Aduuuh, anak ini --- mengapa kejang dan biji matanya putih semua.  Panasnya, suhunya tinggi sekali barangkali. Si Benyek mengipas-ngipas ke permukaan tubuh si anak. Ia kejang mulutnya berdarah --- wah, lidahnya tergigit.
Si Benyek berlari ke arah Bi Gembrot di bawah pohon mahoni ---" Bik, tolong bik, anak-ku matanya terbalik, hitamnya hilang ."
Beberapa ibu pemulung berkejaran ke arah tempat bernaung si Benyek di bawah rimbunan bougenvile. Mengerikan anak itu mengejang seperti orang ayan --- matanya memang mendelik putih semua. Panasnya sangat tinggi. Anak itu digendong ke luar dari sungkupan pohon bougenvile.
Di bawah naungan bayang-bayang pohon mahoni, mulut anak itu dicungkil mbok Mah.  Mulut anak itu berdarah. Rahangnya diganjal sendok.
Kaki tangan anak itu dipijit-pijit. Matanya masih mendelik putih. Putih dua-duanya.  Giginya mengeretuk kembali. Kini terkunci !
Tapak kakinya diberi balsem --- ada yang berlari membeli tablet turun panas. Anak itu kejang-kejang, meronta lemah. Dan game !
Innalillahi wa innailaihi Rajiun. Ia berpulang ke Rakhmatullah. Ia menghembuskan nafas seperti manusia lainnya. Semua panik, ribut.
Ribut clingak-clinguk seperti sekumpulan bebek yang geger, dikejar anjing.
Bebek-bebek pada kwek-kwek-kwek. Â Geger.
Seperti banyak orang berkerumun, ya- pemulung, ya orang lewat. Pak mantri pulang kerja dari Puskesmas, berhenti. Pakaian-nya putih-putih.
Dipegangnya nadi anak itu, didengarkan-nya keterangan perempuan-perempuan kumal di situ. "Anak ini diserang tetanus akut !"
Khalayak melongo --- saling berpandangan, clingak clinguk --- saling tukar keterangan. "Demam Berdarah ?"   Mboh !
Si Benyek tersandar di batang pohon mahoni. Kemana anak itu akan dibuang ? Siapa yang menanam ? Duite sopo ? Otaknya buntu, pasrah.
Tukang ojek dengan kaca mata hitam dan jeket kumal  berhenti karena ada kegegeran, banyak orang berkerumun .
Bertanya pada perempuan gembrot, kumal, yang lagi mengelus kertas koran kumal --- entah bekas apa, akan dikilo lagi. Untuk makan.
"Mbok, ana apa ta ? "Â Â Â Gaya Cirebonan.
"Anakke Benyek sida, dipangan Tetanus !"   Dengan logat perbatasan Cirebon dengan Jawa Tengah (Anak si Benyek mati dimakan Tetanus !).    Ampun Eyang !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H