hambatan-hambatan ini penting bagi pemerintah Selalu mencari keadilan dalam setiap kebijakan perpajakan. Beberapa aspek kualitas pajak meliputi (1) status wajib Pajak (kualitas WPDN-WPLN), (2) Sifat Wajib Pajak (kualitas manusia) orang-entitas), (3) cakupan geografis sumber (kualitas domestik-internasional) Negara/Global), (4) Peralatan Bisnis (Kualitas Anak Perusahaan), dan (5) Distribusi penerimaan pajak (sumber - kualitas domisili). Pada saat yang sama, dalam hal peningkatan efisiensi ekonomi, perpajakan juga menjadi pertimbangan yang tidak dapat diabaikan. Dalam sistem perpajakan, netralitas dimaksudkan sebagai model kebijakan perpajakan (tax policy) yang tidak mengganggu, mempengaruhi atau memandu pemilihan wajib pajak baik untuk melakukan kegiatan ekonomi atau investasi di dalam negeri maupun di luar negeri. Netralitas pajak mensyaratkan bahwa ketentuan pajak tidak memperlakukan satu kegiatan atau keputusan ekonomi secara berbeda dari yang lain. Keinginan netralitas impor modal yang biasa disebut dengan netralitas pasar luar negeri atau netralitas persaingan (foreign market or competitive neutrality), dapat tercapai jika semua perusahaan yang beroperasi atau berinvestasi di tempat yang sama (negara pengimpor modal) menanggung (total) pajak yang sama. beban. . Misalnya, jika Indonesia tidak mengenakan pajak atas penghasilan usaha di Singapura karena penghasilan tersebut hanya dikenakan pajak di Singapura, maka jumlah pajak yang sama dengan badan usaha milik negara akan ditanggung oleh perusahaan Indonesia, jadi Indonesia memenuhi keinginannya untuk netral dalam impor modal. Netralitas input modal tampaknya tidak konsisten dengan netralitas output modal. Ktetidakberpihakan impor modal mensyaratkan bahwa setiap investasi yang dilakukan di negara asing dikenakan pajak pada tingkat (peraturan) yang sama, terlepas dari kebangsaan atau domisili investor. Netralitas masuknya modal membutuhkan investor dari suatu negara Bersaing dengan basis kualitas basis pajak negara investasi. Karena peraturan pajak di setiap negara mungkin berbeda dari satu negara ke negara lain, jika investor hanya berurusan dengan satu peraturan pajak, negara tempat investasi dilakukan, basis pajak umum dapat diberikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun