Megengan adalah tradisi masyarakat guna menyambut datangnya bulan Ramadhan. Tradisi ini biasanya terdapat di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur. Tidak hanya di Jawa saja, daerah lain juga memiliki tradisi yang sama meski namanya berbeda.
Dikutip dari Wikipedia,Munggahan di Sunda, Nyorog di Betawi, dan Meugang di Aceh adalah beberapa contoh tradisi yang hingga kini masih dilaksanakan oleh masyarakat setempat di bulan Sya’ban guna menyambut Ramadhan.
Megengan berasal dari kata “megeng” yang berarti menahan diri. Tradisi ini memiliki makna sebuah prosesi untuk mulai menahan diri demi menyambut datangnya bulan suci. Tradisi ini bisa dilakukan secara individu maupun kolektif, baik di balai kampung, masjid, atau mushola.
Sebagai sebuah tradisi yang berlangsung terus-menerus hingga ratusan tahun, dapat dipastikan bahwa Megengan sendiri memiliki berbagai prosesi yang selaras dengan ajaran Islam dan bermaksud untuk menghidupkan sunnag Nabi (living sunnah). Wajar jika hingga saat ini, tradisi ini masih terus dilakukan, terahmati dan terberkati. Berikut adalah beberapa ajaran Islam yang terkandung dalam tradisi Megengan:
1. INOVASI DAKWAH
Keberadaan tradisi Megengan merupakan wujud pribumisasi ajaran islam oleh para ulama Nusantara. Tradisi ini dijadikan sebagai media pengenalan dan penyebaran agama Islam di berbagai pelosok daerah.
Para ulama membuat inovasi dakwah dengan mempertimbangkan berbagai kebutuhan lokal (adat) dalam menyebarkan dan mengejawantahkan ajaran Islam yang Rahmatan lil ‘Alamin.
2. EKSPRESI KEGEMBIRAAN
Tradisi Megengan merupakan wujud ekspresi rasa gembira masyarakat muslim atas datangnya bulan Ramadhan. Sebagaimana kita ketahui bahwa salah satu tanda keimanan seorang muslim adalah merasa gembira atas datangnya bulan suci.
Hal tersebut sesuai dengan hadits yang diriwayatkan oleh Imam An Nasa’i, Rasululllah Muhammad ﷺ bersabda, "Barang siapa yang bergembira akan hadirnya bulan Ramadhan, niscaya jasadnya tidak akan tersentuh oleh api neraka."
Banyak sekali kemuliaan, keutamaan, dan keberkahan yang terkandung dalam Bulan Ramadhan. Hal itu ditunjukkan dengan nikmatnya rasa beribadah dan bermunajat kepada Allah ﷻ saat Ramadhan berlangsung.
Tidak ada waktu yang lebih mulia dibandingkan dengan bulan suci ini. Kegembiraan masyarakat ini kemudian termanifestasikan dalam berbagai bentuk tradisi yang hakikatnya merupakan implementasi dari ajaran Islam, seperti memasak dan mengirimkan makanan khas daerah, saling memaafkan, menjalin tali silaturrahim, memupuk persaudaraan, dan mengirimkan doa kepada para leluhur.
3. MEMASAK DAN MENGIRIMKAN MAKANAN KHAS DAERAH
Tradisi memasak dan mengirim makanan khas kepada keluarga maupun tetangga sekitar merupakan implementasi dari ajaran Rasulillah Muhammad ﷺ untuk bersedekah makanan kepada orang lain, sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim: “Wahai Abu Dzar, apabila kamu memasak kuah sayur, perbanyaklah air (kuah)nya, dan berikanlah sebagian masakan kepada tetanggamu.”
Selain dilakukan oleh para sahabat, kebiasaan pemberian makanan juga dilakukan oleh para tabi'in. Mereka sering memberikan hadiah (berupa makanan) kepada kerabat dan para sahabatnya.
4. SALING MEMAAFKAN KEPADA SESAMA
Apem yang menjadi makanan ciri khas Megengan, berasal dari kata ‘afwu yang berarti memaafkan. Sebagaimana tersimbolisasi dalam kue tersebut, tradisi Megengan memiliki makna saling memaafkan kepada sesama, baik yang mengirimkan maupun yang menerima. Hal tersebut sesuai dengan firman Allah subhanahu wa ta'ala dalam Al Qur’an Surat Ali Imran, ayat 133-134 :
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan”
Selain saling memaafkan kepada sesama, kue apem yang dibagikan kepada tetangga juga bermakna sebagai permohonan ampunan dan kekuatan dari sang pencipta. Kue apem yang terdistribusi dapat dijadikan sebagai sedekah dan wasilah atas segala permohonan kepada-Nya.
Hal ini berarti, Megengan dapat dijadikan sebagai sarana untuk membebaskan diri dari berbagai dosa yang ditimbulkan dari relasi vertikal (hak Allah) dan horisontal (hak adam), dan berharap diberi kekuatan lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah puasa.
5. MENGHORMATI LELUHUR
Megengan selalu identik dengan tradisi berkirim doa kepada leluhur, sebagai bentuk penghormatan dan kasih sayang terhadap keluarga yang telah tiada. Masyarakat sendiri meyakini bahwa keberadaan doa dan permohonan ampunan dari generasi penerus yang masih hidup sangatlah diharapkan.
Dalam kitab Al-Adzkar, Imam An Nawawiy mengatakan bahwa “Para Ulama bersepakat bahwa doa yang diberikan kepada orang yang meninggal bermanfaat dan akan sampai pada mereka”.
Diriwayatkan pula sebuah hadits bahwa Rasululllah Muhammad ﷺ bersabda bahwasanya tidak ada perumpamaan (yang tepat) bagi seseorang yang meninggal di dalam kuburnya kecuali seperti orang yang tenggelam dan ingin cepat ditolong.
Dia sedang menunggu setetes doa yang yang dikirimkan oleh anaknya, saudara, atau temannya. Ketika ia mendapatkan doa, hal itu lebih dia sukai dibandingkan dengan dunia dan seluruh isinya.”
6. MEMUPUK KASIH SAYANG DAN MEMBANGUN PERSAUDARAAN (UKHUWWAH)
Islam sangat menjunjung tinggi kasih sayang, dan ukhuwwah, baik kepada sesama muslim, sesama manusia, maupun sesama makhluk. Sebegitu pentingnya kasih sayang terhadap sesama hingga Islam mengukur kualitas keimanan dengan kadar kasih sayang terhadap sesama.
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari menyatakan bahwa Rasulullah Muhammad ﷺ bersabda, “Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian sehingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”.
Makna yang terkandung dalam tradisi Megengan, selain menumbuhkan kegemaran masyarakat untuk bersedekah dan saling memaafkan juga memiliki makna melekatkan nilai kasih sayang dan persaudaraan.
Kumpulan warga dalam upacara Megengan yang dilakukan tanpa melihat latar belakang agama menjadi bukti adanya sebuah upaya untuk membangun kasih sayang dan kebersamaan, baik sesama muslim maupun sebangsa setanah air.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H