Meski lagu ini belakangan viral dan lumrah diputar oleh setiap orang, baik dalam acara atau pesta tertentu maupun dalam keadaan santai, namun sebenarnya lagu ini pada mulanya  tercipta untuk secara khusus didendangkan pada saat pesta  perkawinan adat di Manggarai.
Konon katanya, berdasarkan cerita yang beredar dalam masyarakat Manggarai, yang kemudian  sering dijadikan anekdot atau sumber kelucuan saat mendengar lagu ini, bahwa lagu Bokak De Kraeng Tongka menceritakan ketidaksesuain pembicaraan Kraeng Tongka dihadapan pihak keluarga mempelai perempuan.
Namun lebih jauh,  esensi atau makna yang terkandung  dalam  lirik lagu ini sebagaimana yang dimuat dalam Dimensi Estetis Lagu Rakyat Bokak Kraeng Tongka  Sebagai Wadah Pengungkap Dusta dalam Perkawinan Adat Masyarakat Manggarai,   oleh HISKI  ( Himpunan Sarjana Kesuastraan Indonesia ) INTERNATIONAL CONFERENCE ON LITERARY
LITERACY AND LOCAL WISDOM, bahwa lagu ini mengandung dimensi estetis yaitu sebagai sarana pengungkap dusta dalam perkawinan adat masyarakat Manggarai.
Sampai disini ditemmukan benang merah bahwa cerita yang beredar dalam masyarakat Manggarai selama ini terkait lagu Bokak de Kraeng Tongka dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh lembaga dan kelompok intlek tertentu, ada kesesuaian satu sama lain.
Lebih lanjut, jurnal ini juga menjelaskan tentang fenomena linguistik dalam lagu BKT yang ditandai oleh asonansi simetris dan asimetris, yang mencerminkan keindahan bentuk dan mengundang kenikmatan inderawi saat didengarkan. Lagu BKT juga dianggap sebagai wadah makna yang mengungkapkan realitas palsu terkait dengan kondisi sosial-ekonomi dan fisik dalam konteks perkawinan adat Manggarai.
Bisa disepakati bersama bahwa memang, jika kita memperhatikan dengan saksama  syair atau lirik lagu  BKT  ( Bokak de Kraeng Tongka ) Manggarai, terdiri dari 6 bagian yang saling terkait.
Bagian pertama dan kedua menceritakan tentang kehidupan ekonomi keluarga pria dari Kolang yang menikahi wanita dari Manggarai bagian tengah. Bagian ketiga dan keempat menggambarkan fisik ayah mertua yang sangat kurus. Bagian kelima dan keenam menggambarkan fisik ibu mertua yang juga sangat kurus.
Struktur dan pilihan kata-kata dalam syair ini menciptakan keindahan tersendiri dan memberikan pengalaman yang menyenangkan saat didengarkan, terutama karena penggunaan yang berulang-ulang dari bunyi-bunyi vokal yang mirip atau berbeda.
Dari sini  bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa lagu BKT ( Bokak de Kraeng Tongka ) selain hadir sebagai  cerita anekdot yang lucu ( versi orang awam tertentu) , lagu ini juga memiliki dimensi estetis yang penting dalam konteks budaya dan komunikasi dalam kehidupan masyarakat Manggarai secara umum.
Dengan demikian, lagu BKT (Bokak de Kraeng Tongka) muncul sebagai simbol budaya yang penting dan sarana komunikasi yang kuat dalam kehidupan masyarakat Manggarai. Selain menghibur dengan cerita anekdotnya yang lucu, lagu ini juga memperkaya dimensi estetis dalam konteks budaya lokal, mencerminkan kearifan dan nilai-nilai yang diperjuangkan oleh masyarakat Manggarai secara luas.
Refferensi :