Mohon tunggu...
Mustikha Larasati
Mustikha Larasati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam - Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Pencatatan Perkawinan Itu Penting?

22 Februari 2023   22:43 Diperbarui: 22 Februari 2023   22:58 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

2) Setelah pasangan suami istri bertanda tangan di dalam akta nikah, kedua saksi dan panitera yang hadir dalam perkawinan itu juga menandatanganinya. Jika perkawinan dilakukan menurut agama Islam, wali nikah atau wakilnya juga menandatanganinya.

3) Perkawinan itu dicatat secara resmi dengan menandatangani akta.

Mengapa Pencatatan Perkawinan diperlukan

                 Dalam buku-buku fikih hampir tidak pernah menyebutkan pencatatan perkawinan, yang sejalan dengan keadaan yang berlaku pada saat fikih itu ditulis. Praktek pemerintah mengatur pencatatan tersebut sesuai dengan epistemologi hukum Islam, yaitu dengan cara istislah atau maslahat. Meskipun baik ayat maupun sunnah tidak mengatur secara formal tentang pendaftaran, namun kandungan manfaat tersebut sesuai dengan perbuatan syara yang menginginkan manfaat bagi orang banyak. Oleh karena itu, Kompendium Hukum Islam menyatakan bahwa perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan akta nikah yang dikeluarkan oleh pencatat nikah.

                 Adapun perkawinan yang tidak dicatatkan menurut peraturan yang berlaku, maka perkawinan tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mendapat perlindungan hukum negara. Menurut UU No.I Tahun 1974 tugas pencatatan perkawinan yaitu dilatar belakangi masih banyaknya masyarakat di perkotaan yang menikah tanpa registrasi. Walaupun perkawinan yang demikian jelas tidak sesuai bahkan bertentangan dengan hukum negara dan juga sarat, Demikian menciptakan masalah baik bagi pasangan maupun bagi anak yang akan dilahirkan dan itu akan merugikan keluarga yang bersangkutan. Berdasarkan peraturan terkait pencatatan nikah, pada hakikatnya Islam tidak mengharuskan bahwa perkawinan harus dicatat secara administrasi. Namun dalam hukum di Indonesia, yang salah satunya dituangkan dalam KHI, di mana aturan ini telah disepakati sebagai pedoman bagi umat Islam di Indonesia dalam mengatur hubungan muammalat di Indonesia, termasuk masalah perkawinan, telah mengatur secara jelas bahwa perkawinan harus dicatat di Pegawai Pencatat Nikah agar mendapatkan kekuatan hukum.

                 Dalam KHI (Pasal 6) mewajibkan setiap muslim untuk mencatatkan perkawinannya ke catatan sipil agar prinsip mitsaqan ghalidzan seperti yang tercantum dalam Pasal 2 KHI tetap terjaga dalam suatu perkawinan, sehingga tujuan hukum Islam (ghayah altasri) seperti yang tercantum dalam Pasal 5 dapat terwujud untuk kemaslahatan bagi masyarakat (umat). Dengan begitu mencatatkan perkawinan mengandung manfaat atau kemaslahatan, kebaikan yang besar dalam kehidupan masyarakat. Sebaliknya apabila perkawinan tidak diatur secara jelas melalui peraturan perundangan dan tidak dicatatkan akan digunakan oleh pihak-pihak yang melakukan perkawinan hanya untuk kepentingan pribadi dan merugikan pihak lain terutama isteri dan anak-anak.

Makna Filosofis, Sosiologis, Religious, dan Yurudis Dalam Pencatatan Perkawinan

Makna Filosofis Pencatatan

                 Makna filosofis perkawinan ialah dilambangkan dengan ikatan sosial, keadilan, keseimbangan, tanggung jawab serta untuk keberlangsungan kehidupan manusia. Maka dari itu pencatatan perkawinan harus dilaksanakan dengan sungguh sungguh, karena berkesinambungan dengan hak hak orang lain. Dalam hal ini keadilan dan kesetaran sangat diperlukan karena semua orang berhak dalam pencatatan perkawinan itu sendiri.

Makna Sosiologis Pencatatan Perkawinan

                 Makna sosiologis ialah makna yang berhubungan dengan sosial. Dalam hal ini kehadiran orang lain sangat diperlukan dalam pencatatan perkawinan. Dengan dicatatatnya perkawinan maka hubungan suami istri mempunyai hak dan kewajiban dalam perkawinannya dan mempunyai hukum yang kuat untuk dipenuhi segala haknya. Dalam perkawinan pun perlu adanya saksi untuk menyaksikan pernikahan kedua belah pihak antara pihak laki-laki dan perempuan agar tidak timbul kesalahan pahaman antar manusia. Dengan di catatnya ini maka tidak timbullah kesalah pahaman itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun