Sejak kecil, orang tua Ustad Ismail Qosim sudah memasukkan anaknya tidak hanya di sekolah yang berkultur agama. Namun Sikap netral ayahnya memutuskan agar Ustad Ismail kecil juga mengenyam sekolah Umum. "kelak orang berilmu akan sulit menyampaikan ilmunya tanpa selembar kertas (ijazah)" itulah pesan sang ayah kepada Ustad Ismail kecil. Dan itu terbukti di jaman sekarang.
Ustad Ismail Qosim memulai sekolah Umum di SDN Karanganyar 4, Tambelangan dan tamat disana pada tahun 2006. Dari situ, orang tuanya kemudian memasukkannya ke sekolah menengah di daerah Jrengik, Sampang. Disana ia mengenyam pendidikan selama 3 tahun.
Masa Remaja: MA, Sarjana dan Master di Alkhoziny
Pada tahun 2010 Ia hijrah belajar di Sidoarjo, menjadi santri dan bersekolah di Ponpes Alkhoziny Buduran Sidoarjo dan tamat jenjang MA pada tahun 2013. Kemudian Ustad Ismail Qosim melanjutkan pendidikannya di jenjang perguruan tinggi yang masih berada dalam naungan pesantren alkhoziny.
Ia kuliah di Institut Agama Islam Alkhoziny, Buduran dan menuntaskan S1 nya pada tahun 2017 lalu melanjutkan pendidikan S2, mengambil jurusan yang linear di kampus ini dan melesaikannya pada tahun 2019. Selain di Alkhoziny, Ustad Ismail Qosim pada tercatat pernah mengikuti pondok ramadhan di Pesantren Asuhan KH. Maimoen Zubair, Sarang, Jawa Tengah.
Awal dakwah Ustad Ismail Qosim
Sejak di pesantren beliau sudah aktif dakwah melalui tulisan, baik cetak maupun Online. Selain Artikel, beliau juga menulis buku Ensiklopedia Fiqh Puasa, Perbandingan Madzhab. dan, banyak karya tulis, puisi, dan sebagainya. Ustad Ismail Qosim dituntut untuk selalu produktif lantaran ia menjabat pimpinan umum Lembaga Pers Pesantren Alkhoziny selama 3 periode.
Ustad Ismail Qosim mulai berdakwah sejak tahun 2018 saat itu ia masih berstatus santri di Alkhoziny. Setiap kali liburan maulid, ustad Ismail Qosim tidak pulang kerumah jutru berangkat dakwah bersama atau menggantikan sang ayah ke Kalimantan Barat.
Belajar di Kota Seribu Wali
Ustad Ismail Qosim selesai belajar di Alkhoziny pada tahun 2019 dan Ia memiliki keinginan untuk melanjutkan rihlah keilmuannya di Kota Tarim, Hadromaut. Karena tahun 2019 adalah awal Covid, maka butuh tiga tahun menunggu keberangkatan.