"Maaf tadi buru-buru, Sori banget ya. Ini kakak aku abis nerawang, katanya dia liat anak kamar kita nendang tumbuhan, jadi sekarang dia lagi ditempelin sama salah satu penunggu kamar ini," jelas Kalsim
"Tumbuhan apa? Aku yang nendang? Ra, aku nggak pernah nendang apa-apa kok," Lisa menoleh ke Yara dengan panik. Air mata Lisa mengalir tanpa bisa ditahan lagi.
"Jangan nangis Lis! Kakak aku cuman nanya, soalnya dia liat penghuni kamar kita lagi marah," sahut Kalsim.
Sebagian besar anak kampus kami memang sudah mengetahui fakta besar kalau kakak perempuan Kalsim mempunyai keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh orang lain. Tak jarang Kalsim diberitahu tentang keadaan kost putri dari kakaknya. Padahal, kakaknya itu tinggal jauh dari kost, tepatnya di pulau Sumatera.
"Oh! Apa pohon cabe depan kamar ya Lis? Kan kamu yang cabut," terka Yara.
"Terus dia marah ke aku sampe demam tiap sore gini," lanjut Lisa. Tangis Lisa makin menjadi-jadi. Kalsim kembali menceritakan kejadian pohon cabe kepada kakaknya lewat telpon.
"Kakak aku bilang, pohon cabe depan kamar itu udah jadi mainan anak kecil penghuni kamar ini. Pas kamu cabut pohonnya, anak kecil itu nggak kenapa-napa, tapi yang besar nggak terima. Dia itu pemarah, dia nggak suka di usik," jelas Kalsim panjang kali lebar.
"Yang besar itu sosoknya gimana, Kal?" tanya Yara penasaran.
"Hitam, tinggi, besar, dia juga..." Kalsim terlihat ragu untuk meneruskan kalimatnya.
"Apa?"
"Dia ada di ranjang bawah Yara, lidahnya menjulur ke bawah, tampangnya juga serem banget kalo diceritain, kakak aku nggak mau kasih tau lagi,"