Mohon tunggu...
Nurul Mutiara R A
Nurul Mutiara R A Mohon Tunggu... Freelancer - Manajemen FEB UNY dan seorang Blogger di www.naramutiara.com

Seorang Perempuan penyuka kopi dan Blogger di http://www.naramutiara.com/

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Menanti Gebrakan Indonesia untuk Menjaga Natuna Utara

31 Mei 2024   20:00 Diperbarui: 31 Mei 2024   21:28 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi kapal-kapal perang di wilayah perairan (Pixabay/Ruediger)

Perebutan wilayah di LCS menimbulkan beragam tantangan penyelesaian bagi tiap negara yang terlibat klaim (Claimant States). Enam negara yang berkonflik yakni Tiongkok, Taiwan, Filipina, Brunei Darussalam dan Malaysia melakukan sejumlah manuver politik.

Tak ada yang mengalah. Ketegangan pun memuncak. Tiap Claimant States mulai menunjukkan perlawanan kepada Tiongkok. Masing-masing negara mulai bergerilya dengan kapal-kapal penjaga, membangun kekuatan, menggandeng affiliasi militer dengan AUKUS (Australia, Britania Raya, dan Amerika Serikat) untuk menunjukkan keseriusan.

Indonesia dan Hak Daulat atas Natuna Utara

Mulanya, Indonesia tak mau terlibat dalam konflik yang terjadi di Laut China Selatan. Kemudian, secara sepihak Tiongkok mengumumkan bahwa Natuna Utara masuk bagian Nine Dash Line. Eksekusinya, Tiongkok secara bebas melakukan illegal, unreported, and unregulated fishing bahkan mengirimkan China Coast Guard.

Kapal Coast Guard milik China di LCS (Ted Aljibe/ AFP)
Kapal Coast Guard milik China di LCS (Ted Aljibe/ AFP)

Klaim sepihak Tiongkok atas wilayah Natuna sangat menghantam Indonesia. Pelanggaran tersebut bukan hanya menjadi masalah pemerintah melalui sejumlah Kementerian, tapi juga masyarakat secara keseluruhan.

Tahun 2016, 2019 dan 2020 menjadi catatan nyata bahwa kapal Tiongkok telah memasuki wilayah Indonesia secara ilegal. Nelayan-nelayan Indonesia yang mencari nafkah di perairan Natuna merasa terintimidasi oleh kehadiran kapal-kapal besar berbendera China, entah kapal ikan maupun kapal penjaga atau Coast Guard.

Perairan Natuna Utara dikenal memiliki sumber daya perikanan melimpah, kaya akan sumber daya minyak dan gas. Diperkirakan perairan ini menyimpan 0,3 milyar barel minyak dan gas sebesar 50 Tcf. Belum lagi potensi membicarakannya sebagai jalur perdagangan yang strategis.

Seandainya negara asing mengeksplorasi Natuna, maka Indonesia akan merugi berupa,

  • Tangkapan ikan yang berkurang karena kapal asing mengunakan teknologi lebih canggih.
  • Nelayan tak berdaya karena kapal ikan Tiongkok mengambil alih perairan. Ini menurunkan produktivitas nelayan Indonesia.
  • Indonesia kehilangan pendapatan dari hasil tangkap laut.
  • Kehilangan potensi mengeksplorasi minyak dan gas
  • Kehilangan potensi sebagai jalur lalu lintas internasional

Bedasarkan United Nations Conventions on The Law of The Sea (UNCLOS) tahun 1982, Laut Natuna Utara masuk sebagai Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) milik Indonesia sehingga negara ini punya hak penuh atasnya sebesar 200 mil.

Berbekal aturan hukum tersebut, Indonesia mulai melayangkan protes ke Tiongkok melalui berbagai perundingan. Sayangnya, perwakilan dari Tiongkok selalu absen ketika membahas mengenai Konflik Natuna. Sikap tak kooperatif inilah yang membuat hubungan kedua negara sempat memanas.

Langkah-Langkah untuk Menjaga Natuna Utara

Mengambil hak berdaulat sebuah negara sama saja memantik perang terbuka. Itulah yang sudah dilakukan oleh Tiongkok. Meski demikian, Indonesia adalah negara damai. Penyelesaian konflik tetap diutamakan melalui cara-cara diplomatif.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun