Mohon tunggu...
Musfiq Fadhil
Musfiq Fadhil Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Abdul Hamma

Lulusan S1 Ilmu Kesehatan Masyarakat - Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Diganggu Dedemit Kebun

22 Oktober 2020   22:41 Diperbarui: 22 Oktober 2020   22:50 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pukul 20.40. Setelah beberapa saat memeriksa keadaan batang-batang sengon, berbekal senter kemudian saya menyusuri gelap dan becek menuju ke gubuk yang ada di dalam kebun. Jarak antara gubuk dan pinggir jalan raya kira-kira 50 meteran.

Sampai di gubuk, saya mengumpulkan kayu lalu membuat api. Lumayan untuk menghangatkan tubuh sekaligus menjadi penerang gelap gubuk dan pengusir nyamuk. Tak lupa mataku selalu tengak tengok ke arah pinggir jalan kalau-kalau ada maling datang.

Pukul 21.00. Sejauh ini aman. Tak ada terlihat kendaraan lewat di jalan. Pun tak ada hal-hal aneh menyeramkan. Hanya senyap suara deru aliran sungai di bawah kebun, suara ranting pohon bergesekan, suara jangkrik dan sesekali lolongan anjing liar dari arah bukit sebelah.

Pukul 21.08. Saya mendengarkan radio dari hape nexian yang sedang menyiarkan dalang yang tengah mengisahkan Narayana Begal.

Mungkin efek tadi siang mengangkut batang sengon ke pinggir jalan, Badanku Rasanya lelah sekali. Lelah dan ngantuk, Saya memutuskan untuk merebahkan tubuh di ranjang bambu hingga pasrah tidur begitu saja.

Entah pukul berapa. Seseorang menepuk-nepuk bahuku sampai saya terbangun dari tidur. Ketika saya mulai membuka mata, terlihat seorang Perempuan cantik sedang tersenyum ke arahku. 

Saya tidak mengenal siapa dan untuk apa malam-malam begini perempuan cantik itu ada di gubuk ini. Tapi senyuman manis yang mirip artis Ayu Azhari itu mengalihkan otak saya untuk berpikir hal-hal aneh.

"Mas, Tangi! Ikut aku main ke rumah yuk!" Suara perempuan itu begitu lembut menghipnotis pikiranku.

Tanpa basa-basi saya mengikuti langkahnya menuruni kebun kemudian melewati sungai lalu naik ke bukit sebelah. Beberapa kali langkah perempuan itu berhenti untuk mengambil ranting yang kemudian ia selipkan di gendongan punggungnya.

"Mriki, Saya bantu bawa kayunya, Mbak"
"Mboten usah, Mas."
"Namamu Siapa? Rumahmu kok pelosok banget. Apa masih jauh, Mbak? Kenapa jam segini Mbak baru pulang, ndak takut?"
"Namaku Sri. Sebentar lagi sampai, Mas"

Aneh. Baru lima langkah setelah permpuan itu menjawab, tiba-tiba saya sudah sampai di depan pintu sebuah rumah. Rumah antik jawa pintu dan jendela kayu penuh ukiran dan di depannya ada dua lampu ceplik menyala. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun