Sosok seperti apa yang muncul di benak Anda ketika disebut nama AHY?
Berperawakan tinggi, gagah dan tampan dengan segudang prestasi, baik akademik maupun militer. Barangkali kompasianers punya pandangan yang sama.
Memang, karir politik AHY belum lama dimulai. Pertama kali maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta, ia kalah. Pada gelaran pilkada tahun 2017 lalu, AHY hanya sampai di putaran pertama. Ia berada di urutan ketiga, dibelakang Anies-Sandi dan Ahok-Djarot. Lalu bagaimana kans AHY di pilpres 2024?
Berdasarkan hasil survey terbaru yang serentak dilakukan di 34 provinsi, AHY punya elektabilitas yang cukup tinggi. Ia berada di posisi keempat di belakang Prabowo, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Hal yang menarik adalah AHY berada di depan Ridwan Kamil dan Sandiaga Uno yang berada di posisi kelima dan keenam.
AHY yang juga adalah Direktur Eksekutif The Yudhoyono Institute (TYI) dan pendiri AHY Foundation punya strategi personal branding yang baik. Selain website, AHY punya channel di Facebook, YouTube, Twitter dan Instagram. Semuanya aktif dan memiliki followers yang banyak.
Apa yang tampak disana? Tentu saja potret berbagai aktivitas seorang ketua umum partai yang terhitung muda, tampan, gagah dan cerdas. Modal yang cukup untuk mengikuti kisah sukses Warren Harding.
Siapakah Warren Harding?
Warren Harding adalah presiden terpilih Amerika ke 29. Kala itu, publik mengenalnya sebagai orang secara fisik dan penampilan, sangat pantas untuk menjadi pemimpin Amerika. Sosoknya digambarkan sebagai berikut:
Harding adalah sosok yang layak mendapat perhatian. Kepala, pundak dan dadanya memiliki ukuran yang menarik perhatian. Dia lebih dari tampan. Kata "seperti dewa Romawi" kadang-kadang digunakan untuk menggambarkannya. Suaranya seolah-olah bergaung, maskulin sekaligus hangat. Sepatunya bersih mengkilap. Sikapnya menunjukkan bahwa ia dengan tulus ingin membahagiakan orang lain.
Sebagai seorang Republikan, karir politik Harding dimulai sebagai Senator untuk negara bagian Ohio. Disana, dia bertemu dengan sosok benama Harry M. Dagherty, seorang pelobi politik ulung yang berperan besar dalam karir politiknya.
Perlahan namun pasti, karir politik Harding menanjak. Dia kemudian terpilih sebagai calon presiden dari partai Republik pada Pemilu tahun 1920. Pada gelaran akbar tersebut, dia mampu mengalahkan lawannya James M. Cox dari partai Demokrat dengan persentase 60,4% dibanding 34,1%. Sebuah selisih yang terhitung mencolok.
Warren Harding hanya menduduki jabatan itu selama dua tahun. Dia meninggal mendadak karena stroke yang dialaminya. Oleh banyak sejarawan, dia dianggap sebagai Presiden gagal. Times bahkan memasukkannya ke dalam daftar "10 Presiden Amerika yang Dilupakan".
Jika Harding tidak memiliki kualitas yang diharapkan sebagai seorang Presiden, kenapa dia dapat terpilih?
Banyak orang Amerika yang melihatnya sebagai orang yang tampan dan tampil beda. Mereka terdorong ke kesimpulan bahwa ia tipe orang yang pemberani, cerdas dan memiliki prinsip moral kuat.
Penampilannya yang begitu memukau menyebabkan terputusnya proses berpikir normal. Mereka tidak berpikir mendalam, hanya di permukaan saja.
AHY dan Peluangnya di Pilpres tahun 2024
AHY bukanlah Warren Harding. Dia memiliki bekal untuk menjadi pemimpin bangsa yang berkualitas. Lihat saja berbagai prestasi dan penghargaan yang acapkali diperolehnya.
Berbeda dengan Harding yang memang tidak memiliki kualitas itu. Namun, menurut pendapat penulis, keduanya memiliki kesamaan: mereka adalah a great looking person.
Efek dari penampilan tidak dapat diremehkan. Postur tubuh yang mendukung, apabila disertai dengan sikap dan cara bicara yang memukau akan menyebabkan munculnya kesan bahwa kandidat adalah seorang pemimpin alami.Â
Siapapun calon Presiden dan wakilnya, jika dapat memanfaatkan efek ini dengan maksimal dapat mendatangkan potensi suara yang masif dari para pemilih. Terlebih bagi mereka yang belum mengenal kandidat secara mendalam.
Di antara para kandidat calon presiden 2024 tersebut di atas, menurut penulis hanya ada dua yang memiliki keuanggulan dari segi fisik, penampilan dan gaya bicara. AHY adalah salah satunya. Jika dia mampu memaksimalkan keunggulannya tersebut, bukan tidak mungkin dia akan terpilih sebagai Presiden atau setidaknya Wakil Presiden.
Warren Harding Effect di Tempat Kerja
Malcolm Gladwell melakukan suatu penelitian menarik. Dari separuh perusahaan Fortune 500 - daftar perusahaan terbesar di Amerika - ternyata ditemukan bahwa CEO laki-laki memiliki tinggi badan rata-rata 183 cm. Di dalam data kependudukan AS, sekitar 14,5% laki-laki memiliki tinggi badan 180 cm atau lebih. Di antara para CEO perusahaan Fortune 500, 58% memiliki tinggi badan lebih dari 180 cm.
Jika ditelaah lebih lanjut, sebanyak 3,9% laki-laki dewasa Amerika memiliki tinggi 188 cm atau lebih. Di antara para CEOÂ tersebut, hampir sepertiga memiliki tinggi 188 cm atau lebih.
Kebanyakan dari kita, dengan cara yang sepenuhnya tidak kita sadari, dengan sendirinya menghubungkan kemampuan kepemimpinan dengan perawakan dan penampilan luar. Begitu kandidat dengan aspek ini muncul, faktor-faktor lain cenderung diabaikan atau menjadi pertimbangan terakhir
Sebuah penelitian yang mengikuti perjalanan ribuan orang dari lahir hingga dewasa menghasilkan hal yang menarik. Ketika variabel lain seperti usia, jenis kelamin, berat badan dikendalikan, makan satu inci tinggi badan mempunyai nilai setara gaji sebesar 789 dolar atau 11.800.000 rupiah dalam setahun.
Artinya jika seseorang dengan tinggi tubuh 180 cm akan menerima gaji setara 82.000.000 rupiah lebih tinggi dibanding seseorang dengan tinggi badan 165 cm.
Pernahkan Anda menemukan orang dengan kualitas "biasa-biasa saja" berhasil meraih posisi-posisi puncak dalam perusahaan tempat Anda bekerja?
Sekarang Anda tahu jawabannya.
Sumber:
Blink: Kemampuan Berpikir Tanpa Berpikir by Malcolm Gladwell
time.com
wikipedia.org/wiki/Warren_G._Harding
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H