"Karena aku tidak bisa mengungkapkan perasaanku saat kamu tidak mengingat siapa diriku, mengingat kenangan kenangan yang kamu lupakan, karena cinta yang sebenarnya perlu alasan.."
"Sudahlah! Kamu terlalu bertele tele,memang tidak seharusnya kita bertemu lagi." Yuky berdiri, dia beranjak pergi. Tapi belum cukup satu langkah, Mocca menarik siku Yuky hingga ia berbalik menatap Mocca. Mencoba melepaskan lengan Mocca yang menggenggamnya begitu erat, tapi tidak berhasil. Satu pertanyyan untuk Mocca,
"Jika cinta butuh alasan, terlepas dari ingatanku yang kembali. Apa alasanmu mencintaiku?"
Pertanyaan itu membuat Mocca beku. Seharusnya pertanyaan yang mudah untuk dijawab, tapi ia tidak melihat bayangannya pada mata Yuky. Awalnya Mocca ragu, apa Yuky memang benar benar tidak mencintainya? Tapi keraguanya hilang saat melihat mata Yuky yang berkaca kaca, seakan ingin berkata, tolong lepaskan aku, tapi jangan benar benar meninggalkanku, kumohon aku butuh waktu..
Genggaman Mocca melonggar. Yuky menghempaskan tangan Mocca. "Bahkan kamu tidak bisa menjawab pertanyaan yang kamu buat sendiri.."
Dia benar benar pergi, menghilang dibalik pintu Cafe. Ini bukanlah akhir, Mocca yidak akan membiarkan cerita ini berakhir begitu saja. Hanya perlu waktu yang tepat untuk kembali mengungkapkannya.
***
"Kakak itu labil tau gak!"
Yuky menjauhkan handphone-nya dari telinga. Suara Adiknya yang begitu keras. Yuky mendesah kasar, ia sudah menyangka bagaimana respon adiknya saat mendengar kejadian tadi siang.
"Ok ok, kakak labil! Jadi kakak harus gimana? Gak mungkinkan tiba tiba kakak bolak balik nyari nyariin dia tarus tiba tiba bilang minta ditembak lagi, jadi konyol banget ,kan?"
"Ya ,mau gimana lagi kak? Cari dia kalau kakak masih suka sama dia.."
"Tapi kayaknya kakak jahat, ngebuang dia terus dipungut lagi, apalagi kakak masih merasa bersalah sama.."
"Kak, bahkan Kak Valerie sendiri yang bilang Kak Mocca untuk memilih sendiri perempuan yang dia cintai.."