Mohon tunggu...
Mutiara Salsabila
Mutiara Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Prodi Ilmu Administrasi Publik Universitas Muhammadiyah Jakarta

Mahasiswi Prodi Ilmu Administrasi Publik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Relevansi Pajak Terhadap Utang Negara di Tahun 2024

8 Mei 2024   00:40 Diperbarui: 8 Mei 2024   00:51 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di tengah gemerlapnya kehidupan di Indonesia, terdapat sebuah peran yang tak terlihat namun sangat vital bagi kelangsungan negara: pajak. Sebagai negara pemungut pajak, Indonesia mengandalkan kontribusi masyarakat dalam bentuk pembayaran pajak untuk membiayai berbagai program pemerintah dan memajukan pembangunan. 

Namun, di balik angka-angka dan regulasi yang kompleks, terdapat cerita yang menggambarkan perjuangan dan tanggung jawab bersama dalam menjaga keberlangsungan ekonomi dan kesejahteraan bangsa. Mari kita telusuri lebih jauh tentang peran penting pajak dalam kehidupan kita sebagai warga negara Indonesia.

Pajak juga merupakan kontribusi wajib yang harus dibayarkan oleh rakyat, perusahaan atau entitas lain yang mengacu pada regulasi yang ditetapkan. Pajak digunakan oleh pemerintah untuk membiayai berbagai program dan layanan publik seperti pendidikan, kesehatan, infrastuktur, keamanan, dan lain sebagainya. 

Pajak dapat dapat dikenakan atas berbagai jenis penghasilan atau transaksi seperti gaji, keuntungan usaha, penjualan barang dan jasa, kepemilikan properti, dan lain-lain. Tujuan utama dari pajak adalah untuk mengumpulkan dana yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran pemerintah guna menjaga stabilitas ekonomi dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. 

Pada hal ini pajak juga juga merupakan salah satu bentuk instrumen kebijakan fiskal yang digunakan oleh pemerintah untuk mengumpulkan pendapatan yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan pemerintah. Pajak dapat dikenakan atas berbagai jenis penghasilan, kekayaan, dan transaksi ekonomi yang dilakukan oleh individu, perusahaan, atau entitas lain.

Pemungutan pajak yang dilakukan dengan pendekatan sistem pajak yang efisien dan adil dapat membantu pemerintah dalam mengumpulkan pendapatan yang cukup untuk membiayai pengeluaran negara tanpa harus terlalu bergantung pada hutang. Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan utama pemerintah untuk membiayai berbagai program dan layanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, infrastuktur, dan keamanan. 

Dengan memiliki sistem pajak yang baik, pemerintah dapat mengurangi kebutuhan untuk meminjam uang, sehingga dapat mengontrol tingkat hutang negara. Bentuk pajak yang beragam, seperti pajak penghasilan, pajak penghasilan, pajak properti, dan pajak lainnya memberikan fleksibilitas bagi pemerintah dalam mengatur pendapatan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi ekonomi. Pajak yang dipungut secara adil dan efisien dapat meningkatkan penerimaan negara tanpa memberatkan terlalu banyak bagi warga negara. 

Pada tahap sistem pajak yang efisien yang ini tentu akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebab pungutan dan pemanfaatan pajak yang dilakukan secara benar akan menciptakan iklim bisnis yang sehat dan stabil, sebab ketika pajak dikenakan dengan proposional dan tidak memberatkan terlau banyak masyarakat atau pengusaha sehinggan hal ini dapat mendorong investasi, pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja. Serta, pemungutan pajak yang dikenakan secara adil dan transparan dapat meningkatkan keptuhan warga negara dalam membayar pajak sehingga dapat meningkatkan kepuasan masyarakat.

Pemerintah memiliki peran penting dalam mengelola hutang dan pajak untuk mendukung pembangunan ekonomi suatu negara. Hutang seringkali digunakan sebagai sumber pendanaan untuk proyek-proyek pembangunan infrastruktur yang penting bagi pertumbuhan ekonomi. Namun, besarnya utang yang harus dilunasi oleh pemerintah dapat memberikan dampak signifikan terhadap kebijakan pajak yang diterapkan. 

Pemerintah yang memiliki utang besar cenderung mengandalkan pajak sebagai salah satu sumber pendapatan untuk membayar bunga dan pokok hutang tersebut. Hal ini dapat mempengaruhi kebijakan pajak yang diterapkan, di mana pemerintah mungkin akan cenderung meningkatkan pajak untuk meningkatkan pendapatan dan mengurangi defisit anggaran. Selain itu, utang yang besar juga dapat menimbulkan tekanan tambahan terhadap penerimaan pajak. 

Pemerintah yang menghadapi beban utang yang besar mungkin akan lebih agresif dalam memungut pajak untuk mengurangi defisit anggaran dan membayar utang. Namun, hal ini juga dapat berdampak negatif terhadap iklim investasi dan pertumbuhan ekonomi suatu negara. 

Maka dari itu, pemerintah perlu memperhatikan dengan cermat keseimbangan antara pengelolaan hutang, kebijakan pajak, dan pembangunan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Keputusan yang bijaksana dalam mengelola hutang dan pajak dapat memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Dengan demikian, secara umum pajak memiliki relevansi yang sangat penting terhadap utang negara karena merupakan sumber pendapatan utama bagi pemerintah. Dengan adanya pajak yang efektif dan efisien, pemerintah dapat mengumpulkan dana yang cukup untuk membiayai berbagai program dan kegiatan pembangunan negara tanpa harus terlalu bergantung pada utang luar negeri. 

Selain itu, pajak juga dapat digunakan sebagai instrumen untuk mengatur distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat. Melalui sistem pajak yang adil dan progresif ,pemerintah dapat mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi antara berbagai kelompok masyarakat. Dengan demikian, dapat membantu mengurangi ketergantungan negara pada utang luar negeri serta memberikan keberlanjutan dalam pembiayaan kebutuhan negara tanpa harus menimbulkan beban yang terlalu berat bagi generasi mendatang.

Besarnya Target Pajak APBN Dan Kewajiban Cicilan Hutang Negara Tahun 2024

Target penerimaan pajak tahun 2024 disepakati sebesar Rp 1.988.879,9 miliar atau naik Rp 2 triliun dari target penerimaan pajak yang diusulkan dalam RAPBN 2024. Pemerintah akan menjalankan enam kebijakan teknis pajak untuk mencapai target penerimaan pajak tahun 2024.

  1. Perluasan basis pemajakan sebagai tindak lanjut UU HPP melalui tindak lanjut program pengungkapan sukarela dan implementasi nomor induk kependudukan sebagai nomor pokok wajib pajak. 

  2. Penguatan kegiatan ekstensifikasi pajak serta pengawasan terarah dan berbasis kewilayahan dalam rangka menjangkau seluruh potensi di setiap wilayah.

  3. Fokus kegiatan perencanaan penerimaan yang lebih terarah dan terukur melalui implementasi penyusunan Daftar Sasaran Prioritas Pengamanan Penerimaan Pajak (DSP4), prioritas pengawasan atas WP High Wealth Individual (HWI) beserta WP grup, transaksi afiliasi, dan ekonomi digital.

  4. Optimalisasi implementasi core tax system melalui perbaikan layanan perpajakan, pengelolaan data yang berbasis risiko, dan tindak lanjut kegiatan interoperabilitas data pihak ketiga.

  5. Kegiatan penegakan hukum yang berkeadilan melalui optimalisasi pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dan pemanfaatan kegiatan digital forensics.

  6. Insentif fiskal yang terarah dan terukur untuk mendukung transformasi ekonomiyang ditujukan untuk mendorong pertumbuhan sektor tertentu dan memberikan kemudahan investasi.

Penerimaan pajak terbesar berasal dari pajak penghasilan (PPh) nonmigas tercatat sebesar Rp83,69 triliun atau 7,87 persen dari target. Porsi penerimaan PPh nonmigas setara dengan 56,1 persen dari total penerimaan pajak. Selain itu, pajak pertambahan nilai (PPN) dan pajak penjualan barang mewah (PPnBM) terdata senilai Rp57,76 triliun atau terealisasi 7,12 persen dari target. Realisasi pajak bumi dan bangunan (PBB) dan pajak lainnya tercatat sebesar Rp810 miliar atau 2,14 persen dari target. Sementara, realisasi penerimaan dari PPh migas tercatat Rp6,99 triliun atau setara dengan 9,15 persen dari target. 

Kewajiban cicilan hutang negara adalah pembayaran yang harus dilakukan oleh pemerintah kepada kreditur atau lembaga keuangan internasional sebagai bagian dari pelunasan utang negara. Hutang negara biasanya terdiri dari pinjaman yang diperoleh pemerintah dari berbagai sumber, baik dalam negeri maupun luar negeri, untuk membiayai proyek-proyek pembangunan atau untuk memenuhi kebutuhan fiskal. 

Cicilan hutang negara merupakan bagian dari total utang yang harus dilunasi dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati antara pemerintah dan kreditur. Cicilan ini biasanya terdiri dari pembayaran pokok utang dan bunga yang harus dibayarkan secara berkala sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. 

Pentingnya membayar cicilan hutang negara secara tepat waktu adalah agar pemerintah dapat menjaga reputasi keuangan negara, menjaga kredibilitas di pasar keuangan internasional, serta memastikan kelangsungan pembayaran utang yang dapat berdampak pada stabilitas ekonomi negara. Jika pemerintah gagal membayar cicilan hutang secara tepat waktu, hal ini dapat berdampak negatif pada citra dan kepercayaan investor terhadap perekonomian negara tersebut. 

Peningkatan utang yang terus meningkat perlu dikelola dengan bijak, hati-hati, dan prudent untuk mendukung fiskal yang berkelanjutan serta mengurangi risiko terkait utang. Pertanyaannya adalah bagaimana risiko fiskal akibat kenaikan utang besar tersebut dan apakah kenaikan utang berdampak pada pencapaian pembangunan yang diharapkan.

Dalam Hal itu evaluasi risiko fiskal dari beban utang melalui beberapa indikator seperti rasio utang terhadap PDB, debt service ratio terhadap penerimaan transaksi berjalan, rasio keseimbangan primer terhadap PDB, dan rasio pembayaran bunga utang terhadap penerimaan dan belanja pemerintah.
Selanjutnya, tulisan ini akan menghubungkan kenaikan utang dengan beberapa indikator pembangunan seperti pertumbuhan ekonomi, penurunan kemiskinan, dan logistic performance index yang mencerminkan perkembangan infrastruktur.

Pemerintah sendiri berencana akan membayar bunga utang Rp 497,3 triliun pada 2024 mendatang. Pembayaran tersebut meningkat 12,7% dari alokasi pembayaran bunga utang tahun ini yang sebesar Rp 437,4 triliun. Melansir dari Peraturan Presiden Nomor 76/2023 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024, pembayaran bunga utang tersebut terdiri dari pembayaran bunga utang dalam negeri sebesar Rp 456,8 triliun, dan pembayaran bunga utang luar negeri sebesar Rp 40,4 triliun. 

Pada tahap ini dapat dijelaskan bahwa Pembayaran bunga utang yang meningkat dapat mengurangi sisa anggaran yang tersedia untuk program-program pembangunan dan pelayanan publik lainnya. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa pengelolaan utang dilakukan dengan bijaksana dan efisien untuk meminimalkan dampak negatifnya terhadap fiskal negara.

Melirik Hutang Era Kepemimpinan Jokowi Pada Dua Periode

Pada saat periode awal Jokowi menjabat tahun 2014 total besaran hutang negara Indonesia yaitu sekitar 2.400 triliun rupiah dan terus mengalami peningkatan yang signifikan setiap tahunnya sehingga pada tahun 2019 atau di akhir masa jabatan periode pertama presiden jokowi hutang Negara mencapai 5.000 triliun rupiah. 

Hutang yang terhitung cukup besar ini digunakan untuk berbagai keperluan termasuk juga untuk program sosial, kesehatan, sosial, pendidikan, kesejahteraan sosial dan yang paling prioritas serta menjadi fokus utama yaitu pembangunan infrastruktur yang menghabiskan anggaran cukup besar. 

Hutang negara pada periode pertama pemerintahan berasal dari berbagai sumber, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sumber-sumber hutang tersebut meliputi lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, IMF, ADB, serta pasar obligasi internasional. Selain itu, pemerintah juga menggunakan sumber pendanaan domestik seperti obligasi pemerintah dan pinjaman dari bank-bank dalam negeri.

Sepanjang 10 tahun pemerintahan yang dipimpin Presiden Joko Widodo atau 2015-Januari 2024, penambahan utang sudah mencapai Rp5.088 triliun. Kira-kira setara dengan Rp1,4 triliun per hari dengan asumsi 365 hari per tahun selama satu dekade. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan bahwa setiap hari dia harus menyediakan dana rata-rata Rp3,2 triliun buat urusan utang yang dimana mencakup kewajiban membayar bunga utang, cicilan pokok utang, serta pelunasan/buyback utang pemerintah dalam bentuk surat berharga negara (SBN) yang telah jatuh tempo. 

Maka dari itu total utang mencapai Rp1.153 triliun pada tahun 2024. Menurut Undang-Undang Keuangan Negara, rasio utang pemerintah ditetapkan maksimal 60 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Tim Riset CNBC Indonesia juga membedah pembayaran bunga utang Indonesia. Ternyata, Indonesia menghabiskan sekitar Rp 500 triliun tiap tahunnya untuk membayar cicilan pokok utang. Bila digabung dengan pembayaran bunga utang maka angkanya berkisar Rp 750-900 triliun.

Periode Pertama Pemerintahan Presiden Jokowi (2014-2019):

  1. Besaran Hutang Negara: Pada awal masa pemerintahan Presiden Jokowi pada tahun 2014, total hutang negara Indonesia sekitar 2.400 triliun rupiah. Selama periode ini, terjadi peningkatan signifikan dalam besaran hutang negara, dan pada tahun 2019, total hutang negara Indonesia mencapai sekitar 5.000 triliun rupiah.

  2. Distribusi Dana Hutang: Dana hutang pada periode pertama pemerintahan Jokowi digunakan untuk berbagai keperluan, termasuk pembangunan infrastruktur, program-program sosial, kesehatan, pendidikan, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prioritas utama penggunaan dana hutang adalah untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang menjadi fokus utama dalam visi pembangunan nasional Presiden Jokowi.

  3. Sumber Hutang: Hutang negara pada periode pertama pemerintahan Jokowi berasal dari berbagai sumber, baik dalam negeri maupun luar negeri. Sumber-sumber hutang tersebut meliputi lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, IMF, ADB, serta pasar obligasi internasional. Selain itu, pemerintah juga menggunakan sumber pendanaan domestik seperti obligasi pemerintah dan pinjaman dari bank-bank dalam negeri.

2. Periode Kedua Pemerintahan Presiden Jokowi (2019-2024):

  1. Besaran Hutang Negara: Pada periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, terjadi peningkatan jumlah total hutang negara Indonesia. Pada tahun 2020, total hutang negara mencapai sekitar 5.600 triliun rupiah. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh kebutuhan pembiayaan proyek-proyek infrastruktur yang terus dilakukan oleh pemerintah.

  2. Distribusi Dana Hutang: Dana hutang pada periode kedua pemerintahan Jokowi masih difokuskan untuk mendukung pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas utama. Selain itu, dana hutang juga digunakan untuk program-program kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan masyarakat.

  3. Sumber Hutang: Pemerintah Jokowi lebih menekankan penggunaan sumber pendanaan domestik seperti obligasi pemerintah dan pinjaman dari bank-bank dalam negeri untuk mengurangi risiko fluktuasi nilai tukar dan suku bunga asing. Namun, sumber hutang juga masih berasal dari lembaga keuangan internasional dan pasar obligasi internasional.

Dengan demikian, perbandingan besaran hutang negara Indonesia pada periode pertama dan kedua pemerintahan Presiden Jokowi menunjukkan peningkatan yang signifikan. Distribusi dana hutang pada kedua periode tersebut tetap difokuskan untuk mendukung pembangunan infrastruktur dan program-program penting lainnya, dengan melibatkan sumber-sumber pendanaan baik dari dalam negeri maupun luar negeri sesuai dengan kebijakan pengelolaan ekonomi dan pembangunan nasional yang dijalankan oleh pemerintah.

Proyek Mandat dan Peningakatan Pajak di Tahun 2024

Peningkatan alokasi pajak yang dikumpulkan atau didapat dari masyarakat yang terkesan meningkatkan pendaparan negara dalam hal ini tidak semerta-merta akan memenuhi kebutuhan proyek yang terlah direncakan. Ada berbagai faktor yang mempengaruhi lambatnya realisasi proyek, seperti perencanaan yang tidak matang, birokrasi yang lambat, masalah regulasi, sengketa lahan, dan lain sebagainya. 

Selain itu, dalam penggunaan dana pajak juga harus dipertimbangkan prioritas pengeluaran negara, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur yang bisa memakan sebagian besar dana. Pemerintah juga harus memperhatikan pengawasan dan evaluasi proyek yang sudah berjalan agar tidak ada penyalahgunaan dana atau proyek yang tidak sesuai harapan. 

Jadi, besaran pajak yang besar diharapkan bisa memberikan kontribusi yang signifikan dalam pembangunan negara, tetapi dapat terjadi hambatan dalam realisasi proyek karena berbagai faktor. Maka perlu dilakukan upaya yang lebih efektif dan efisien dalam penggunaan dana pajak agar proyek-proyek yang belum direalisasikan dapat segera terealisasi dengan baik. 

Pembayaran utang negara tidak hanya bergantung pada pendapatan pajak saja. Ada beberapa faktor lain yang juga memengaruhi proses pengurangan utang negara, seperti penerimaan negara lainnya, pengelolaan keuangan negara yang efisien, dan kebijakan fiskal yang tepat. Namun, pajak memainkan peran penting dalam pembayaran utang negara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun