Mohon tunggu...
Muthakin Al Maraky
Muthakin Al Maraky Mohon Tunggu... Guru - Relawan di Komunitas Literasi Damar26 Cilegon

Tukang ngelamun yang mencintai buku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Izrail di Malam Perempat Final

28 Maret 2022   08:07 Diperbarui: 28 Maret 2022   13:29 384
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sentientmetaphysics.com

"Ingat! Jangan sampai lupa. Jika saja kamu melewatkan ritual-ritual ini satu hari saja, Mbah tak bisa menolong nyawamu."

"Baik, Mbah."

"Untung saja hari ini kau datang menghadap Mbah, kalo tidak? Matilah kau! Hahaha.." Dada Mbah Karto Sujiwo membusung.

Di hadapan Mbah Karto sujiwo, Galih nyaris seperti anak kecil yang sedang dinasehati orang tuanya. Sepanjang percakapannya dengan Mbah Karto Sujiwo, mahasiswa terbaik, kandidat doktor ilmu politik itu hanya menjawab baik, baik, dan baik. Tak ada kata lain. Mungkin karena nyawanya saat itu dipegang oleh si Mbah, ia menjadi penurut. Tak ada protes. Tak ada pertanyaan. Siang itu kekritisan Galih dipenggal oleh Mbah Karto Sujiwo, sang orang pintar.

***

Di malam terakhir ritual, Arman sengaja datang berkunjung ke rumah Galih. Rencananya, Arman akan menemani Galih di malam ritualnya yang terakhir. Dan di malam itu juga, mereka sudah berencana menonton bareng babak perempat final Piala Dunia 2018. Di partai perempat final itu, mereka berdua akan menyaksikan pertandingan Timnas Inggris melawan Timnas Swedia. Arman dan Galih adalah pendukung Timnas Inggris. Sejak awal, mereka berdua menjagokan pasukan The Three Lions itu menjadi juara.

Rumah yang dibilang cukup mewah itu nampak sepi. Di rumah itu, Galih hanya tinggal dengan adik lelakinya yang masih duduk di bangku SMA---yang saat itu sedang tidak berada di rumah. Menginjak usianya yang kedua puluh enam, Galih sudah memiliki segalanya; rumah, mobil, dan beberapa usaha kecil. Hanya saja, sampai saat ini ia belum memiliki tambatan hati.

Galih sudah menyiapkan Ubo Rampe, segala macam bunga juga sudah ia siapkan untuk mandi di tengah malam. Ubo Rampe itu ia simpan di kamarnya. Jika saja malam ini Galih melewatkan ritualnya yang terakhir, matilah Galih, kata Mbah Karto Sujiwo.

Tepat pukul delapan malam, seorang tukang ojek online datang membawa membawa dua bungkus nasi goreng yang dipesan Galih. Mereka berdua memakan nasi goreng itu di ruang tengah sambil menonton televisi. Sambil menyantap nasi goreng yang masih hangat, mereka berdua mengobrol.

Galih bercerita bahwa akhir-akahir ini ia jarang makan malam. Sepulangnya dari kampus tempat ia mengajar, biasanya ia langsung tidur. Kemudian bangun tengah malam untuk sholat isya, setelah itu ia lanjut belajar sampai adzan shubuh. Mendengar cerita Galih, Arman menduga bahwa selama ini sahabatnya itu hanya kelelahan dan masuk angin biasa. Tak ada penyakit aneh-aneh yang bersarang di tubuhnya.

Sambil menunggu pertandingan perempatfinal, Galih bercerita mengenai rencananya di masa depan. Ia memiliki impian ingin membangun panti sosial. Membantu orang-orang yang tak mampu. "Jangan bilang ini wasiat terakhirmu! Dan aku harus tanggungjawab untuk menjalankannya. Hahaha.." Arman mencoba menggoda Galih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun