-Sila kedua "Kemanusiaan yang adil dan beradab" hablum minannas
Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” mencerminkan hubungan antara manusia dengan sesamanya (Hablum Min An-Nâs). Apabila dalam hablum min Allah kedudukan manusia sebagai hamba, maka dalam hablum min an-nâs hubungan manusia dengan sesama manusia, dan berada dalam posisi khalifah fil-ardhi. Dalam isi sila ini berkaitan dengan syari’ah, yaitu termasuk ke dalam ibadah sosial, yang mencakup bidang kemasyarakatan (as-siyasah), yang dalam Islam didasarkan pada sikap saling menghormati. Dalam Al-Qur’an surat AlBaqarah: 177, Allah menjelaskan dengan rinci hakikat berbuat kebaikan, yang dimulai dari ibadah ritual hingga ibadah sosial. “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab- kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orangorang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” Selain itu, dalam Al-Qur’an pun Allah tidak melarang umatnya berbuat baik terhadap orang yang berbeda agama, ini menandakan sikap saling menghormati harus kepada semua kalangan, sesuai degan prinsip rahmatan lil ‘alamin.
-Sila ketiga "Persatuan Indonesia" Ukhuwah
Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” mencerminkan ide ukhuwah insaniyah (persaudaraan manusia)
14 dan ukhuwah Islamiyah bagi sesama umat Islam. Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 103 yang artinya: “Berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, Maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Al-Imran: 103). satuan akan terwujud apabila telah terjadi sikap toleransi yang tinggi antar sesama, sikap saling menghargai dan menghormati. Selain itu, dalam persatuan harus ditarik sifat persamaannya, bukan perbedaan yang hanya akan menimbulkan perselisihan dan pertentangan. Persatuan yang perlu digarisbawahi yaitu sama halnya dengan pluralitas. Dalam hal ini pluralitas berdasarkan apa yang dituntut oleh kemaslahatan rakyat, agar tercapai kesatuan dalam tujuan dan sasaran. Tujuan penting tersebut ialah agar umat seluruhnya berdiri dalam satu barisan di hadapan musuh-musuh.
-Sila keempat "Kemanusiaan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan"
Dalam sila keempat ini sejalan dengan prinsip Islam yaitu Mudzakarah dan Syura. Prinsip syura merupakan dasar dari sistem kenegaraan Islam (karakteristik negara Islam). Uniknya, prinsip syura ada di dalam Pancasila. Ini membuktikan bahwa perumusan Pancasila di ambil dalam bentuk musyawarah bersama berbagai kalangan untuk mencapai kesepakatan. Dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 159 :“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu.”
-Sila kelima "Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia"
sejalan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Lebih spesifikasi lagi, bahwa keadilan yang dimaksud yaitu dalam pemerataan rizki, berupa zakat, infak dan shadaqah. Keadilan sosial berkaitan erat dengan maqashid al-syari’ah (sasaran-sasaran syari’at). Sedangkan maqashid al-syari’ah terdiri dari tiga aspek, yaitu:
a. Dharuriyat, mengenai perlindungan terhadap hal-hal yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia, seperti agama/ad-dien, jiwa/nafs, keturunan/nasb, akal/‘aql, dan harta benda/mal.
b. Hajiyat, yaitu pemenuhan hal-hal yang diperlukan dalam hidup manusia, tetapi bobotnya di bawah kadar dharuriyat.