Taukah kalian apa itu ADHD?
ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau lebih umumnya disebut dengan hiperaktif adalah gangguan mental yang melibatkan gangguan pada perkembangan saraf yang memeranguhi keterampilan motorik (gerakan) seseorang. Kondisi ini ditandai dengan anak kesulitan dalam memusatkan perhatian, perilaku impulsif dan hiperaktif. Kondisi ini menyerang anak-anak, namun gejalanya bisa bertahan hingga remaja bahkan dewasa. Dengan kondisi ini, anak laki-laki lebih mungkin mengalami ADHD dibandingkan anak perempuan, dan anak dengan ADHD mulai menunjukkan gejalanya sebelum mereka mencapai usia7 tahun. Kondisi ini dapat mempengaruhi prestasi akademik anak karena banyaknya komplikasi yang terjadi pada penderita ADHD.
*JenisÂ
Terdapat 3 jenis ADHD, sesuai dengan gejala tertentu yang lebih mendominasi pada suatu individu. Nah, 3 Jenis ADHD tersebut meliputi:
1. ADHD Inattentive Type
Jenis ADHD ini menyulitkan orang untuk mengatur atau menyelesaikan tugas, memperhatikan detail, atau mengikuti arahan atau percakapan. Secara umum, anak-anak mudah teralihkan perhatiannya, sehingga mudah kehilangan konsentrasi atau melupakan detail rutinitas sehari-hari.
2. ADHD Impulsive/Hyperactive Type
Anak-anak dengan ADHD jenis ini biasanya banyak bicara dan mungkin juga tampak gelisah. Anak mengalami kesulitan untuk duduk diam dalam waktu lama (misalnya, makan atau mengerjakan pekerjaan rumah). Anak-anak yang lebih kecil jauh lebih aktif daripada teman-teman mereka yang lain. Anda dapat berlari, melompat, atau memanjat terus menerus. Ada juga anak yang impulsif, cenderung mengganggu, mengambil barang orang lain atau berbicara pada waktu yang tidak tepat. Biasanya sulit bagi anak untuk menunggu giliran atau mendengarkan instruksi.
3. ADHD Combined Type
Seperti namanya, ADHD jenis ini merupakan gabungan dari kedua jenis ADHD yang disebutkan di atas. Kombinasi gejala dari dua jenis ADHD terjadi pada satu orang.
*PenyebabÂ
Penyebab ADHD belum diketahui dengan pasti. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa ADHD dapat disebabkan oleh kelainan genetik atau nongenetik (lingkungan). Ketika berbicara tentang penyebab ADHD, para peneliti sedang mempelajari penyebab dan faktor risiko untuk mengurangi kemungkinan seseorang terkena ADHD. Penelitian dari Pusat Pengendalian dan Pecegahan Penyakit (CDC) menunjukkan bahwa genetika memainkan peran penting. Studi terbaru tentang gen kembar menghubungkan dengan ADHD. Berikut adalah beberapa faktor non-genetik yang diduga meningkatkan jumlah penderita ADHD:
-Ibu yang merokok atau minum alkohol selama hamil
- Ibu terpapar zat beracun di lingkungan
- Kelahiran prematur
- Berat lahir rendah
- Mengabaikan anak, pelecehan anak
- Bahan kimia dalam makanan, seperti pewarna makanan
- Kurangnya deteksi dini
- Kerusakan otak, infeksi otak, cedera kepala dan keracunan timbal
- Penggunaan obat-obatan, tekanan darah tinggi dan infeksi selama kehamilan
- Penyakit keturunan
- Keseimbangan neurologis (otak) yang memengaruhi area yang mengontrol fokus, perencanaan dan pengorganisasian.
* GejalaÂ
Terdapat gejala yang sering dikaitkan dengan ADHD:
1. Menunjukkan perilaku impulsif, mudah marah dan rawan kecelakaan.
2. Ketidakmampuan untuk memperhatikan atau fokus pada tugas.
3. Ketidakmampuan untuk memahami konsekuensi dari perilaku buruk
4. Depresi dan ketidakmampuan mengendalikan emosi
5. Suasana hati yang tidak terduga
6. Agresif dan tidak mampu mengendalikan diri
7. Tidak dapat mengikuti instruksi
8. Tidak bisa berteman
9. Berbohong, mencuri dan suka mengambil resiko besar
Ketika kita memperhatikan gejala ADHD, kita dapat melihat dari perilakunya. Anak-anak dengan gangguan ADHD dapat mempengaruhi pembelajaran di sekolah, bahkan dalam pertemanannya. Ciri umum anak ADHD yang sering terjadi, seperti hiperaktif, perilaku impulsif, dan sulit berkonsentrasi. Anak-anak dengan ADHD mungkin mengalami kesulitan untuk duduk diam, mengikuti petunjuk, dan menyelesaikan tugas di rumah atau di sekolah. Gejala ADHD pada anak biasanya dimulai sebelum anak berusia 12 tahun. Bahkan telah diamati pada beberapa anak semuda 3 tahun.
* Diagnosa
Umumnya, untuk didiagnosis ADHD, seseorang harus memiliki gejala yang berlangsung lebih dari enam bulan. Gejala-gejala ini juga harus muncul dalam situasi yang berbeda. Dokter juga akan melakukan pemeriksaan penglihatan dan pendengaran. Selain itu, dokter harus mewawancarai istri atau pasangannya dan melakukan pemeriksaan saraf. Dokter dapat mendiagnosis ADHD pada anak dan remaja dengan mendiskusikan gejala yang mereka alami dengan anak, orang tua, dan guru, serta mengamati perilaku anak. Mereka juga mengesampingkan hal-hal lain yang dapat menimbulkan gejala tersebut, seperti masalah kesehatan atau kehidupan sehari-hari. Anak juga dapat menjalani serangkaian tes untuk memeriksa status neurologis dan psikologisnya. Biasanya, tes dilakukan oleh dokter anak atau psikolog yang berpengalaman dalam diagnosis dan pengobatan ADHD.
* Pencegahan
Walaupun belum diketahui penyebab pasti dari gangguan ADHD, namun terdapat beberapa cara untuk mencegah ADHD, hal yang harus kamu lakukan adalah
Hindari faktor yang berisiko
Selama kehamilan, temui dokter secara teratur dan perbanyak makan-makanan bergizi
Hindari makanan yang mengandung pengawet dan pewarna buatan
Rutin olahraga dan perbanyak konsumsi air
* Pengobatan ADHD
Diagnosis dan pengobatan dini dapat membantu mengendalikan gejala. Penanganan ADHD sendiri melibatkan beberapa pihak yang perlu bekerja sama, Peran terapis, dokter, guru dan orang tua sangat penting. Dalam beberapa kasus obat dan terapi yang disarankan oleh dokter sangat membantu dalam proses pengobatan gagguan ADHD.
Dalam beberapa kasus, jalur pendidikan khusus dapat membantu anak belajar di sekolah. Jadwal dan rutinitas harian yang terstruktur sangat bermanfaat bagi anak-anak dengan ADHD. Selain itu, konseling dapat membantu penderita ADHD menemukan cara yang lebih baik untuk mengatasi emosi dan frustrasi mereka. Bahkan konseling dapat membantu anggota keluarga lebih memahami anak-anak dengan ADHD.
Proses pengobatan merupakan cara mengurangi gejalanya agar kondisi tersebut tidak menjadi masalah dalam kehidupan sehari-hari. Segera bawa anak ke dokter dan dapatkan saran dari dokter. Ingatlah bahwa perilaku sabar saat berhadapan dengan anak adalah kunci untuk menghindari risiko yang tidak diinginkan.Â
Wah, tidak terasa sudah di akhir kata nih, gimana menurut kalian? Jangan lupa like ya kalo kalian suka. Sampai jumpa di artikel selanjutnya...
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI