Mohon tunggu...
yuni hastuti
yuni hastuti Mohon Tunggu... Guru - Science, religion, together

saya seorang guru biologi, suka menulis dan membaca, juga menyukai fotografi dan traveling. menyerap budaya dan seni serta emosi masyarakat indonesia yang berbeda adat adalah hal fantastik dalam perjalanan hidup saya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dua Penghianat

8 Desember 2017   16:32 Diperbarui: 8 Desember 2017   18:36 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Napak tilas lagi, memungut serpihan-serpihan kisah yang lewat, menyisakan rasa manis dan pahit. Seperti pasir yang lembut dan lembab, menguarkan uap air yang dingin. Membekukan hati ini seketika juga mengiris pedih dengan kasar. Mengingat pengkhianatan yang kau lakukan, menyesapkan pedih yang kau toreh setiap waktu, mati itu terasa menjadi hari-hari. Dan, membuka lagi setiap awal hari yang menjadikanku mengenalmu. Dan, pengkhianatanmu menjadi keindahan yang sakit buatku. Dan, pengkhianatnmu membuatku sakit merasakan keindahan. Lalu, aku berpendar dalam indah yang kau hembuskan tanpa lelah.

Aku tak ingat secara tepat awal kedekatan ini, aku tersadar ketika di dalam waktu-waktuku ada dirimu. Itu melengkapi. Sebaliknya membuatku merasa asing jika tiba-tiba kau menghilang. Hampa dan hambar hidupku. Aku tergantung penuh padamu. Tanpa kusadari. Kau adalah pusat hidupku, kini. Menjadi nafas sekaligus matahari. Hal terpenting yang kumiliki. Dan itu ... Dirimu.

Tubuhku membiaskan cahaya, karena pancaran senyum dan tatapanmu. Wajahku penuh aura kebahagiaan karena kasih dan perhatian yang kau selimutkan di hidupku. Bagaimana hari-hariku tak penuh olehmu? Karena ketiadaktahuanku tentang mu suatu menit melesapkan adaku. Itu semua kualami. Itu memelukku begitu saja, itu menghangatkanku dan membuatku aman dan seketika akupun terlelap menikmati segalanya darimu.

Dan ketika cintaku menanyakan hariku, waktuku, dan detik-detikku. Ia tertegun melihat banyak namamu tertulis di sana. Ia terdiam. Aku termangu. helaan nafasnya membuatku sadar bahwa aku menjauh darinya dan menenggelamkan diri dalam dekapanmu. Bisu menyerahkan aku padamu. Dan tatapan lukanya menghantarkan aku padamu.

Aku resah. Tenggelam didirimu dan melukainya. Tidak seperti ini harusnya. Namu kehadiranku yang terlambat menjadi sesalmu.

"Ah! Mengapa baru sekarang kamu hadir di sini?"

"Kok?"

"Sangat terlambat. Mengapa kamu tidak datang dari dulu?"

"Maksud kamu apa?"

"Harusnya kamu ada di sini dulu-dulu. Sekarang aku ....."

Seperti ketidaksabaran,mu menantiku menjadi sesalku. Dan dirinya menjadi sesal yang lain bagi kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun