Mohon tunggu...
Mustikha Larasati
Mustikha Larasati Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Hukum Keluarga Islam - Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengapa Pencatatan Perkawinan Itu Penting?

22 Februari 2023   22:43 Diperbarui: 22 Februari 2023   22:58 246
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Huwelijks menerapkan Ordonatie Christen Indonesia (StbI. 1933, Nomor 74) kepada umat Kristiani yang merupakan penduduk asli Indonesia,

Ketentuan KUH Perdata tetap tidak berubah bagi warga negara asing dan WNI kelahiran Tionghoa,

WNI dan WNA  lainnya mengikuti hukum sesuai dengan adat negara mereka,

Kitab Hukum Perdata berlaku bagi warga negara Indonesia keturunan Eropa dan keturunan Eropa secara keseluruhan.

Jika tujuh Undang-Undang Perkawinan disahkan, maka menjadi empat sistem hukum yaitu hukum kawin adat, perkawinan Islam, Hukum Perdata, juga Orde Kristen Indonesia (HOCI). Karena itu pembahasan mengenai Undang-Undang Perkawinan terfokus pada hal tersebut.

Sejarah Pencatatan Perkawinan Sesudah Disahkan UU Perkawinan

Bertepatan tahun 1974 pada 2 Januari ditetapkan menjadi Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan. RUU ini mengenai perkawinan yang diajukan dari pemerintahan tanggal 22 Desember 1973, lalu dilanjutkan pada Sidang Paripurna DPR-RI. Peraturan Pemerintah No.1 diundangkan oleh pelaksana. Mengenai pemberlakuam UU No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan. Selain Inpres No. 1 Tahun 1991 bagian Kompilasi Hukum Islam.

Latar belangkang melingkupi Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 mengenai Perkawinan adalah adanya kemungkinan penyatuan dengan sah juga pembentukan kembali yang sah. Upaya penerapan satu hukum yang berlaku bagi semua warga disebut penyatuan hukum. Sementara itu, kemungkinan pembentukan kembali yang sah pada hakekatnya dimaksudkan untuk memenuhi keinginan-keinginan pembebasan dari permintaan-permintaan yang ada dan menempatkan pasangan di perkawinan pada derajat yang sama, baik mengenai hal keistimewaan maupun kewajiban-kewajiban.

Peraturan hukum pencatatan perkawinan dalam UU Pasal 1 angka 2 UU Perkawinan Tahun 1974 berbunyi sebagai berikut: Setiap perkawinan ditulis sesuai aturan dan UU yang berlaku. Sementara itu, Peraturan Pemerintah Nomor 2 ayat 1 dan 2 memuat rincian tentang lembaga pelaksana pencatatan perkawinan. 9 Tahun 1975, khususnya: 1) Sesuai UU No. 32 tahun 1954 mengenai  Pencatatan Perkawinan, Cerai, dan Rukun, Pegawai Panitera bertanggung jawab atas pencatatan perkawinan bagi pasangan yang seiman. 2) Pendaftaran hubungan bagi orang yang melangsungkan pernikahan sesuai agama dan kepercayan diluar agama Islam, dilakukan Balai Pendaftaran Nikah di kantor perpustakaan umum seperti disinggung pada aturan yang berbeda mengenai pendaftaran perkawinan.

Menurut Pasal 11 Akta Nikah, bukti sahnya peristiwa perkawinan, yaitu:

1) Pasangan suami istri bertandatangan di dalam akte pernikhan yang diberikan Petugas Panitera berdasarkan ketentuan yang berlaku segera setelah perkawinan dilangsungkan. tempat sesuai dengan ketentuan Pasal 10 Peraturan Pemerintah ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun