Menyoal judul dan blurb yang mengatasnamakan keluarga dan bisnis, saya asal menebak ending---yang boleh jadi berbanding lurus dengan judul. Namun Ganti Suami berhasil menampik dugaan saya.Â
Novel ini tak sedramatis yang saya bayangkan dalam sinetron-sinetron rumah tangga. Bahkan ide sederhana yang ditawarkan Puspa Kirana membuat cerita ini layaknya kisah nyata seorang perempuan dengan beragam tantangan hidup yang mesti dilaluinya. Uniknya, penulis menanamkan karakter yang kuat dalam diri masing-masing tokoh sejak dimulainya bab pertama.
Saya bertanya dalam batin saat membaca bab-bab permulaan buku ini tentang sikap kesal Saras terhadap adik iparnya, Haura. Saya yakin, sikap Saras mampu menggiring pembaca untuk turut membenci Haura tanpa sebab.Â
Lantas kita bertanya-tanya, apakah adik iparnya itu benar-benar menyebalkan? Jika iya, semenyebalkan apa sampai-sampai membuat kakak iparnya sebal?
Banyak hal yang kita duga, melesat dari kebenaran yang sesungguhnya. Saat kita melihat keburukan seseorang, kita cenderung membenci. Begitu pun saat melihat sisi baiknya, kita dengan mudah mencintai. Semacam itulah anggapan Saras terhadap Haura.Â
Sebagai sosok perempuan yang membawa peran ganda, karakter ini sangat manusiawi meski terlambat saya sadari. Dalam konteks yang sama, penulis tidak serta merta mengabaikan uneg-uneg pembaca.Â
Puspa Kirana cerdik menempatkan tumbuhnya karakter tersebut dalam diri Saras. Termasuk tokoh lain yang berperan aktif dalam novel: Dewa dan Erlangga berkaitan dengan kebiasaan, masa lalu, serta lingkungan yang membentuk mereka. Ketelitian inilah yang dibutuhkan pembaca sehingga sebuah karya fiksi tak sepenuhnya fiktif.
Maka masuk akal ketika penulis juga menyertakan perjelasan terkait nama Salaganesia di halaman 136 yang dibalut percakapan Erlangga dengan Saras.Â
Menurut saya, ini penting bagi sebagian besar pembaca. Saya pun sempat kepo, meski gagal menemukan arti dalam KBBI maupun internet saat membaca daftar isi, cukup melegakan untuk sekadar mengetahuinya.
Sama kasusnya dengan penjabaran judul, Puspa lagi-lagi 'membayar' keingintahuan pembaca di halaman 201. Pergolakan hati yang dialami Saras, meciptakan pondasi baru dalam menyiasati ledakan konflik.Â
Maka tepat, judul Ganti Suami layak untuk menarik rasa penasaran pembaca. Ditambah Nindy sebagai figur yang nyaris membuat si tokoh utama jatuh di jurang yang sama dengannya.
Saras tidak mengerti jalan pikiran mereka. Dua rumah tangga hancur karena pertemanan antar-lawan jenis? (hal. 77). Waktu itu, Saras tidak dapat mentolerir ketika 'perselingkuhan' terjadi saat menyaksikan Nindy dengan Rayyan.Â
Paragaraf terakhir bab 6 ini menunjukkan komitmen Saras sekaligus mengantarkan konflik yang lamat-lamat menghangat di bab-bab berikutnya. Hingga sampai di halaman 131, Antara Jakarta dan Bandung, komitmen Saras---sebagai seorang perempuan muslim sekaligus istri---dipertanyakan.
Saya mengakui kelihaian Puspa Kirana dalam menanamkan konflik. Seumpama api, penulis paham betul bahwa kebakaran tak akan terjadi tanpa pemantik. Api tidak akan membesar begitu saja tanpa bahan bakar. Konflik pun demikian. Maka saya menyebut Nindy, sahabatnya, sebagai ranting kering. Sehingga berkali-kali api dalam dada Saras hampir mati, ia menyulutnya kembali.Â
Tentu, hal ini tak luput dari keterlibatan Saras untuk meneguhkan prinsip---atau justru sebaliknya? Jika pembaca sangsi, halaman 173 Saras terbukti membuka 'gerbang' komitmennya.
Novel setebal 320 halaman ini sangat dekat dengan kehidupan masyarakat kita. Penulis membawa kultur domestik yang karib, seperti panggilan "teteh" dalam Bahasa Sunda, "Rumah Cipaganti"---penyebutan wilayah sebagai tempat tinggal orang tua/mertua, "kakak-adik" sebagai panggilan anak-anak (dalam hal ini Haikal dan Arunika), panggilan sayang Dewa untuk istrinya.Â
Tak terkecuali nama-nama tokoh yang familiar dan mudah diingat, misalnya: Saras, Laras, Bagas, Firman, Imam, Bimo, dan sebagainya. Kedekatan itu kian riil dengan setting Bandung dan Salaganesia yang bergerak dibidang fesyen. Apalagi, tak sedikit produk fesyen menjamur di kota kembang ini.
Selanjutnya, bab 10 mengingatkan pembaca soal pola asuh anak. Penting bagi sepasang suami-istri membangun komitmen dalam rumah tangga, khususnya mendidik anak. Dialog daring yang melibatkan Dewa dan Saras membuat saya tambah kagum dengan sosok Dewa.Â
Pertanyaan "Kamu mau aku berbohong?" (hal. 119) bukan hanya ungkapan satire, namun mendidik istrinya untuk meneguhkan kembali komitmen mereka. Tentu saja Saras tahu konsekuensinya. Si anak bisa kehilangan kepercayaan pada orang tua dan kelak menjadi mudah berbohong (halaman 120).
Apakah dibutuhkan pengkhianatan untuk tahu siapa yang sungguh-sungguh setia? Saya tak habis pikir jika Erlangga tidak melakukan pengkhianatan itu, apakah tiba giliran Saras mengkhianati suaminya?
Alur cerita disusun sedemikian ritmis oleh penulis menuju Shocking Attack yang mengejutkan. Namun tak disangka, kehidupan Nindy mendadak berbalik, keberhasilan Haura yang tiba-tiba dengan Orange Zephyr, serta kebangkrutan Erlangga masih terkesan filmis.Â
Meski kita sepakat bahwa pihak penipu harus memperoleh imbalan yang sepadan, tidak semua tokoh harus menemui 'penghakiman' di akhir cerita. Saya rasa, pernyataan bartender (sepupunya yang boleh dilabeli sebagai orang baru) di halaman 307 terlalu blak-blakan menggambarkan kondisi Erlangga: "Mungkin itu balasannya, Ga. Lo pernah bikin bangkrut orang, sekarang lo yang bangkrut."
Di sisi lain, saya mencari kepuasan dengan membayangkan Erlangga terpaksa menjual SUV hitam kebanggannya. Setelah itu, biarkan pembaca menarik benang merahnya sendiri.Â
Seperti Rayyan yang memilih putus hubungan setelah kondisi Nindy terpuruk, lebih dari cukup untuk menggambarkan sifat asli Rayyan tanpa banyak penjelasan.Â
Meski begitu, saya menikmati halaman demi halaman buku ini seperti membaca kisah seorang teman. Orisinalitasnya sangat kental. Saya berharap semoga buku ini jadi salah satu obat bagi pasangan yang sedang diambang perpecahan.
Membaca bab terakhir, saya dipertemukan lagi dengan deskripsi fisik yang menurut saya berlebihan karena diulang-ulang, meskipun saya telah memakluminya di bab satu.Â
Misalnya, deskripsi "perempuan berkerudung biru tua" dalam paragraf pertama, disebutkan lagi di paragraf ketiga dengan penyebutan serupa (hal. 293). Sama halnya di halaman 1 dengan dua subjek sekaligus: Laras dan Nindy.Â
Laras dideskripsikan sebagai "perempuan berkerudung marun" dalam alinea kedua, lalu disebutkan lagi "perempuan berkerudung" dalam alinea ketiga. Sedangkan Nindy dideskripsikan sebagai "perempuan yang berambut kecoklatan".Â
Menurut saya, akan lebih baik jika deskripsi semacam itu tidak terlalu sering disebutkan. Toh di paragraf selanjutnya, penulis memberitahu tokoh yang dimaksud. Ini semacam teka-teki silang yang hanya perlu membalik lembar halaman untuk mengetahui kunci jawaban.
Menyoal bisnis, Erlangga digunakan sebagai bidak oleh penulis untuk membagikan ilmu bisnisnya. Puspa Kirana memanfaatkan konflik dan dialog antar tokoh sebagai media penjelasan yang efektif.Â
Saya mafhum sebab penulis lihai membuat percakapan tersebut seolah-oleh melibatkan pembaca untuk mengetahui pangkal masalah beserta penyelesaiannya.Â
Hal ini terasa saat membangkitkan kembali Salaganesia. Tak dapat dipungkiri, tema bisnis dikolaborasikan dengan persoalan rumah tangga menambah nuansa baru yang unik. Inilah poin plus Ganti Suami.
Merasa tidak dicintai menjadi pangkal dari semua masalah yang datang.. (hal. 269). Merasa dicintai oleh orang yang tidak tepat pun juga menimbulkan kerumitan.Â
Dari buku ini saya belajar beragam hal tentang dunia bisnis, rumah tangga, serta menjaga hubungan dengan keluarga maupun relasi. Novel ini baik dan aman dibaca oleh kalangan remaja, dewasa, maupun orang tua. Tak ada unsur provokatif, meskipun saya sempat menduganya demikian ketika membaca judul. Because ... damn! I love you so much, Dewa! Hahahaha..
Selamat atas proses dan perjuangannya merampungkan novel ini, Teh Puspa Kirana.
Judul buku: Ganti Suami
Penulis: Puspa Kirana
Penerbit: Bentang Pustaka
Tahun Terbit: 2022
Tebal Buku: 320 halaman
ISBN: 978-602-291-879-0
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H