Mohon tunggu...
Dodi Muthofar Hadi
Dodi Muthofar Hadi Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Manjadda Wajadda

"Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus puluhan bahkan ribuan kepala"

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Meniti Kehidupan di Antara Riba dan Fatwa

12 Oktober 2015   11:07 Diperbarui: 16 Oktober 2015   16:47 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wati : "Maksud kamu kita bahas topik yang lainnya, gitu?"

Dodi : "Bukan, aku tu mau berhenti untuk bekerja menawarkan pembiayaan syariah itu, saya gak tega. Saya menilai itu salah satu bentuk riba yang diambil dari nasabah oleh bank. Padahal kita digaji oleh bank, maka aku menilai gaji kita, juga bagian dari uang hasil mengambil riba"

 

Wati terdiam sebentar dilihatnya pemuda yang memang masih belum menikah itu, padahal dia sudah punya 2 anak yang sudah sekolah SD bahkan hampir akan lulus SD anak pertamanya tahun depan. Dilihatnya wajah Dodi yang terlihat serius tanpa senyum yang sekali-kali dilihatnya Dodi mengambil ubi mengupasnya dan memakannya sambil menunggu jawaban dari Wati.

Wati : "Untuk masalah riba itu sudah selesai di MUI (Majelis Ulama Indonesia) Dod, ikuti saja fatwa MUI kita gak usah berpendapat sendiri. Aku tahu kamu juga suka belajar agama, namun kapasitasnya masih jauh kan dibawah mereka yang diberikan beban untuk mengeluarkan fatwa. Jadi kamu pikirkan lagi deh keputusanmu, jangan hanya karena kamu punya pendapat sendiri tentang riba kemudian kamu mau berhenti bekerja di bank syariah kita"

Wati : "Apalagi kamu belum memulainya sama sekali baru juga selesai training, itupun cuma via email. Karena kamu direkrut langsung oleh BOSnya otsourching yang menyalurkan karyawan ke bank syariah kami."

Dodi : "Ayo sambil dimakan ubinya"

Dodi : "Aku sudah mempelajarinya dan membuat catatan kecil tentang riba, dan saya lebih cenderung tidak setuju dengan fatwa dari MUI ataupun DSN (Dewan Syariah Nasional). Bukan juga aku bermaksud sombong atau menghakimi bahwa uang yang beredar diperbankkan saat ini cenderung haram. Saya hanya ingin menghindari hal itu, kalaupun itu halal ya sudah mungkin itu bukan riskiku."

bersambung............

 

NB. Ini hanyalah cerita fiksi apabila ada kesamaan nama, tempat dan yang lainnya itu artinya hanya kebetulan semata, selamat sejahtera, semoga sukses

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun