"Alasan kasihan bukanlah pembenaran untuk melepaskan ikan invasif ke alam liar. Sebab, ikan invasif bukan memberi kebaikan bagi lingkungan perairan tapi justru merusak habitat asli ikan lokal"
Sebuah video dibagikan oleh akun instagram indonesia.life.id mengenai penampakan dua ekor ikan Arapaima (Arapaima Gigas) yang berenang bebas di sebuah danau. Memang, tak diketahui pasti lokasi pengambilan video.Â
Dalam postingan video tersebut, beberapa warganet memberi komentar bahwa Arapaima Gigas dilarang untuk dipelihara di Indonesia. Bahkan ada beberapa aturan tegas mengenainya. Yup, masyarakat wajib mengetahuinya.Â
Pelarangan memelihara ikan invasif diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19/Permen-KP/2020 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Keanekaragaman Hayati.Â
So, jangan sampai gak tahu ya kawan mengenai peraturan tersebut. Soalnya, ikan Arapaima bukan binatang peliharaan untuk lucu-lucuan atau untuk memuaskan hobi sesaat.Â
Kalau sampai lepas ke alam, berbahaya bagi ekosistem lokal maupun manusia. Walaupun sampai saat ini belum pernah ditemukan berita, orang diserang Arapaima hingga terluka.
Sebelumnya, sekitar tahun 2022, warga Garut pernah heboh setelah menemukan 3 ekor ikan Arapaima ukuran jumbo, pasca banjir bandang di kawasan Sungai Cipeujeuh, Paminggir, Kecamatan Garut Kota.Â
Setelah dicari tahu, ternyata 3 ikan Arapaima itu milik salah satu warga yang memelihara di dalam rumah. Lalu, ikan tersebut lepas karena terseret banjir  besar. Takut ikan tersebut membahayakan, akhirnya diputuskan untuk dipotong dan dagingnya dibagi-bagikan ke warga.Â
Perlu dipahami bahwa Arapaima bukanlah ikan asli Indonesia. Ikan tersebut masuk sebagai species invasif atau alien sehingga tidak diperbolehkan untuk dipelihara kecuali dengan alasan khusus, misalnya penelitian dan pendidikan.Â
Dikutip dari National Geographic, habitat asli ikan besar ini berasal dari kawasan sungai, danau atau rawa di sekitar hutan hujan Amazon, Amerika Selatan.
Ikan Arapaima umumnya berukuran 200 cm dan dilaporkan dapat mencapai panjang hingga 450 cm. Berat ikan juga tak main-main, bisa mencapai 200 kilogram.
Di Negara Brasil, Arapaima biasa disebut dengan nama pirarucu, dan paiche di Peru. Ia masuk sebagai ikan predator yang umumnya memangsa ikan-ikan kecil, bahkan dapat memangsa burung hingga primata. Wow, ngeri juga ya bisa memangsa burung atau kera?Â
Bayangkan saja, seandainya di sungai atau danau Indonesia kaya akan ikan-ikan lokal seperti wader pari, baung, tawes, belida, betok, lele, atau gabus harus hilang berkurang jumlahnya karena dimakan oleh Arapaima. Maka, yang mengalami kerugian bukan hanya lingkungan, tetapi juga manusia secara ekonomi.
Nah, ketika berbicara mengenai ikan invasif, sebenarnya bukan hanya membahas Arapaima saja, tetapi juga beberapa jenis ikan lain yang sering ditemukan di perairan Indonesia, yang tentunya merugikan.Â
Pernah gak mendengar ikan Red Devil? Yup, ikan yang memiliki nama ilmiah Amphilophus labiatus merupakan penduduk asli Nikaragua, Amerika Tengah.
Sama seperti ikan invasif lainnya, ikan Red Devil memiliki sifat agresif sehingga berisiko merusak populasi ikan lain di suatu perairan. Ia juga termasuk predator yang cukup rakus memakan telur-telur hingga anakan ikan lokal.Â
Di Danau Toba, ikan Red Devil ini sudah cukup merugikan peternak. Jumlahnya kian waktu semakin berlimpah. Padahal, sebelumnya tidak terlalu banyak.
Meningkatnya Red Devil di Danau Toba telah membuat masyarakat gusar. Beberapa warga bahkan memburu ikan ini agar jumlahnya berkurang. Tapi tetap saja. Perkembangannya terlalu cepat.
Masalahnya lagi, Red Devil merupakan jenis ikan hias yang dagingnya tak terlalu enak. Durinya cukup banyak sehingga masyarakat enggan untuk menjadikan ia sebagai ikan konsumsi layaknya nila atau mujaer.
"Memangnya, darimana sih Ikan Red Devil, kok bisa masuk ke Danau Toba dan beberapa perairan di Indonesia. Bukannya itu ikan invasif dari Amerika Tengah ya?"
Salah satu pertanyaan yang sebenarnya pernah mencuat di otak saya. Ada beberapa cara ikan invasif masuk ke perairan Indonesia.Â
Pertama, mereka sengaja dilepasliarkan oleh oknum tak bertanggungjawab dengan dalih kasihan. Kasihan karena seharusnya ikan-ikan itu hidup di alam bukan di kolam atau aquarium. Lho, lho, kalau kasihan harusnya gak dipelihara sejak awal donk!
Kedua, Red Devils sengaja dilepaskan pedagang nakal dalam bentuk telur ketika petani membeli benih ikan untuk diternakkan. Nantinya, ketika berada di keramba, Red Devil akan tumbuh bersama ikan ternak seperti Nila, Mujaer dan sebagainya.Â
Ketiga, orang sengaja melepaskan Arapaima karena tak kuat memberi pakan. Bayangkan saja, 1 Arapaima bisa memakan daging-dagingan seperti ayam, katak atau ikan ukuran sedang setiap waktunya. Bagi orang yang dananya pas-pasan, tekor kan akhirnya.
Saya pernah menonton video youtube bernama Spearfishing Danau Toba. Pemilik video suka membuat konten berburu ikan di Danau Toba dengan menyelam. Nah, episode yang saya tonton berkenaan dengan  menangkap ikan Red Devil.Â
Menurut pemilik akun, rasa ikan Red Devil dan ikan Mujaer ketika dimasak sangat berbeda, padahal ukurannya sama. Ikan Mujaer punya daging yang lumayan tebal dan berasa gurih manis. Sedangkan Red Devil dagingnya lebih tipis dengan rasa hambar.Â
Mungkin itu alasan Red Devil kurang disukai sebagai ikan konsumsi sehingga tidak banyak dicari. Imbasnya, perkembangan dan persebarannya kian meresahkan.Â
Well, tanggungjawab pecinta ikan, pedagang ikan, pemerintah dan masyarakat perlu ditingkatkan untuk menghindari menyebarkan ikan sembarangan ke perairan.
"Kok kasihan ya ikan Arapaimanya di kurung mulu di dalam kolam. Kalau dilepasin ke danau atau sungai sekitar rumah gimana ya? Biar dia bisa hidup di alam bebas"
Jangan pernah terpikir untuk merealisasikan pikiran di atas ya! walau ada kata "Kasihan" di dalamnya. Sebab, melepasliarkan ikan invasif ke perairan sekitar bisa berbahaya. Ikan invasif jenis apapun, punya sifat predator dan rakus.Â
Pelepasliaran ikan invasif dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem, menurunkan keanekaragaman hayati, dan bahkan mengancam kelangsungan hidup spesies asli di perairan tersebut.
Bagi pelanggar yang sengaja memasukan ikan invasif secara ilegal ke Indonesia, bisa dijerat pidana pada UU No. 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan.Â
Sanksi pidana yang bisa menjerat yakni penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak  Rp 150 juta. Sedangkan bagi pihak yang tidak dengan sengaja mendatangkan ikan tersebut, maka dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 tahun dengan denda paling banyak Rp 50 juta karena kelalaiannya.
Lalu, bagaimana dengan pidana bagi orang yang melepasliarkan ikan invasif ke alam, semisal ikan Arapaima atau Aligator Gar?
Berdasarkan informasi yang dikutip dari Hukum Online, pelaku pelepasan ikan Araipama atau ikan inasif lain, bisa dijerat dengan Pasal 86 ayat (1) UU No. 31 Tahun 2004 sebagaimana diubah dengan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.Â
Pada pasal a quo, tegas dinyatakan bahwa pelaku dapat dijerat pidana penjara selama 10 Tahun dengan denda hingga sebesar Rp2 miliar. Â Wow, ngeri juga ya ternyata hukuman dan dendanya. Gak main-main!
Baiklah kawan, sudah paham kan sekarang alasan tak boleh sembarangan melepaskan ikan invasif ke sungai, danau, atau perairan lainnya di Indonesia. Tindakanmu bisa berbahaya bagi kelangsungan hidup makhluk lain dan kamu bisa dijerat hukum nantinya. Thats it!
Salam hangat dan salam lestari dari Nurul Mutiara R A
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H