Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Sri Hamil

14 Februari 2021   19:13 Diperbarui: 14 Februari 2021   19:26 365
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kucing jalang? Apa aku tidak salah dengar? Dulu kamu juluki aku Kucing bintang, Mas".

"Dulu kau memang kucing bintang, tapi untuk sekarang rasanya kucing jalang lebih pantas untuk kau sandang!"

"Suara kasar yang keluar dari mulutmu itu membuatmu makin mirip anjing, Mas".

"Suara cempreng yang keluar dari cangkemmu itu masih mirip kucing jalang, Sri!"

Begitulah percakapan telepon itu diawali dengan baku hantam. Aku dan Sri bagai anjing dan kucing yang beradu cangkem dengan suasana pagi yang baru mulai menderu.

Sebenarnya, aku sama sekali tak keberatan ketika Sri menyebut nada tinggi yang aku muntahkan tadi menyerupai anjing yang menyalak. Kenyataan bahwa Sri telah diam-diam menikah dengan pria lain tiga bulan lalu itu sangat menyakitkan untukku.

Semenjak itu aku memutuskan untuk membenci semua kenangan yang mengingatkan aku kepada Sri. Termasuk Kucing. Sri sangat suka kucing.

Segala apa yang melekat pada dirinya selalu ada pernak-pernik tentang kucing: bando, tas, sepatu, parfum, baju, rok dan kemungkinan besar celana dalamnya pun bergambar kucing.

Tak cuma itu. Sri bahkan memiliki tingkah laku serupa dengan kucing. Bagaimana ia bersuara, tertawa, bermanja, dan kejahilannya, semuanya mirip dengan kucing, imut.

Oleh karena kelekatannya dengan kucing, aku pernah menjulukinya si Kucing Bintang, kucing yang selalu bisa bersinar untuk menghiasi kegelapan hatiku. Namun sejak pengkhianatan itu, aku memilih untuk membenci kucing dan berpaling kepada anjing, yang ternyata tak kalah imut, juga setia.

Dan di saat aku sedang berjuang melawan kenangan indah bersamanya, berjuang melupakan semua tentang dirinya, seenaknya saja dia menghubungiku lagi pagi ini. Jelas membuat aku semakin benci dan tak kuat untuk memuntahkan kekesalan yang tersimpan di dada.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun