Mohon tunggu...
Mutia AH
Mutia AH Mohon Tunggu... Lainnya - Penikmat Fiksi

Menulis yang ringan dan positif

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Love By Phone

9 Juli 2020   08:45 Diperbarui: 9 Juli 2020   08:58 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tulisan sarat hikmah, dengan sentuhan indah membuatku jatuh cinta pada setiap kata yang tertulis. Bukan hanya mencintai karyanya aku pun jatuh cinta pada penulisnya.

Bulan Juni hampir berakhir, sebentar lagi hari ulang tahunku tiba. Apa mungkin kali ini engkau akan menyanyikan lagu spesial seperti tahun lalu? Aku ingat kalau itu, tepat jam dua belas, di malam ke lima belas bulan Juli.

Cinta 'kan membawamu kembali di sini
Menuai rindu, membasuh perih
Bawa serta dirimu, dirimu yang dulu
Mencintaiku apa adanya

Lembut, suaramu menyanyikan lagu Dewa  yang ku gunakan sebagai nada dering. Kembali Hening, ternyata hanya missed call. Kemudian tampak dalam layar sebuah pesan video masuk membuat hati dan bibir ini tersenyum bahagia.

Seketika bibir membulat membentuk huruf  O. Saat terlihat dalam video, kau begitu mempesona dengan pertunjukan romantis. Mengucapkan selamat ulang tahun, kemudian memetik gitar mengiringi lagu lawas kesukaan yang kau dendangkan.

Suara merdu, berpadu dengan iringan musik klasik dari gitar yang kau petik membuat suasana terasa syahdu. Sempurna aku jatuh semakin dalam pada tiap-tiap pesona yang kau pancarkan. Bahagia tak mampu lagi sembunyi dalam keraguan cinta maya sebagai permulaan kisah kita. Merasa menjadi wanita paling bahagia saat itu, hingga kini rasa ini enggan untuk pergi. Meski nyeri kala mengingat bagaimana hubungan kita sekarang.

Masih teringat saat awal perjumpaan tahun lalu. Dalam halte saat hujan mengguyur dengan derasnya, kita berdiri saling bersisian, menatap satu sama lain. Tanpa kata tuk bertukar sapa, sekadar ucapan basa-basi pun tiada. Seperti sepasang kekasih yang tengah bertengkar antara kita tersekat jarak.

Melihatmu bersikap demikian, patah hati seketika. Ada rasa sesal, kenapa menginginkan jumpa secara nyata bukan sekadar bertatap muka dalam layar HP semata. Mungkinkah aku terlampau jauh dengan ekspektasimu?

Aku menunduk lesu, hingga deras air hujan menyisakan tetes-tetes terakhir. Perlahan, satu demi satu orang-orang beranjak pergi meninggalkan tempat berteduh. Tinggal kita yang masih membisu. Ingin rasanya, menumpahkan air mata yang menggenang membentuk telaga di mata ini.

"Ayo, kita ke cafe seberang."
Tiba-tiba, kau menyentuh tanganku, membuat seluruh organ tubuh ini merespon cepat. Membalikan badan ke arahmu, meski seribu tanya bergejolak di hati. Apakah aku mimpi?

"Kenapa terkejut begitu?" katamu lagi, seolah keterasingan yang tercipta sedari tadi adalah kesalahanku semata.

"Katanya, mau langsung peluk kalau ketemu. Aku menunggu itu sejak tadi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun