"Kalau judul diatas dan seluruh atau sebagian isinya dipandang sebagai penghinaan terhadap pejabat negara atau ujaran kebencian, maka tiada apalah, yang terpenting inilah suara berdasarkan fakta dan tidak berniat menghina atau membenci siapapun terutama Komjen Budi Waseso"
#Prolog
Siapa tidak mengenal Komisaris Jendral Polisi Budi Waseso alias Buwas? Mantan Kabareskrim Mabes Polri tersebut selalu buat heboh sejagat raya Indonesia bahkan dunia. Tak ayal jika putra terbaik Pati Jawa Tengah itu kerap mendapat perhatian publik atas ide, kebijakan dan gebrakannya dalam rangka penegakkan supremasi hukum. Jendral kontroversi, itulah disandangnya.
Beberapa gebrakan Buwas sempat membuat heboh, walaupun kebohan itu selalu mendapat tudingan miring dan kecaman bertubi-tubi, namun itulah Buwas dengan seabrek identitas yang melekat pada dirinya yaitu melahirkan kontroversi.
Beberapa tindakan Buwas yang pernah menjadi sorotan pablik, diantaranya adalah ketika masih menjabat sebagai Kepala Pusat Pengamanan Internal Mabes Polri, beliau berani menangkap dan menahan mantan Kabareskrim Komjen (Purn) Susno Duadji di Bandara Soekarno- Hatta. Lalu ketegasannya meminta Briptu Norman Kamaru kembali ke Gorontalo. Padahal saat itu anggota Brimob Polda Gorontalo tersebut sedang menjadi idola masyarakat dengan menjadi artis dadakan di Jakarta berkat aksi kocaknya dalam lagu Bollywood.
Tak cukup sampai disitu, atas perintahnya, Kombes Victor Ikut menangkap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto. Penangkapan pimpinan lembaga anti rasuah tersebut sempat dituding Cicak VS Buaya Jilid II, yaitu upaya kriminalisasi pimpinan KPK untuk melemahkan KPK.
Kasus yang menjerat mantan Ketua KPK Abraham Samad dalam dugaan pemalsuan dokumen yang saat ini terus berlangsung, oleh Buwas menegaskan untuk tetap diproses.
Begitu pula dengan penyidik KPK Novel Baswedan yang harus mengajukan gugatan praperadilan setelah dirinya ditangkap dari rumahnya dan diborgol. Aroma kriminalisasi KPK pun tercium kuat oleh beberapa kalangan.
Terakhir tindakan Buwas yang bikin geger petinggi negeri ini dan pejabat BUMN yaitu penggeledahan di kantor Pelindo II atas dugaan korupsi dalam kasus pengadaan mobil crane. Walaupun akhirnya pil pahit harus ditelan Buwas, karena penggeledahan ternyata petaka baginya dan harus dibayar mahal olehnya dengan dicopot sebagai Kabareskrim.
#Degradasi moral dan Narkoba
Dari data yang dimiliki BNN, pengguna narkoba dari 2014 berjumlah 4,2 juta, mulai dari usia 9-10 tahun. Tahun 2015 mengalami peningkatan yaitu sebanyak 5,9 juta pengguna narkoba, sebagaimana dirilis okezone.com.
5,9 juta adalah jumlah yang bisa diungkap, bagaimana dengan yang terlewat dari pengungkapan? Tentu jumlahnya jauh lebih fantastis, karena peredaran, pemakai dan bandar narkoba ibarat cendawan dimusim hujan.
Angka 5,9 juta adalah cermin betapa moral anak bangsa diambang kehancuran. Apalagi serangan Narkoba sudah tidak mengenal ruang, waktu, stratifikasi sosial, umur dan jabatan seseorang. Itulah sebabnya mengapa Narkoba ditetapkan sebagai suatu kejahatan tingkat tinggi atau extra ordinary crime, yaitu kejahatan yang umumnya dilakukan dengan siasat yang sangat rapi dan terencana hingga akan sangat susah membongkar kasusnya. Selain itu sangat besar dampak kerusakannya.
Extra ordinary crime juga dikenal dengan istilah kejahatan kerah putih, yang umumnya dilakukan para pejabat tinggi.
Dampak Narkoba terlalu banyak untuk diuraikan dan semua kita dipastikan mengetahuinya baik dari aspek kesehatan, psikologis, ekonomi, hukum, sosial, agama dan norma lainnya.
Kesimpulannya adalah Narkoba merupakan neraka bagi masyarakat dan negara, dan oleh sebabnya Narkoba wajib dilawan dan diberantas.
#Ide GILA sang Jenderal
Kejam, sangar dan brutal apa yang sedang dan akan dilakukan Buwas. Dapat dianalogikan bahwa gagasan Buwas seperti sangarnya wajah Buaya. Kejam dan brutal, seperti saat Buaya menerkam dan memakan mangsanya.
Menurut Buwas, memang butuh ide-ide gila untuk memberantas narkoba. Sebab saat ini penyalahgunaan narkoba sudah memasuki tahap darurat, seperti yang pernah disampaikan Presiden Joko Widodo.
Bukan tipikal Buwas kalau hanya sekedar gertak sambal lalu umpet dibalik merebaknya kasus di negeri ini. Apa yang dilontarkannya, sudah pasti akan dikerjakannya. Terlepas apakah yang ide dan tindakannya menuai pro dan kontra dimasyarakat baik dari aspek hukum, hak asasi maupun etika, no comen. Yang terpenting baginya adalah kebenaran, keberanian dan ketegasan dalam menjalankan sistem hukum di Indonesia.
Satu hal terpenting yang harus dipahami oleh kita semua bahwa sebuah aturan atau kebijakan pasti menuai pro dan kontra dan menghasilkan efek negatif dan positif. Masyarakat tinggal menimbang sebesar apa mudharat atau tidaknya, karena tidak ada kesempurnaan dalam diri manusia.
Setelah didaulat menjadi Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) menggatikan Komjen Anang Iskandar, mantan Kapolda Gorontalo tersebut mencetus beberapa ide diluar nalar hukum dan kemanusiaan, dimana ide tersebut bisa dikatakan ide yang gila. Namun demikian, ide gilanya harus diapresiasi dan terus didorong karena dampak kejahatan Narkoba sungguh sangat luar biasa.
Hukuman mati bagi pengedar Narkoba, itulah esensi ide dan gebrakannya pasca dilantik menjadi Kepala BNN. Selama ini kita sudah mengetahui dan dilaksanakan hukuman mati bagi pengedar dan bandar Narkoba, itu hal yang lumrah. Namun, ditengah pelaksanaannya masih dipandang tebang pilih alias tidak adil, yang dapat dinilai dari siapa bandar atau pengedarnya dan negara asalnya.
Komjen Buwas menelurkan rencana agar pengedar atau bandar Narkoba dihukum dengan cara memaksanya untuk mengkonsumsi barang haram tersebut. Menurutnya, kalau over dosis lama kelamaan pelakunya pasti akan mati, dengan begitu akan ada efek jera.
“Bukan Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti saja yang bisa tenggelamkan Kapal, tapi saya juga” katanya kepada media ketika menyusun ide penenggelaman kapal pengangkut Narkoba dilaut. Maksudnya agar pelaku bisa langsung mati dan ada efek jera bagi yang lainnya.
Kemudian, Buwas kembali melemparkan gagasan agar bandar dan pengedar Narkoba tidak diberikan hak untuk mengajukan banding, kasasi dan peninjauan kembali (PK).
Menurutnya, undang-undang yang diinginkan itu adalah suatu "Undang-undang khusus buat pengguna atau bandar narkoba. Jadi tidak lagi seperti pidana umum (yang) bisa banding, kasasi, PK (Peninjauan Kembali)."
"Nah, nanti (dengan UU itu) tidak ada (hak untuk banding, kasasi, PK, grasi)," papar Budi Waseso, yang pernah dilansir oleh media.
Lalu narapidana Narkoba disetting olehnya untuk ditaruh di Palau terluar. Hal tersebut sudah disampaikannya ke Menkumham. "Saya sampaikan ke Kemenkum HAM. Serius nggak sih? Kalau tenaga kurang, taruh (narapidana) di pulau terluar. Suruh mereka survive. Kasih bahan mentah, kasih kantong, lalu lepas biar dia survive," ujar Komjen Buwas di Gedung BNN, Jl MT Haryono, Jakarta Timur, seperti ditulis Detikcom.
Terakhir dan sedang hangat dibahas di semua media massa (cetak dan elektronik), Buwas menggagas ide yang lebih gila dan garang yakni agar penjara narapidana Narkoba dijaga Buaya, alasannya Buaya tidak bisa disuap. Tentu ide ini membuat kuping merah bagi mereka yang tidak senang.
Dalam benak semua orang, ide terakhir ini adalah ide konyol dan merupakan cara paling ekstrim dan sekaligus sindiran akan penanganan masalah Narkoba selama ini.
Beberapa gagasan Buwas diatas menurut rencana akan dijalankan mulai tahun 2016 nanti, saat ini katanya baru teatrikal awal. Apa yang menurutnya harus dan benar dilakukan terus menuai pro dan kontra, kritikan pedas, dan bahkan perlawanan baik oleh pegiat hak asazi manusia, para pengamat maupun masyarakat umumnya.
Dinilainya, ide-ide Buwas terlalu berlebihan. Berlebihan bagi mereka yang menolak mungkin karena diluar kelaziman selama ini. Namun apa yang akan dilakukan oleh Buwas dipastikan jauh dari kepentingan atau ditunggangi. Hanya satu kepentingan bagi Buwas yakni penyelamatan generasi, Bangsa dan Negara. “Jangan dinilai cacat spirit Buwas terhadap Narkoba”.
#Hukum dan aparat ditampar, dan sikap mafia Narkoba
Bukan maksud mendewakan Buwas dan mendiskreditkan yang lainnya. Menurut hemat saya, gagasan dan tindakan Buwas dalam pemberantasan Narkoba sampai keakar-akarnya dapat dinilai sebuah tamparan keras bagi aparat penegak hukum, melihat banyaknya korban Narkoba dan kasus yang dinilai pemberantasannya jauh dari harapan masyarakat, kurang adil, tebang pilih, tidak tegas, dan adanya keterlibatan oknum aparat.
Semua pihak terutama bagi penegak hukum tidak perlu sensi dan risau akan ide dan derap langkah Buwas saat ini dan esok. Karena apa, fakta menunjukkan bahwa kebringasan dan makin merajalelanya peredaran Narkoba di Indonesia dikarenakan lemahnya penegakkan hukum, tidak tegasnya pemangku jabatan selama ini dalam mengambil sikap, dan disinyalir adanya keterlibatan oknum aparat yang membekingi bisnis haram Narkoba sebagaimana diberitakan selama ini.
Selain itu, apa yang sedang dan akan dilakukan Buwas berakibat kosekuensi berat baginya baik terhadap karir maupun keselamatannya. Karena dipastikan para mafia Narkoba akan menggunakan segala daya dan upaya untuk melawan Buwas. “Perlawanan keras bakal dialami Buwas”.
Bukan saja Buwas dalam konteks pemberantasan Narkoba, namun pada penegak hukum lain misalnya korupsi pasti akan mendapat perlawanan keras ketika mereka konsisten dan tegas menerapkan hukum.
#Presiden WAJIB mendukung
Komjen Budi Waseso hanyalah Jendral Polisi Bintang Tiga, diatasnya masih ada Menteri, Wakil Presiden, dan Presiden. Terutama Presiden, adalah pejabat atasan langsung bagi Buwas dalam mempertanggung jawabkan tugas dan kewenangannya.
Presiden selaku kepala Negara dan sekaligus kepala pemerintahan, yang memiliki hak membuat aturan dan memiliki kekuatan politik yang besar, harus secara full mendukung ide dan tindakan Buwas. Dalilnya, 5,9 juta rakyat Indonesia adalah korban kekejaman Narkoba.
Apakah angka tersebut belum cukup? Maka Presiden harus tegas memberikan dukungan politik, dukungan hukum, dan dukungan anggaran untuk Buwas dan institusinya, jika Presiden berpikir akan masa depan bangsa ini yang terletak dipundak generasi dibawahnya.
Kata kunci akan ide dan tindakan Buwas berada ditangan Presiden, serta dukungan seluruh elemen masyarakat. Tidak boleh ditawar-tawar lagi. Jangan berdalih karena HAM kemudian menelanjangi Buwas, tentu hal demikian akan membuat pelaku Narkoba bertepuk tangan, bahkan akan memberikan support tinggi. Atau tidak sesuai KUHAP dan KUHP, maka ketidaksesuaian itu dapat direvisi karena KUHAP dan KUHP saat ini bukan harga mati, tapi Narkoba adalah momok dan bom waktu bagi Bangsa dan Negara kita tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H