Mohon tunggu...
Mutiara Fahira
Mutiara Fahira Mohon Tunggu... Lainnya - Hanya seorang gadis pengarang.

Nona Capricorn, sang penyihir misterius.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Yang Tersayang, Carmen Brecht

18 Maret 2024   23:44 Diperbarui: 24 Maret 2024   23:31 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagaimana bisa kau menemukanku di sini? Kapan kau kembali?" Carmen heran, bersamaan timbulnya perasaan hangat ketika melihat pemuda itu lagi.

"Aku baru kembali tadi sore dan langsung menemuimu di rumah sakit, tapi sepertinya kau begitu tergesa-gesa dan pergi ke suatu tempat. Jadinya aku mengikutimu dan melihat semua yang kau lakukan," Jelasnya ringan.

Carmen tersenyum sumringah, dipeluknya pria itu dengan rasa rindu teramat sangat. Pria itu balas mendekapnya erat. Di bawah senja, mereka berjalan beriringan sembari bernostalgia dengan apa yang mereka lakukan. Carmen bercerita tentang klinik rahasianya, dan seperti diharapkan William menanggapi dengan takjub akan tindakan mulia yang dilakukan perempuan itu. 

Meski berperawakan dingin, William tidak seperti pria Netherland kebanyakan yang selalu memandang rendah kaum pribumi, sebaliknya William murni orang baik yang berpikiran terbuka, hanya saja pekerjaan mengikatnya. Hanya bersama William, dirinya bisa menunjukkan sisi yang menyenangkan dengan bebas, begitupun sebaliknya.

Sebenarnya ada beberapa hal yang ingin William sampaikan mengenai maksud kedatangannya, namun, dia ingin memastikan untuk yang satu ini. Pria itu merasa tidak ingin menyiakan kesempatan yang mungkin tidak akan pernah didapatnya jika bukan sekarang. Oleh karena itu, "Carmen, aku tahu apa yang kukatakan mungkin terkesan tidak tahu malu. Tapi, aku tidak bisa melupakanmu," William menghela napas, sebelum memutuskan menatap perempuan itu penuh harap, "Maukah kita memulai lagi dari awal?"

Carmen terdiam kaku. Perempuan itu memilin cincin emas di jari manisnya, itu cincin pernikahan.

Mengapa hidup tidak berjalan seperti yang diinginkan?

Carmen merasa hidupnya semakin terkekang ketika mendapati kabar perjodohan yang diatur orang tuanya, sehingga membuat Carmen tidak punya pilihan selain terima. Jauh di lubuk hati terdalam, Carmen belum mau  menikah. 

Nyatanya hal ini diatur sebagai keberlangsungan jangka panjang, yang mana disepakati antara ayahnya dan mitra bisnis. Selain itu juga, perjodohan ini menguntungkan, apalagi dapat meningkatkan derajatnya secara sosial. Sedangkan ibunya tidak dapat berbuat apa-apa selain patuh pada sang empu. 

Terkadang Carmen pun miris memikirkan nasib ibunya, sebagai seorang inlander yang menikahi bangsawan Netherland, pernikahan mereka dianggap tidak sah di mata hukum.

Meski tidak menginginkan pernikahan itu, dia berusaha menjalani hari-hari pernikahannya dengan baik. Namun suami yang menikahinya, Arne Klaas, mencintai perempuan lain dan memilih mendua. Arne juga tidak menganggap dan memperlakukan dirinya dengan baik. Kehidupan pernikahan bahagia yang sungguh ironis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun