"Kau memang si rangking satu? Tapi aku tidak tahu ternyata kau bodoh juga." Ucapnya padaku. Sama seperti reaksiku pada anak perempuan tadi. Aku mengerutkan dahi saat mendengar apa yang dia ucapkan padaku.
"Berhenti menatap orang dengan tatapan dan ekspresi seperti itu! Itu membuatmu terlihat bodoh sekaligus menjengkelkan." Ucap Toni lagi.
"Maaf." Aku menggaruk kepalaku yang sebenarnya tak gatal.
"Mimpi ada untuk diwujudkan. Tapi duniamu dan apa yang ada di hadapanmu sekarang juga harus kau kejar." Ucapnya sambil kembali menepuk bahuku.
"Hah?" Responku pendek. Aku kurang bisa menangkap apa yang dia katakan.
"Pergilah ke kantin bodoh! Kejar si Rina!" Ucapnya kesal. Ku beri tahu, anak perempuan tadi bernama Rina.Â
"Kenapa?" Tanyaku pada akhirnya.
Toni kembali mendengus kesal. "Kau bodoh! Tak usah kau pikirkan kenapa! Pergi saja, ikuti perkataanku!" Ucapnya kesal.
Sekarang giliran aku yang mendengus kesal. Bagaimana tidak? Berkali-kali disebut bodoh oleh Toni. Yang mohon maaf, di kelas pun tidak masuk sepuluh besar. Mohon maaf jika aku terdengar sombong. Tapi aku sekarang sedang kesal. Jadi jangan protes!
Pada akhirnya aku menuruti ucapan Toni. Jika tidak, maka suara Toni akan terus mengisi pendengaranku hingga bel masuk berbunyi nanti.
Aku melangkah dengan tak bersemangat. Menuju kantin yang jaraknya cukup untuk menghabiskan waktu lima menit yang kumiliki.