Sudah hampir satu minggu Galih merasakan badannya pegal-pegal. Perutnya mual. Ulu hatinya nyeri. Beberapa dokter sudah didatangi. Obat-obat dari berbagai jenis sudah menjadi makanan sehari-hari. Tak kunjung juga merasakan adanya perubahan, Galih mulai mencari informasi. Ia menulis status di Facebook. Meracau tak terkendali. Apa yang selama ini dirasakan, ia tulis semua di kolom berandanya.Â
Beberapa hari kemudian, status facebooknya ramai dikomentari oleh teman-teman dunia mayanya:
"Awas, Mas. Hati-hati! Penyakit berbahaya tuh."
"Berobat ke Losmen Melati saja, Mas. Di situ ada spesialis pijat. Mbak Prety itu langganan aku."
"Penyakit ini hampir sama dengan penyakit yang dialami oleh sepupuku. Ingin lebih jelasnya, cek inbox, Mas."
Galih Membaca komentar itu satu persatu. Dari sekian banyaknya komentar, ia tertarik dengan komentar dari akun yang bernama D'Ibrahimovic. Akun itu menyarankan Galih untuk membaca pesan yang dikirimnya lewat inbox. Tanpa berfikir lama, jempol Galih menyentuh menu pesan.
Selamat malam, Mas Galih. Terkait penyakit yang dialami oleh Mas Galih, saya menyarankan Mas Galih untuk berobat ke Mbah Karto Sujiwo. Beliau sangat ahli dalam hal ini. Saya menduga, Mas Galih ada yang mengganggu. Kasus penyakit Mas Galih ini hampir sama dengan kasus penyakit yang dialami oleh sepupuku. Sudah berobat ke beberapa dokter, tapi katanya tidak ada penyakitnya. Saya dan sepupuku awalnya sempat kebingungan. Mau berobat ke mana lagi? Akhirnya saya memutuskan untuk membawa sepupuku berobat ke orang pintar. Hasilnya lumayan memuaskan. Coba saja, Mas. Semoga hasilnya baik juga. Semoga lekas sembuh yah, Mas. Begitulah pesan yang ditulis oleh akun yang  berfoto profil bintang timnas sepakbola Swedia bernomor punggung sepuluh itu.
Keesokan harinya, Galih menemui Arman, sahabat dekatnya sejak SMA sampai kuliah. Ia menceritakan semua yang dirasakan kepada Arman. Dari penyakit yang dialaminya, hingga saran dari D'Ibrahimovic untuk berobat ke orang pintar. Awalnya Arman bingung, siapa D'Ibromovic itu? Galih bilang, D'Ibrahimovic itu nama sebuah akun di Facebook.
Mendengar percakapan mereka berdua, Ibunya Arman protes ketika Galih memutuskan untuk berobat ke orang pintar. Mengapa Galih yang berpendidikan tinggi, kandidat doktor di universitas ternama memilih orang pintar untuk menyembuhkan penyakitnya? Perempuan yang berusia lima puluh delapan tahun itu terus memprotes keputusan Galih. Mengapa Galih yang pintar memilih orang pintar? Siapa sebenarnya yang pintar?
"Apakah tidak ada cara lain?" tanya Ibunya Arman. Ia menghampiri mereka berdua di ruang tamu dengan membawa dua gelas teh hangat.