Mohon tunggu...
Mutia Senja
Mutia Senja Mohon Tunggu... Penulis - Pembelajar

Salah satu hobinya: menulis sesuka hati.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Review Novel Ganti Suami

21 Juni 2022   13:00 Diperbarui: 21 Juni 2022   14:47 916
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Maka tepat, judul Ganti Suami layak untuk menarik rasa penasaran pembaca. Ditambah Nindy sebagai figur yang nyaris membuat si tokoh utama jatuh di jurang yang sama dengannya.

Saras tidak mengerti jalan pikiran mereka. Dua rumah tangga hancur karena pertemanan antar-lawan jenis? (hal. 77). Waktu itu, Saras tidak dapat mentolerir ketika 'perselingkuhan' terjadi saat menyaksikan Nindy dengan Rayyan. 

Paragaraf terakhir bab 6 ini menunjukkan komitmen Saras sekaligus mengantarkan konflik yang lamat-lamat menghangat di bab-bab berikutnya. Hingga sampai di halaman 131, Antara Jakarta dan Bandung, komitmen Saras---sebagai seorang perempuan muslim sekaligus istri---dipertanyakan.

Saya mengakui kelihaian Puspa Kirana dalam menanamkan konflik. Seumpama api, penulis paham betul bahwa kebakaran tak akan terjadi tanpa pemantik. Api tidak akan membesar begitu saja tanpa bahan bakar. Konflik pun demikian. Maka saya menyebut Nindy, sahabatnya, sebagai ranting kering. Sehingga berkali-kali api dalam dada Saras hampir mati, ia menyulutnya kembali. 

Tentu, hal ini tak luput dari keterlibatan Saras untuk meneguhkan prinsip---atau justru sebaliknya? Jika pembaca sangsi, halaman 173 Saras terbukti membuka 'gerbang' komitmennya.

Novel setebal 320 halaman ini sangat dekat dengan kehidupan masyarakat kita. Penulis membawa kultur domestik yang karib, seperti panggilan "teteh" dalam Bahasa Sunda, "Rumah Cipaganti"---penyebutan wilayah sebagai tempat tinggal orang tua/mertua, "kakak-adik" sebagai panggilan anak-anak (dalam hal ini Haikal dan Arunika), panggilan sayang Dewa untuk istrinya. 

Tak terkecuali nama-nama tokoh yang familiar dan mudah diingat, misalnya: Saras, Laras, Bagas, Firman, Imam, Bimo, dan sebagainya. Kedekatan itu kian riil dengan setting Bandung dan Salaganesia yang bergerak dibidang fesyen. Apalagi, tak sedikit produk fesyen menjamur di kota kembang ini.

Selanjutnya, bab 10 mengingatkan pembaca soal pola asuh anak. Penting bagi sepasang suami-istri membangun komitmen dalam rumah tangga, khususnya mendidik anak. Dialog daring yang melibatkan Dewa dan Saras membuat saya tambah kagum dengan sosok Dewa. 

Pertanyaan "Kamu mau aku berbohong?" (hal. 119) bukan hanya ungkapan satire, namun mendidik istrinya untuk meneguhkan kembali komitmen mereka. Tentu saja Saras tahu konsekuensinya. Si anak bisa kehilangan kepercayaan pada orang tua dan kelak menjadi mudah berbohong (halaman 120).

Apakah dibutuhkan pengkhianatan untuk tahu siapa yang sungguh-sungguh setia? Saya tak habis pikir jika Erlangga tidak melakukan pengkhianatan itu, apakah tiba giliran Saras mengkhianati suaminya?

Alur cerita disusun sedemikian ritmis oleh penulis menuju Shocking Attack yang mengejutkan. Namun tak disangka, kehidupan Nindy mendadak berbalik, keberhasilan Haura yang tiba-tiba dengan Orange Zephyr, serta kebangkrutan Erlangga masih terkesan filmis. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun