Ketiga pilar tersebut kembali berkobar di Labuan Bajo dalam semangat yang diusung yakni “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth”, ASEAN sebagai pusat dari pertumbuhan berbagai bidang termasuk ekonomi dan keuangan.
Bicara mengenai ekonomi dan keuangan, Bank Indonesia bekerjasama dengan 4 Bank Sentral negara ASEAN yakni Bank Negara Malaysia (BNM), Bangko Sentral Pilipinas (BSP), Monetary Authority of Singapore (MAS), dan Bank of Thailand (BOT) untuk eksplorasi konektivitas sistem pembayaran berbasis Regional Payment Connectivity (RPC).
Tujuannya, menyatukan ekonomi negara Asia Tenggara melalui pembayaran terintegrasi berbasis fast payment. Wow, bisa bertransaksi di dalam negeri melalui QRIS saja sudah kekinian, apalagi jika bisa digunakan di luar negeri?
Tantangan dan Peluang Pembayaran Lintas Batas Negara
Setiap adanya kebijakan baru, pasti muncul tantangan dan peluang. Begitu pun dengan realisasi pembayaran lintas batas yang tengah diusahakan oleh negara-negara di ASEAN.
Bagi Bank Indonesia dan juga Bank Sentral negara ASEAN, ada beberapa tantangan yang harus dipahami agar sistem pembayaran lintas negara bisa terwujud dengan sempurna, terlebih ini masih baru. Tantangan tersebut yakni,
Biaya transfer - Pembayaran lintas batas biasanya akan lebih mahal karena melibatkan biaya penukaran mata uang (yang biasanya kita lakukan di money changer), biaya perantara, dan biaya peraturan. Dengan demikian, tantangannya membuat biaya tersebut menjadi lebih terjangkau.
Waktu – Pembayaran lintas batas memiliki cakupan wilayah yang lebih luas karena antar negara. Dengan demikian kecepatan waktu adalah poin penting, begitu pun dengan akses internet yang mumpuni.
Keamanan - Tingkat penipuan dalam pembayaran lintas batas relatif lebih tinggi daripada pembayaran domestik karena telah melewati batas negara. Transaksi dana besar rentan terhadap pencucian uang dan penipuan, sehingga penting bagi lembaga berwenang untuk mengawasi alur pembayaran tersebut. Nah, tantangan Bank Sentral yakni menekan risiko keamanan entah soal peretasan, penipuan atau pencucian uang.
Standardisasi - Negara yang berbeda cenderung memiliki format regulasi atau aturan yang berbeda terkait pembayaran lintas batas. Meskipun sudah ada fintech berlaku di luar negeri, tapi tetap harus patuh pada aturan negara ia berada. Bank Sentral punya peran membuat standardisasi agar aturan tiap negara seirama.
Likuiditas dana - Sebagian besar pembayaran lintas batas menggunakan pra-pendanaan akun untuk menyelesaikan pembayaran. Oleh sebab itu, penting untuk memastikan kecukupan likuiditas di rekening bank untuk memenuhi kewajiban pembayaran dalam batas waktu tertentu.
Itu dia beberapa tantangan yang harus dipenuhi oleh Bank Indonesia dan Bank Sentral lainnya dalam merealisasikan sistem pembayaran lintas batas. Lalu bagaimana dengan peluangnya?