Sore tadi, semilir angin di sepanjang pantai teluk gosong mengeringkan lembab bajuku akibat cucuran peluh usai fasilitasi seputar laporan keuangan BUM Desa di Berangas.
Tumben sekali, cuaca yang setiap sore mendung dan kadang hujan berubah menjadi cerah. Pantas saja, kegiatan gotong royong pemerintah desa bersama warga desa di teluk mesjid masih terus berlanjut demi mempersiapkan peringatan haul Al Habib Mukhsin bin Hasan Al Musawa, Minggu lusa.
Sebelumnya, saat pagi hari sekitar jam 09.23 WITA aku sempat singgah sejenak berbincang bersama sekretaris desa dan warga desa teluk masjid.
"Minum kopi dulu pak" celetup salah satu warga yang mengenalku sebagai pendamping.
"Inggih pak, gampang aja" sahutku sambil mendekati sekretaris desa.
Aku bertanya pada sekretaris desa, "Pak Sekdes, air sungai ini jernih sekali, dari mana sumbernya?".
"Ini berasal dari atas pak, air terjun yang tempo hari saya ceritakan ke sampian" jawab sekretaris desa.
"Kadang-kadang pak, ada pengendara motor yang lewat di sini kalau kehausan meminum langsung dari air sungai ini" tandas salah satu warga yang mengenakan sepatu satlinmas.
Mendengar tegukan kopi salah satu warga, rupanya konsentrasiku sedikit terganggu, aku bertanya dengan lirih pada sekretaris desa, "Pak sekdes, mana gelasnya?"
"Di sini pak" jawab seorang warga sambil menunjuk ke arah gelas.
Pelan-pelan kuambil gelas kemudian kutuangkan kopi dari ceret yang sudah tua, semerbak asap kopi yang menyatu dengan asap tembakau di tangan kiriku membawa ingatan pada cerita sekretaris desa tentang air terjun dan wisata desa.
Perbincangan mengenai air terjun dan wisata desa ini muncul usai menghadiri undangan dari Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pulau Laut Sebuku dalam rapat koordinasi "pendanaan operasionalisasi perhutanan sosial". Dalam paparannya, skema persetujuan perhutanan sosial lingkup KPH Pulau Laut Sebuku terbagi atas Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, dan Kemitraan Kehutanan dengan strategi pengembangan usaha berupa wana tani (agroforestry), wana mina (silvofishery), wana ternak (silvopasture), dan ekowisata.
Otakku makin liar, rupanya kopi buatan warga desa ini mengalahi coffee shop ternama di perkotaan.
"Oya...Pak Sekdes, rasanya teluk mesjid sudah mendapatkan ijin HKm (Hutan Kemasyarakatan) kurang-lebih seluas 680 Ha?" tanyaku pada sekretaris desa.
"Betul pak !!" jawab sekretaris desa.
"Bukankah ini peluang bagus pak sekdes untuk mendukung fokus dana desa pada penguatan desa yang adaptif terhadap Perubahan Iklim, program ketahan pangan, dan pengembangan potensi keungggulan desa?" tegasku meyakinkan sekretaris desa.
"Kalau untuk program ketahanan pangan sudah pak, kami mengembangkan wana mina (silvofishery) berupa budidaya ikan Nila, Patin, Lele dan Bawal, dan ini hasil kolaborasi antara dana desa dan bantuan dari dinas perikanan Pemerintah Daerah". Jawabnya meyakinkan.
"Hanya saja, kami belum faham degan maksud sampian terakait dana desa untuk penguatan desa yang adaptif terhadap Perubahan Iklim dan pengembangan potensi keungggulan desa" imbuhnya, bertanya dengan nada penasaran.
"Kalau kita baca dengan jeli pak sekdes, Permendesa PDT nomor 2 Tahun 2024 tentang Petunjuk Operasional atas Fokus Penggunaan Dana Desa Tahun 2025, maka akan kita temukan penjelasan tentang hal tersebut, pak sekdes sudah baca regulasinya?" tanyaku balik.
"Sudah pak, tapi garis besarnya saja, tolong jelaskan pak" jawabnya sambil tersenyum malu.
Setelah kuteguk kopi untuk yang kesekian kalinya, kujelaskan pada sekretaris Desa; pada BAB II huruf B nomor 2 (dua), terdapat beberapa komponen penguatan desa yang adaptif terhadap Perubahan Iklim meliputi: (1) adaptasi dampak perubahan ikilim diantaranya ialah pengendalian kekeringan seperti pembuatan infrastruktur bangunan untuk melindungi dan konservasi mata air/ sumber air bersih skala desa; (2) mitigasi perubahan iklim salah satunya berupa peningkatan atau mempertahankan tutupan vegetasi seperti penghijauan (reboisasi), penggkayaan tanaman hutan dan praktik wana tani (agroforestry), dan (3) pengembangan desa ramah lingkungan melalui pengelolaan perhutanan sosial oleh Desa atau BUM Desa.
Sedangkan pengembangan potensi keungggulan desa sebagaimana BAB II huruf E lampiran Permendesa nomor 2 Tahun 2024 salah satunya ialah pengembangan desa wisata.
"Oh, ini sangat sesuai banget pak dengan kondisi teluk masjid, tapi...." sambut sekretaris desa yang tadinya menyambut riang namun tiba-tiba loyo dan suaranya menjadi lirih sambil meneruskan ucapannya yang sedikit penasaran "tapi, apakah ini dapat diterima dan tidak dicoret oleh dinas Pak?".
Sontak akupun terperangah sambil mengerutkan kening.
Belum sempat menjawab, sekretaris desa bergumam sambil tertawa sinis "betulkan pak?".
Dalam hatiku berkata "iya juga sih, selama ini banyak kegiatan yang dianggarkan oleh desa tapi mentok pada meja tanpa solusi".
"Pak sekdes...Pak....sekdes...." teriak salah seorang warga sambil mengumpulkan dedaunan yang kering untuk dibakar.
Diskusi kamipun terputus, warga nampak semangat menjalankan gotong royong sesuai peran masing-masing.
Akupun pamit untuk melanjutkan perjalanan ke desa dampingan lainnya hingga sore menjelang.
Sebelum pulang dari Berangas, seperti biasa sebagai pendamping kami harus input laporan melalui aplikasi DRP Mobile, pada halaman pertama terdapat info terbaru yang berisi Surat Pernyataan SK TPP Tahun 2025.
Barangkali inilah yang dinanti-nanti oleh rekan-rekan pendamping beberapa hari ini, termasuk Marina.
Marina merupakan salah satu pendampin perempuan yang berparas menawan dan selalu berpenampilan menarik, wajar saja banyak lelaki kepincut dengan dirinya. Namun sayang sejak awal bulan Januari 2025 hingga tadi pagi, Marina nampak redup, bibirnya yang biasa merah merona dengan hiasan gincunya, kini redup tak lagi menawan dan badannya mulai mengurus, aura kebintangannya seperti hilang.
Dengan memberanikan diri aku bertanya "rin, tumben belakangan ini kamu tidak semenarik biasanya?".
"Ah, sampian bisa aja mas !" dengan nada malu-malu marina menyahut.
"Apakah kamu sakit?" tanyaku melanjutkan.
"Tidak mas !" jawabnya tegas.
"Belakangan ini saya khawatir mas, takut tidak diperpanjang kontrak Tahun 2025 karena isunya beredar perekrutan pendamping baru lagi" Marina berkelakar.
"Sabar saja rin, isnyallah lanjut" sahutku menguatkan Marina.
Tibalah informasi melaui pesan grup, meskipun sebenarnya aku sudah tahu melalui DRP Mobile bahwa kontrak diperpanjang Tahun 2025.
Bukan main, Marina sangat senang mendengarnya, sesekali dia mengepalkan kedua tangannya sambil berucap "yes...yes....yes".
"Mas, betul kata sampian, ternyata kita lanjut kontrak" kalimat Marina mengirim pesan melalui platform salah satu media sosial.
"Iya, Alhamdulillan rin" jawabku singkat.
Belum sampai 2 (dua) jam sudah beredar isu bahwa perpanjangan kontrak hanya sampai bulan Maret 2025 karena berakitan dengan sertifikasi.
Selang beberapa lama, Marina kembali mengirimkan pesan yang berbunyi "Mas, betulkah cuma 3 bulan saja?".
"Kurang tau juga rin, apakah ini valid atau tidak?" balasku ragu.
Meskipun tidak melihat ekspresi wajahnya secara langsung, aku menduga Marina pasti cemas seperti sebelumnya.
Kalau isu itu benar, maka eksistensi Marina sedang dipertaruhkan karena bagi perempuan, pesona profesional itu diukur dari seberapa merahnya gincu yang dikenakan. Tentu saja hati Marina tak secerah cuaca tadi sore dan tak sesejuk angin di pantai teluk gosong.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H