"Ok,, buruan!"
Yuky menarik tangan Kunto. Lelaki itu hanya menggelengkan kepalanya memaklumi sikap gadis yang kali ini dianggapnya 'adik' .
-
Mocca berdiri diantara lautan manusia. Koper yang ia seret enatah mengapa terasa sama beratnya dengan tumpukan batu bata. Sekali lagi, Mocca meyakinkan dirinya untuk kembali melangkah meninggalkan sebagian hatinya pada gadis itu. Tapi ingatan seorang gadis yang menuggunya diluar sana membuatnya kembali berfikir keras.
"Aku cuma ingin hidup lebih lama.."
"Aku cuma ingin lihat kamu didetik terakhirku.."
Mocca mendesah, baiklah.. memang seharusnya begini, setelah sekian kali ia melihat jam tangannya, akhirnya ia kembali melirik waktu. Dan untuk terakhir kalinya ia berbalik, mengharapkan adegan drama, mengharapkan seseorang berlari dihadapanya dan menyeretya untuk kembali.
Hanya kerumunan orang, tidak lebih, hanya lautan manusia. Tapi hampir saja ia berbalik, suara langkah kaki dan seruan namanya terdengar, ia kembali menatap lurus kepada sumber suara. Dan gadis didepannya itu sontak memeluknya dengan erat.
"Mocc, maaf karna gue abain lo, maaf karna gue gak bisa mengakui perasaan gue sendiri, dan maaf karna terlambat untuk mengingat.."
Butuh beberapa detik untuk menyadari Mocca bahwa seseorang yang ia tunggu sejak tadi datang dan langsung memeluknya. Tangannya hampir membalas pelukan Yuky, tapi tidak saat ia ingat bahwa hatinya untuk Yuky dan meninggalkannya adalah pilihan yang paling tepat, karna..
Ia melepaskan lengan Yuky yang melinggar dilehernya. Tangisan Yuky berhenti , ia menyadari sesuatu yang tak berani ia sadari. Keheranan terlihat jelas ditatapan gadis itu..