Lelaki itu justru memakaikan Yuky mantel dan topi baret dengan asal, membuat Yuky kembali terlihat seperti gadis polos.
"Oh tunggu, sepertinya hari ini mulai dingin, akanku pinjamkan syal."
Lelaki itu melepaskan syalnya san memasangkannya kepada Yuky. Hingga saat ini Yuky masih mentatap lelaki itu dengan tatapan tajam
"Dan satu lagi, ini Handphone mu yang tadi terjatuh.."
Lelaki itu menyakukannya pada saku mantel Yuky. "Lihat! Sudah setinggi ini ternyata, dan coba dengar, ternyata aksenmu berubah dari 'lo-gue' menjadi 'aku-kamu' "
Yuky mengalihkan wajah, tapi masih dengan ekspresi yang 'ketus'. Tapi akhirnya ia menarik nafas dan menghembuskannya, walau terlihat seperti mendesah dwngan kasar. Sepertinya beberapa menit yang lalu cukup membuatnya berfikir jernih.
"Baiklah.. sudah cukup!"
Perkataan Yuky membuat alis sebelah lelaki itu terangkat.
"Kita butuh berbicara, Mocca.."
***
Dinginnya London menusuk hingga ketulang, bahkan ketika Yuky kini berada ditempat yang jelas penghangat dinyalakan. Sebuah Cafe yang tidak jauh dari toko buku. Mungkin bukan dinginnya London, tapi seseorang yang ada dihadapanya membuat Yuky bahkan hampir menggigil. Lelaki itu, Mocca, tersenyum dengan santainya tanpa merasa dosa. Yuky terlihat sangat tenang, berbeda jauh saat ia pertama kali kembali bertemu dengan Mocca. Tapi hatinya berkata lain, bahkan jantungnya berdetak dua kali lebih kencang. Sudah 2 menit, tapi salah satu dari mereka tidak ada yang mulai berbicara.