Berfikir divergen, apakah itu? Apakah mungkin anak masih kecil dapat berfikir seperti itu?
Apakah mungkin diterapkan pada anak usia dini? Pertanyaan-pertanyaan tersebut sempat terlintas dipikiran saya sebelum mempelajari hal tersebut.
Berpikir divergen dan konvergen pada modul kreativitas dan inovasi, platform merdeka mengajar  topik semangat guru 2 disebutkan bahwa pengertian berfikir divergen adalah kemampuan untuk memunculkan beragam alternatif pemecahan masalah. Sedangkan berfikir konvergen adalah proses memunculkan satu kemungkinan solusi pada suatu masalah.
Dari pengertian tersebut tentu terlihat sekali perbedaannya. Disini antara divergen dan konvergen tentu berbanding terbalik.
Berfikir divergen dengan mencari banyak alternatif solusi sedangkan konvergen hanya memutuskan satu solusi.
Seperti halnya orang dewasa, dalam mengatasi suatu masalah perlu dimunculkan berbagai alternatif solusi. Kita akan mempersiapkan rencana A, rencana B atau C. Apakah cara berfikir anak juga demikian?
Memberikan bimbingan cara berfikir divergen pada anak, kita tidak bisa langsung begitu saja. Begitu juga di kelas, seorang guru dalam memberikan pertanyaan harus secara bertahap dan dimulai dari hal yang sederhana. Diperlukan latihan-latihan agar anak berani berkomunikasi, lancar dalam berbicara, serta dapat mengungkapkan pendapat-pendapatnya dalam kehidupannya sehari-hari. Kita sering menemukan ada dari murid-murid kita yang pandai bercerita, anak yang sering bertanya, anak pemalu, bahkan ada anak yang tidak berani untuk berkata sepatah kata pun. Oleh karena itu diperlukan pendekatan terlebih dahulu agar anak  mau bersikap terbuka pada kita, dan tidak segan kepada kita.
Untuk anak usia dini, mencari solusi dalam permasalahan yang dihadapi tidak serumit dan sekomplek cara berfikir seperti orang dewasa.
Anak-anak diberikan suatu pertanyaan dengan jawaban anak-anak sesuai dengan idenya masing-masing. Setiap anak tentu akan memberikan pilihan jawaban yang berbeda-beda satu sama lain.
Untuk penerapan cara berfikir divergen di kelas khususnya anak usia dini, saya pikir hal tersebut dapat berlangsung ketika kegiatan bercakap-cakap atau tanya jawab materi, kegiatan bercerita, bermain prakarya ataupun ketika sedang bermain lainnya.
Guru dapat memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang sederhana, yaitu dengan memberikan bentuk pertanyaan dengan jawaban yang tidak bisa dijawab ya dan tidak oleh anak, Â mudah dipahami anak, apalagi bersifat konkrit tentu akan lebih baik.