Mohon tunggu...
Mulyadi
Mulyadi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis / Mahasiswa

Saya merupakan seorang pemuda yang tergerak hatinya untuk turut memikirkan kemajuan bangsa, khususnya dibidang pendidikan. Salah satu cara yang saya lakukan sebagai upaya tersebut adalah dengan menanamkan prinsip rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Bentuk upaya kecil dari rela berkorban itu salah satunya ialah terus belajar, mengasah kemampuan diri dan memperdalam bidang ilmu yang menjadi minat saya. Ya, dunia sastra adalah minat yang sejak kecil sudah tertanam dalam diri saya Lewat dunia sastra saya dapat bercerita tentang bagaimana saya menjalani kehidupan dan dapat menjadi refleksi bagi orang lain yang membaca kisahnya. Menumbuhkan kecintaan terhadap dunia sastra adalah bentuk rasa cinta terhadap bahasa Indonesia. Bahasa yang menyatukan segala unsur yang ada di bumi Nusantara.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sebait Sajak yang Kandas di Penghujung Napas

11 Mei 2023   22:10 Diperbarui: 11 Mei 2023   22:17 206
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sejak kutahu kau dan aku berasal dari satu almamater yang sama, semakin hari hubungan kita kian dekat saja. Kau selalu ada untuk mendengarkanku bercerita.

Kau bercerita bahwa kau mencintai puisi dalam balutan hujan dan embusan anila. Perlahan aku pun mencintai puisi dan merpati kala ia terbang mengepakkan keduasayapnya 'tuk menjelajahi setiap jengkal pesona bumi.

Bagimu hujan selalu mampu menyiratkan beribu makna, menghiasi hari-harimu dengan spektrum warna aurora. Bagiku hujan bagaikan oase sejuk nan mengaliri sahara jiwa.

Disuatu sore kau dan aku meneduhkan diri dari langit yang hendak menumpahkan amarahnya. Kau dan aku duduk di halte kampus seraya menikmati alunan gemericik hujan yang berirama merdu dijalanan waktu yang beku.


"Jelita, aku tak ingin kebersamaan ini berakhir bersama perginya mentari dikala tenggelamnya senja. Aku ingin mencintaimu hingga Sang Pencipta meluluhlantakkan alam semesta.", katamu seraya menggenggam kedua tanganku dengan mesra.


"Jangan tinggalkanku, Ta. Aku ingin kita keriput dan menua bersama. Aku yang akan menjadi kompas, yang akan selalu menunjukkanmu di mana arah utara. Dan aku yang akan menjadi nahkoda untuk kapal yang 'kan berlabuh di dermaga keabadian,yang bernama kebahagiaan.", katamu sewaktu kita menepi ke jendela, menanti tetesan hujan yang mengembun di kaca.


Aku tahu kau mencintaiku, tetapi aku masih saja mengatakan tidak. Maaf, aku tak bisa....Meski berkali-kali kau selalu mengatakannya.

"Akar-akar tak pernah menuntut dirinya menjadi pohon yang kokoh menjulang. Namun, pohon yang kuat sekalipun tak akan mampu berdiri tegak, tanpa ditopang oleh akar-akar yang perkasa. Begitupun dengan jalinan kisah kita. Aku ingin kita saling menguatkan seperti simbiosis antara akar-akar di bawah tanah. Bahu-membahu untuk menumbuhkan pohon yang bukan hanya berbuah manis dan berdaun rindang, menaungi setiap yang berteduh dari derasnya hujan. Tetapi menjadi pohon yang tumbuh kokoh dan menjulang, tak tergoyah dari tiupan angin dan gulungan badai yang menggugurkan daun-daun keringnya",katamu seraya mengulurkan selingkar cincin berbentuk hati bermata zamrud merah.

Tetapi aku terus saja berkata tidak. Aku belum mengatakan yang sebenarnya. Kau harus tahu. Aku telah dijodohkan oleh kedua orang tuaku dengan seorang lelaki yang lebih dulu kukenal dan kukagumi, jauh sebelum aku mengagumimu. Ia yang lebih dulu memberiku secercah harapan,lalu menyematkan selingkar cincin dijari manisku. Dan ia yang telah kupilih sebagai nahkoda untuk menantang lautan dan menghempas karang dalam mahligai rumah tangga. Maafkan aku, karena pernah hadirhanya untuk menggores luka disanubarimu. Meski kutahu kenyataan itu begitu pahitbagimu. Tetapi seperti katamu dulu, cinta sejati adalah cinta yang membebaskan orang yang dicintainya untuk bahagia.

"Dan kau harus menerimanya, sebab kuyakin semesta telah menggariskan kisah kita tak berujung bahagia....",kataku sedalam bentangan Danau Baikal di daratan Siberia.


Kau hanya tersenyum getir menatapku, lalu meneteskan air matamu sederas aliran Sungai Aare, yang mengalir di wilayah pegunungan Alpen di daratan Eropa. Namun aku tahu, ada sekeping hati yang remuk didalam dadamu. Aku tahu perkataanku akan menyeretmu pada kedalaman luka yang melebihi dalamnya Palung Mariana didasar Samudera Pasifik atau bahkan menenggelamkanmu pada perhelatan duka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun