Mohon tunggu...
Danang Arief
Danang Arief Mohon Tunggu... Psikolog - baca, nulis, gowes adalah vitamin kehidupan

Menekuni bidang pengembangan organisasi

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jika Kebaikan dan Keburukan Bertarung, Siapa Pemenangnya?

9 Juli 2022   07:58 Diperbarui: 9 Juli 2022   08:00 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jika kebaikan dan keburukan bertempur di dalam diri kita, siapa yang menang?. Gambar oleh Chetan Dhongade dari Pixabay 

Siapa yang tidak kenal Kotaro Minami?

Tokoh yang bisa berubah menjadi Ksatria Baja Hitam ini punya tujuan mulia, membela kebenaran dan mengalahkan keburukan.

Berhasilkah dia?

Seperti yang bisa Anda saksikan di serial film Kamen Rider Black dan Black RX, kebaikan selalu menang. Meskipun dengan kalah terlebih dahulu.

Kenapa polanya selalu keburukan yang menang lebih dulu?

Karena jika kebenaran yang langsung menang, film akan usai. Jalan cerita jadi kurang menarik.

Perhatian kita memang lebih mudah terfokus pada hal-hal yang bersifat negatif.

Itu jualah rahasia yang membuat Anda betah berlama-lama scrolling di sosial media.

Jika sekarang Anda buka sosial media yang Anda miliki dan mulai scrolling ke bawah, niscaya Anda akan menemukan konten-konten bertema negatif di timeline Anda.

Sebut saja, berita kecelakaan, musibah atau bencana, isu kenaikan tarif listrik atau BBM dan masih banyak lagi yang semisalnya.

Tanpa disadari, Anda akan lebih bersemangat lagi untuk berselancar di media sosial.

Kenapa Demikian?

Dalam sebuah studi yang dilakukan oleh psikolog John Cacioppo, partisipan ditunjukkan sekumpulan gambar baik yang bertema positif, negatif maupun netral. 

Peneliti kemudian mengobservasi aktivitas di dalam otak. Diperoleh hasil bahwa gambar-gambar negatif memproduksi response yang lebih kuat di dalam cerebral cortex dibanding gambar-gambar yang positif maupun netral.

Oleh karena itu, sikap dan perilaku kita cenderung untuk dibentuk lebih kuat oleh berita, informasi maupun pengalaman yang bersifat negatif.

Fenomena ini dikenal dengan istilah negativity bias.

Mengenal Negativity Bias

Bias kognitif ini mengakibatkan peristiwa buruk memiliki dampak yang lebih signifikan pada keadaan psikologis kita daripada peristiwa positif.

Bahkan ketika kejadian positif dan kejadian negatif sama besarnya. Tetap saja kejadian negatif dirasakan lebih besar pengaruhnya ketimbang kejadian positifnya.

Misalnya, Anda mendapatkan hadiah berupa uang tunai Rp. 100.000. Apa yang Anda rasakan? tentu saja senang.

Di kemudian hari Anda kehilangan uang Rp. 100.000. Apa yang Anda rasakan? sedih dan kecewa pastinya.

Jika Anda renungkan, peristiwa mana yang lebih besar pengaruhnya bagi Anda?

Pemenang hadiah Nobel Kahneman dan Tversky menemukan bahwa ketika membuat keputusan, seseorang secara konsisten memberikan bobot yang lebih tinggi pada aspek-aspek negatif suatu kejadian dibanding kepada aspek-aspek positif.

Bias ini membuat Anda memberikan atensi yang jauh lebih banyak terhadap kejadian-kejadian negatif, membuat mereka tampak jauh lebih penting dibanding seharusnya.

Tendensi untuk melebih-lebihkan hal negatif dapat berdampak pada keputusan yang diambil.

Dimana Saja Negativity Bias Dapat Terjadi?

Sebuah kajian yang berjudul tajam, bad is stronger than good, menunjukkan bahwa di begitu banyak area kehidupan, hal-hal yang buruk akan berdampak lebih besar dan lama dibandingkan hal-hal yang baik.

Emosi yang buruk, orangtua yang buruk, dan umpan balik yang buruk lebih berdampak dibanding yang baik. 

Informasi yang buruk diproses dengan lebih serius daripada informasi yang baik.

Semua penemuan ini menunjukkan bahwa yang buruk lebih kuat daripada yang baik. Hal ini adalah prinsip umum di berbagai fenomena psikologi.

Apakah bias ini dapat terjadi juga di kantor?

Untuk mengetahuinya, jawablah pertanyaan ini:

Topik apa yang lebih sering dibicarakan ketika obrolan santai di kantor?

Apakah hal-hal bertema negatif seperti jalanan macet, kenaikan harga, gosip rekan kerja dan atasan? Atau hal-hal positif seperti prestasi kerja rekan Anda, turunnya harga sembako misalnya?

Anda sendiri yang bisa menjawabnya.

Bagaimana cara mengatasinya?

Kemungkinan Anda tidak bisa menghindari bias ini. Namun, terdapat cara bagaimana mengelola pikiran kita agar bias ini tidak berdampak negatif. Berikut adalah diantaranya:

  • Melakukan reframing atau mengubah sudut pandang.
    Ketika Anda melihat suatu kejadian lewat kacamata negatif, atau hanya fokus pada aspek negatif dari suatu peristiwa, carilah cara untuk melihat situasi tersebut melalui kacamata yang lebih positif.
  • Berikanlah pandangan yang fair pada semua peristiwa. Baik yang diinterpretasikan negatif maupun positif. Sehingga Anda dapat mengambil keputusan dengan lebih baik dan objektif.
  • Ketika Anda berinteraksi, ingatlah selalu bahwa komentar bernada negatif akan memiliki bobot jauh lebih besar dibanding komentar yang positif.
  • Pahami bahwa kita memiliki tendensi untuk fokus pada hal-hal yang negatif. Dengan memahami hal ini, Anda dapat berperan aktif untuk mengarahkan diskusi atau interaksi ke arah yang lebih baik.

Kesimpulannya, menjadi pembela kebenaran seperti Kesatria Baja Hitam bukanlah hal yang mudah.

Namun bagaimanapun juga, keburukan tidak boleh menang. 

Seperti halnya Kotaro Minami, kita juga harus bisa "berubah". Berubah untuk dapat mengubah cara pandang kita terhadap semua peristiwa yang kita alami. Agar keputusan yang diambil, tidak disesali kemudian.

Referensi:

https://thedecisionlab.com/biases/negativity-bias

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun