Di sebuah kampung kecil di Kabupaten OKU Timur, Sumatera Selatan, sebuah usaha kecil yang sederhana menjadi saksi semangat muda yang gigih. Usaha itu adalah pet shop milik Chandra Wijaya, seorang pemuda berusia 24 tahun yang memutuskan untuk bangkit dari tantangan pandemi dan membangun mimpi. Dalam kesempatan ini, saya, Yoda, mahasiswa Universitas Komputer Indonesia (Unikom), berkesempatan melakukan wawancara eksklusif dengan Chandra untuk memenuhi tugas penulisan kreatif. Berikut perjalanan inspiratif yang saya rangkum dari perbincangan hangat kami.
Hidup di desa memiliki dinamika tersendiri. Masyarakat di sana umumnya bekerja sebagai petani, peternak, atau pedagang kecil. Kehidupan sederhana ini menjadi salah satu alasan mengapa banyak orang memelihara hewan seperti ayam, burung, dan kucing sebagai hiburan sekaligus teman.
Sebagai anak muda di desa, Chandra tumbuh dengan nilai-nilai kebersamaan yang kental. Sejak kecil, ia dikenal sebagai pribadi yang ceria dan penuh semangat. Ia sering membantu orang tuanya di rumah dan aktif dalam kegiatan komunitas di lingkungannya. Namun, seperti banyak pemuda desa lainnya, ia juga menghadapi keterbatasan dalam akses pendidikan dan peluang kerja. Hal ini memotivasi Chandra untuk mencari jalan keluar agar dapat hidup mandiri dan memberikan kontribusi positif bagi keluarganya.
Tinggal di desa memberikan kelebihan sekaligus tantangan tersendiri bagi Chandra. Kelebihan utamanya adalah kedekatan sosial antarwarga. Orang-orang di desa saling mengenal dan sering membantu satu sama lain. Hal ini membuat promosi usaha menjadi lebih mudah karena komunikasi dari mulut ke mulut sangat efektif.
Namun, desa juga memiliki keterbatasan, seperti akses ke pasar yang lebih besar dan sulitnya menemukan distributor untuk barang-barang tertentu. Bagi Chandra, keterbatasan ini bukanlah penghalang. Dengan semangat dan tekadnya, ia mulai mencari cara untuk mengatasi kendala tersebut. Ia menggunakan internet untuk mencari distributor pakan hewan dan akhirnya menemukan pemasok di Palembang, meskipun lokasinya cukup jauh dari desanya.
Kisah Chandra juga dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ia pelajari sejak kecil. Ia dibesarkan dalam keluarga yang sederhana tetapi penuh kehangatan. Orang tuanya selalu menekankan pentingnya kerja keras, kejujuran, dan kepedulian terhadap sesama. Nilai-nilai ini tercermin dalam cara Chandra menjalankan usahanya. Ia selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggannya, memastikan bahwa produk yang ia jual berkualitas, dan membangun hubungan baik dengan orang-orang di sekitarnya.
Chandra juga percaya bahwa kesuksesan tidak datang dalam semalam. Ia memahami bahwa usaha apa pun membutuhkan waktu, dedikasi, dan ketekunan. Filosofi inilah yang menjadi landasan baginya untuk terus maju meskipun menghadapi berbagai tantangan.
Wawancara dimulai dengan salam khas yang menenangkan, "Assalamualaikum Wr. Wb." Saya memperkenalkan diri, menjelaskan tujuan wawancara, dan meminta Chandra untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu.
"Waalaikumsalam Wr. Wb," jawab Chandra dengan suara ramah. "Perkenalkan, nama saya Chandra Wijaya. Asal saya dari Palembang, Sumatera Selatan, tepatnya di Kabupaten OKU Timur. Umur saya sekarang 24 tahun."
Sebuah angka yang masih tergolong muda, pikir saya. Namun, di usia itu, Chandra sudah memiliki usaha sendiri. Rasa penasaran membawa saya untuk menggali lebih dalam tentang perjalanan hidupnya sebelum merintis usaha.
Sebelum membuka usaha pet shop, Chandra mengungkapkan bahwa ia belum memiliki pengalaman kerja formal. "Sebelum buka usaha ini, saya belum pernah kerja sih. Saya hanya sempat kuliah sebelum akhirnya memutuskan untuk berhenti."
Pada tahun 2018, Chandra memutuskan untuk merantau ke kota besar, Bandung, untuk menempuh pendidikan di Universitas Komputer Indonesia (Unikom). Dengan semangat dan antusiasme yang tinggi, ia memilih jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) karena ketertarikannya pada seni dan teknologi. Namun, perjalanannya di jurusan ini tidak berjalan sesuai harapan. Mata kuliah yang menuntut kemampuan teknis dan kreatif tingkat tinggi membuat Chandra merasa kesulitan.
"Awalnya saya kira DKV hanya soal menggambar, tapi ternyata banyak hal lain yang harus saya pelajari. Itu membuat saya berpikir ulang," kenangnya. Setelah satu semester, Chandra memutuskan untuk pindah ke jurusan Ilmu Komunikasi, yang menurutnya lebih sesuai dengan minatnya dalam berinteraksi dan memahami cara manusia berkomunikasi.
Namun, kehidupan Chandra di Bandung berubah drastis ketika pandemi COVID-19 melanda dunia pada akhir 2019. Situasi yang tidak menentu membuat keluarganya meminta Chandra untuk kembali ke kampung halaman. Dengan berat hati, ia meninggalkan pendidikannya dan pulang ke desa.
Saat saya menanyakan lokasi kuliah, Chandra menjelaskan bahwa ia sempat menempuh pendidikan di Universitas Komputer Indonesia (Unikom). Ia mengambil jurusan Desain Komunikasi Visual (DKV) pada tahun 2018. Namun, setelah satu semester, ia memutuskan pindah jurusan ke Ilmu Komunikasi karena merasa kesulitan mengikuti perkuliahan di DKV.
Keputusannya untuk pulang kampung muncul setelah pandemi COVID-19 melanda pada tahun 2019. Situasi pandemi memaksa banyak orang untuk kembali ke tempat asal mereka, termasuk Chandra. "Setelah pulang kampung, saya akhirnya memutuskan untuk memulai usaha," ujar Chandra.
Kembali ke kampung halaman menjadi titik balik dalam hidup Chandra. Ia harus menyesuaikan diri kembali dengan kehidupan pedesaan yang jauh berbeda dari hiruk-pikuk kota. Meski begitu, ia tidak menyerah pada impiannya. Sebagai seorang pemuda yang penuh energi, Chandra mulai memikirkan cara untuk tetap produktif di tengah keterbatasan.
Di desa, ia kembali menekuni hobinya memelihara ayam Bangkok, sebuah kegemaran yang sudah ia jalani sejak remaja. Hobi ini bukan sekadar aktivitas pengisi waktu, melainkan menjadi pelarian dari rasa frustrasinya akibat harus meninggalkan bangku kuliah. Dari hobi inilah ia menemukan peluang yang kemudian mengubah hidupnya.
Hobi memelihara ayam Bangkok menjadi pintu masuk Chandra ke dunia bisnis. Saat itu, ia belum terpikirkan untuk membuka usaha besar. Hanya karena sulitnya mencari pakan ayam di kampung, ide untuk menjual pakan ayam mulai terlintas. Awalnya, ia hanya berusaha memenuhi kebutuhannya sendiri. Namun, ketika beberapa tetangga dan teman sesama penghobi ayam mengetahui bahwa Chandra mulai menyetok pakan, mereka ikut membeli darinya. Chandra kembali menekuni hobinya memelihara ayam Bangkok. Kegemaran ini telah ia geluti sejak remaja. Bagi Chandra, memelihara ayam bukan hanya sekadar hobi, tetapi juga cara untuk mengisi waktu dan mengasah keterampilannya dalam merawat makhluk hidup.
Dari hobi ini, ia menemukan tantangan baru: sulitnya mendapatkan pakan ayam berkualitas di desanya. Banyak toko yang sering tutup atau memiliki stok terbatas. Melihat peluang ini, ia mulai berpikir untuk menjadikan hobinya sebagai dasar untuk membangun usaha. Ia memulai dengan menjual pakan ayam secara kecil-kecilan kepada teman-teman di sekitar rumahnya.
Chandra mulai membuka usaha pet shop pada tahun 2022, ketika pandemi mulai mereda. Dari keputusannya ini, saya bertanya lebih lanjut tentang alasan di balik pemilihan usaha pet shop. Jawabannya sungguh menarik: "Awalnya itu karena saya hobi memelihara ayam Bangkok. Dari situ, saya kepikiran untuk membuka usaha makanan ayam."
Keluarga Chandra memainkan peran penting dalam membentuk keputusannya. Orang tuanya, meskipun awalnya khawatir dengan keputusan Chandra untuk memulai usaha, akhirnya memberikan dukungan penuh. Mereka percaya bahwa keberanian Chandra untuk memulai sesuatu dari nol adalah langkah yang patut diapresiasi.
Lingkungan pedesaan yang penuh dengan budaya gotong royong juga menjadi modal sosial yang berharga. Tetangga dan teman-teman Chandra sering memberikan dukungan, baik melalui promosi dari mulut ke mulut maupun dengan menjadi pelanggan pertama usahanya. Dukungan ini membuat Chandra semakin percaya diri untuk mengembangkan usahanya.
Perjalanan usahanya tidak berjalan mulus. Setelah beberapa bulan beroperasi, Chandra mulai memperluas jenis produk yang dijual, seperti makanan kucing, makanan burung, hingga kandang hewan. Dari berbagai produk itu, makanan kucing ternyata menjadi yang paling laku. Chandra menyadari bahwa kebutuhan pasar di daerahnya cenderung lebih tinggi untuk pakan kucing.
Langkah kecil itu menjadi fondasi awal dari usaha yang kini dikenal sebagai salah satu pet shop terlengkap di desanya. Ia memulai dari apa yang ia tahu dan perlahan memperluas pengetahuannya tentang dunia bisnis hewan peliharaan.
Ketika saya menanyakan tentang persaingan di daerahnya, Chandra menjelaskan bahwa sudah ada beberapa usaha serupa di sekitarnya. "Di sini ada sekitar tiga sampai empat pet shop lain. Tapi, mereka biasanya fokus ke satu jenis makanan saja. Misalnya, ada yang hanya jual pakan kucing atau pakan burung."
Walaupun ada persaingan, Chandra merasa bersyukur karena lingkungan usahanya sehat. "Alhamdulillah, persaingan di sini sehat semua. Nggak ada yang saling menjatuhkan," ungkapnya. Hal ini membuat suasana bisnis menjadi lebih nyaman dan mendukung pertumbuhan usaha.
Saat membahas rencana pengembangan usahanya, Chandra mengungkapkan keinginannya untuk menambah layanan baru. "Untuk sekarang, pet shop saya hanya menjual pakan hewan saja. Tapi, ke depannya, saya ingin menambah layanan grooming, mandi hewan, dan penjualan vitamin hewan."
Namun, ada satu layanan yang menurutnya tidak terlalu relevan di daerahnya, yaitu penitipan hewan. "Di kampung, jarang ada orang yang pergi lama dan menitipkan hewan. Kalau pun ada, biasanya mereka menitipkan ke tetangga saja," jelasnya. Ia belum berencana untuk membuka jasa penitipan hewan karena melihat kebiasaan masyarakat di desanya yang lebih memilih menitipkan hewan kepada tetangga.
Tidak semua berjalan lancar sejak awal. Salah satu kendala utama adalah mencari distributor. Di desa tempat tinggalnya, akses ke pemasok besar cukup sulit. Ia sempat mencoba mencari distributor lewat internet, tetapi hasilnya tidak memuaskan. Kebanyakan distributor besar berada di kota-kota besar seperti Palembang, yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggalnya.
Membangun usaha tentunya memiliki tantangan tersendiri. Ketika saya bertanya tentang kendala yang dihadapinya, Chandra menceritakan bahwa tantangan utamanya adalah menemukan distributor. "Awalnya, saya bingung mau cari distributor di mana. Di internet, jarang sekali saya menemukan distributor yang dekat dengan daerah saya. Tapi, akhirnya saya menemukannya lewat YouTube. Ada distributor di Palembang yang cukup dekat."
Setelah menemukan distributor di Palembang, tantangan berikutnya adalah bagaimana mengatur logistik. Dengan jarak sekitar 3-4 jam perjalanan dari kampungnya, ia harus memastikan pengiriman barang berlangsung lancar dan biaya transportasi tidak menggerus keuntungan. Chandra memilih untuk membeli dalam jumlah besar sekaligus untuk mengurangi frekuensi perjalanan dan biaya pengiriman.
Selain tantangan mencari distributor, promosi juga menjadi hal yang harus dipikirkan dengan matang. Di awal usaha, Chandra memanfaatkan lingkaran pertemanannya untuk menyebarkan informasi. "Saya promosi ke teman-teman lewat media sosial mereka, lalu ke tetangga-tetangga sekitar. Di kampung, cara ini lebih efektif karena lebih personal," ujarnya.
Promosi usaha di desa memiliki tantangan tersendiri. Tidak seperti di kota, di mana media sosial dan platform online menjadi senjata utama, di desa, pendekatan yang lebih personal lebih efektif. Chandra mengandalkan hubungan baik dengan tetangga dan lingkaran pertemanannya. Ia mulai dengan menyebarkan informasi lewat mulut ke mulut.
Selain itu, teman-teman Chandra juga menjadi bagian penting dari perjalanan usahanya. Mereka tidak hanya membantu mempromosikan pet shop miliknya, tetapi juga sering memberikan saran dan ide. Salah satu temannya, yang memiliki pengalaman di bidang bisnis, menyarankan Chandra untuk mulai mencatat keuangan dan menyusun strategi pemasaran yang lebih sistematis.
"Teman-teman saya yang pertama bantu promosi. Mereka share ke grup WhatsApp dan media sosial mereka. Tapi, yang paling efektif itu tetap dari mulut ke mulut," ujar Chandra.
Chandra juga menggunakan kesempatan setiap ada acara komunitas di desanya untuk memperkenalkan usahanya. Ia sering membawa beberapa sampel produk ke acara-acara tersebut, seperti pameran lokal atau pertemuan komunitas pencinta hewan.
Keberhasilan usaha kecil seperti milik Chandra tidak hanya bergantung pada produk yang dijual, tetapi juga pada kepercayaan yang dibangun dengan pelanggan. Ia selalu berusaha memberikan pelayanan terbaik, termasuk memastikan bahwa produk yang dijualnya adalah yang terbaik di kelasnya.
Kepercayaan pelanggan ini yang kemudian menjadi salah satu pilar utama kesuksesan pet shop Chandra. Banyak pelanggan tetapnya yang merasa nyaman membeli dari Chandra karena ia selalu mendengarkan kebutuhan mereka dan memberikan solusi.
Ketika membicarakan omzet, Chandra mengungkapkan bahwa pendapatannya tidak menentu. Namun, ia memberikan gambaran bahwa pada masa-masa terbaik, omzet kotor usahanya bisa mencapai Rp30 juta hingga Rp60 juta per bulan. "Itu kalau lagi kencang, ya," tambahnya dengan senyum tipis.
Mendengar angka tersebut, saya yakin banyak yang terinspirasi untuk mencoba usaha serupa. Ketika saya bercanda bahwa cerita ini bisa menggoda orang lain untuk membuka pet shop, Chandra tertawa. "Ya, mungkin bisa buat sampingan. Apalagi buat yang hobi memelihara hewan, sekalian aja jual pakannya."
Keputusan Chandra untuk memulai usaha pet shop tidak hanya memberikan manfaat finansial, tetapi juga mengubah cara pandangnya terhadap kehidupan. Ia menyadari bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya, melainkan kesempatan untuk belajar dan mencoba lagi. Pengalamannya berhenti kuliah tidak membuatnya menyerah, melainkan mendorongnya untuk mencari jalan baru menuju kesuksesan.
Melihat perkembangan usahanya yang semakin baik, Chandra memiliki impian besar untuk mengembangkan pet shop-nya menjadi pusat kebutuhan hewan peliharaan yang lengkap di desanya. Ia ingin menyediakan layanan tambahan seperti grooming, perawatan kesehatan, dan bahkan klinik kecil untuk hewan.
Di akhir wawancara, saya meminta Chandra untuk memberikan pesan kepada mahasiswa yang sedang berjuang menyelesaikan pendidikan. Sempat bingung, akhirnya Chandra berkata sambil tertawa, "Pokoknya, jalanin aja hidup ini, hahaha."
Pesan sederhana ini mungkin terdengar ringan, tetapi memiliki makna yang dalam. Kadang, dalam hidup, kita hanya perlu terus melangkah dan berusaha yang terbaik, seperti yang dilakukan Chandra dengan usahanya.
Wawancara dengan Chandra Wijaya ini memberikan banyak pelajaran tentang keberanian untuk mencoba, beradaptasi dengan situasi, dan memanfaatkan peluang. Dari seorang mahasiswa yang harus berhenti kuliah karena pandemi, ia berhasil membangun usaha yang tidak hanya memenuhi kebutuhannya, tetapi juga menjadi inspirasi bagi orang lain.
Chandra membuktikan bahwa di mana pun kita berada, selalu ada peluang untuk berkembang. Dengan semangat, kerja keras, dan niat baik, usaha kecil sekalipun dapat menjadi pintu menuju masa depan yang lebih cerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H