Makna Religious Pencatatan Perkawinan
         Dalam lingkup spiritualitas perkawinan yaitu suatu ikatan yang sakral serta suci antara laki-laki dan perempuan. Tujuan pencatatan perkawinan pun berguna untuk memelihara hak hak, moral, serta etika dalam kehidupan. Tertuang dalam KHI pasal Pasal 5 menyebutkan "agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam, setiap perkawinan harus dicatat. Pencatatan perkawinan tersebut pada ayat (1) dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954.
Makna Yuridis Pencatatan Perkawinan
         Dalam administrasi pencatatan perkawinan berguna untuk memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Apabila tidak dicatatatkan maka pernikahan tidaklah memiliki kekuatan hukum serta apabila terjadi adanya penyelewengan terhadap pernikahan maka pihak wanita lah yang kemungkinan akan mendapat kerugian. Dengan demikian melalui pencatatan perkawinan inilah kepastian dan kekuatan hukum memiliki kuasa yang sangat kuat serta dapat dilindungi haknya dengan baik.
Bagaimana menurut pendapat kelompok kalian tentang pentingnya pencatatan perkawinan dan apa dampak yang terjadi bila pernikahan tidak dicatatkan sosiologis, religious, dan yuridis
         Menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, Pasal 1 Perkawinan tersebut berbunyi, "Ikatan Lahir dan Batin Antara Seorang Pria dan Seorang Wanita Sebagai Suami Istri dengan Suatu Tujuan Membentuk Keluarga (Rumah Tangga) yang Bahagia dan Kekal Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Faktor kunci ikatan lahir batin dalam perkawinan ialah perjajian yang dilakukan antara laki-laki dan perempuan untuk hidup bersama sebagai sahabat dekat Islam.
         Dalam Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan disebutkan bahwa "Perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan dengan persetujuan mereka". Yang memiliki arti bahwa jika ada perkawinan yang melanggar kesusilaan dan kepercayaan masyarakat, khususnya dalam bidang agama, maka perkawinan tersebut tidaklah sah.
         Dengan begitu, bangsa tetap harus mengingkari keabsahan perkawinan dalam hal ini dalam hal agama dan penerimaan masyarakat. Oleh karena itu, negara harus kembali mengesahkan keabsahan perkawinan ini menurut pandangan agama dan kepercayaan masyarakat, dalam hal ini berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat 2 Undang-Undang.
         Perkawinan dan pencatatan perkawinan ialah suatua hal yang saling berhubungan. Dalam Pasal 2 ayat disebutkan bahwa "Masing-masing pendaftaran menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku". Seluruh keluarga peristiwa yang memiliki implikasi hukum perlu didokumentasikan dan dilestarikan sehingga individu yang terlibat dan pihak berkepentingan lainnya memiliki dokumentasi yang nyata tentang peristiwa itu dan agar kedudukan hukum seseorang ditetapkan seta dibuat jelas.
         Ketika masalah terkait pernikahan muncul, pembukuan berfungsi untuk menyediakan dokumentasi yang andal, seperti menetapkan kondisi hubungan saat ini.
DAFTAR REFERENSI