Mohon tunggu...
Muhammad Wislan Arif
Muhammad Wislan Arif Mohon Tunggu... profesional -

Hobi membaca, menulis dan traveling. Membanggakan Sejarah Bangsa. Mengembangkan Kesadaran Nasional untuk Kejayaan Republik Indonesia, di mana Anak-Cucu-Cicit-Canggah hidup bersama dalam Negara yang Adil dan Makmur --- Tata Tentram Kerta Raharja, Gemah Ripah Loh Jinawi. Merdeka !

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Planet Kemiskinan (07) Anak Si Benyek Dimakan Tetanus

20 Februari 2010   09:01 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:49 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Aduuuh, anak ini --- mengapa kejang dan biji matanya putih semua.   Panasnya, suhunya tinggi sekali barangkali.  Si Benyek mengipas-ngipas ke permukaan tubuh si anak.  Ia kejang mulutnya berdarah --- wah, lidahnya tergigit.


Si Benyek berlari ke arah Bi Gembrot di bawah pohon mahoni ---" Bik, tolong bik,  anak-ku  matanya terbalik,  hitamnya hilang ."

Beberapa ibu pemulung berkejaran ke arah tempat bernaung si Benyek di bawah rimbunan bougenvile. Mengerikan anak itu mengejang seperti orang ayan --- matanya memang mendelik putih semua.  Panasnya sangat tinggi.  Anak itu digendong ke luar dari sungkupan pohon bougenvile.


Di bawah naungan bayang-bayang pohon mahoni, mulut anak itu dicungkil mbok Mah.   Mulut anak itu berdarah.  Rahangnya diganjal sendok.

Kaki tangan anak itu dipijit-pijit.  Matanya masih mendelik putih. Putih dua-duanya.  Giginya mengeretuk kembali.  Kini terkunci !

Tapak kakinya diberi balsem --- ada yang berlari membeli tablet turun panas.  Anak itu kejang-kejang, meronta lemah. Dan game !


Innalillahi wa innailaihi Rajiun.  Ia berpulang ke Rakhmatullah.  Ia menghembuskan nafas seperti manusia lainnya. Semua panik, ribut.

Ribut clingak-clinguk seperti sekumpulan bebek yang geger, dikejar anjing.

Bebek-bebek pada kwek-kwek-kwek.  Geger.


Seperti banyak orang berkerumun, ya- pemulung, ya orang lewat.  Pak mantri pulang kerja dari Puskesmas, berhenti. Pakaian-nya putih-putih.

Dipegangnya nadi anak itu, didengarkan-nya keterangan perempuan-perempuan kumal di situ. "Anak ini diserang tetanus akut !"

Khalayak melongo --- saling berpandangan, clingak clinguk --- saling tukar keterangan.  "Demam Berdarah ?"    Mboh !


Si Benyek tersandar di batang pohon mahoni.  Kemana anak itu akan dibuang ? Siapa yang menanam ?  Duite sopo ?  Otaknya buntu, pasrah.

Tukang ojek dengan kaca mata hitam dan jeket kumal  berhenti karena ada kegegeran, banyak orang  berkerumun .

Bertanya pada perempuan gembrot, kumal, yang lagi mengelus kertas koran kumal --- entah bekas apa, akan dikilo lagi. Untuk makan.

"Mbok, ana apa ta ? "    Gaya Cirebonan.

"Anakke Benyek sida, dipangan Tetanus !"    Dengan logat perbatasan Cirebon dengan Jawa Tengah (Anak si Benyek mati dimakan Tetanus !).     Ampun Eyang !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun