Tangan Mocca tak bisa melepas tangan Yuky. Bahkan untuk sedetik pun, ia tidak mengizinkan tangan Yuky lepas dari tangannya. Begitu nyaman hingga dinginnya hujan tak terasa lagi. Tapi itu sebelum suara rintihan terdengar..
"Mocca.. Moc- cca..
To- long, please..."
Tanpa berfikir panjang , bahkan tanpa menghiraukan gadis yang ia genggam, Mocca melepaskan tangan Yuky begitu saja dan berlari kearah suara rintihan itu. Ia berlari meninggalkan Yuky yang tertegun diam. Lalu mendekap, mendekap gadis itu begitu kencang. Ia sangat lemah, gadis itu --Valerie-- begitu lemah dan dingin. Saat itu Mocca menyadari ada sesuatu yang mengalir dibahunya, ia melihat darah dari hidung Valerie dibahunya.
Bagaimana pun Mocca tidak akan pernah melupakan Yuky. Diam diam ia menengok kebelakang kearah Yuky yang masih terdiam. Mocca melihat sebutir air mata jatuh dipipi Yuky. Rasanya ingin berlari dan menjelsakan semuanya kepada Yuky, tapi Valerie di pelukanya.
"Yuk- tu-tunggu!"
Sebelum Mocca bisa memanggil Yuky, gadis itu berbalik meninggalkan Mocca. Berlari menuju sekolah sendirian tanpa.payung, hujan saat itu masih deras mengguyur. Saat itulah Mocca menyadari , ia harus memilih, atau menyakiti kedua gadis ini.
-
Yuky menyambar masuk dalam kelas sebelum menyadari guru pelajaran IPA dan seluruh murid menatapnya penuh keheranan. Seragam yang setengah basa kuyuk dan wajahnya yang pucat.
"Ma-maaf saya telat.."
Suaranya bahkan bergetar.
"Tidak apa apa karena ini bisa ditoleransi, kamu baik baik saja? Atau perlu ke UKS? Sepertinya kamu tidak enak badan karena kehujanan.." , untunglah guru IPA itu tidak galak, dan untung saja penawarannya bagus.